Bab 10

1055 Kata
Begini kesimpulan penjelasan Bu Bertha. Tahun 2000, mereka berenam—Bu Bertha, Sinta, Henri, Gunawan, Winda, dan Bi Ijah menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di bumi. Mereka semua adalah sahabat. Akibat kesalahan mereka, mereka harus diusir dari negeri asal mereka, Negeri Gunarta. Mereka berenam mulai beradaptasi dengan kehidupan manusia. Hingga hari menjadi bulan, bulan menjadi tahun, sebagian dari mereka memulai kehidupan baru. Di antara mereka berenam, Gunawan dan Sinta-lah yang menikah dari golongan yang sama. Henri menikah dengan manusia. Juga Winda. Sedang Bu Bertha dan Bi Ijah memilih untuk tidak menikah. Mereka semua adalah manusia super dengan kekuatan yang berbeda-beda. Menikah dengan manusia biasa, tidak menghilangkan kekuatan anak yang akan dilahirkan. Melainkan anak yang terlahir dari percampuran antara pemilik kekuatan super dan manusia justru akan memiliki kekuatan yang lebih kuat lagi. Papa Kinara meninggal akibat kecelakan mobil sepuluh tahun lalu bersama papa Arjuna. Mama Anggara meninggal dunia akibat terkena leukimia. “Jadi kami punya kekuatan super?” Adelina nyaris tidak percaya dengan penjelasan Bu Bertha. Itu terasa mustahil sekali. Bagaimana bisa mereka semua adalah anak dari pemilik kekuatan? Di tahun 2022 sekarang, era di mana teknologi sudah maju, apakah benar mereka punya kekuatan? Rasanya mustahil sekali. Bukan hanya Adelina saja yang merasa penjelasan Bu Bertha adalah omong kosong belaka. Anggara dan Arjuna juga merasakan hal serupa. Dan kalian tahu, Kinara justru tidak menampilkan wajah tidak percaya atau semacamnya. Dia malah terlihat senang. “Lalu, apa kekuatan saya, Bu?” tanya Kinara tanpa beban sedikit pun. Winda terkekeh melihat kelakuan anaknya. Tapi itu memang tidak bisa dipungkiri. Sejak kecil Kinara selalu menyukai hal-hal yang kalau di bumi dianggap hanya fantasi belaka. Seperti kekuatan sihir, kekuatan super, dunia lain, atau makhluk-makhluk lain. Mulai dari film dan buku-buku bacaan. Jadi hal itu membuat Kinara mempunyai keinginan untuk punya salah satunya. Dan hal itu terjadi pagi hari ini. Lantas, kenapa pula dia harus tidak percaya atau merasa sedih akan kenyataan tersebut? “Itu tidak mungkin.” Adelina berdiri. Dia tidak bisa mempercayai perkataan Bu Bertha begitu saja. Meski sekarang kedua orang tuanya serta orang tua sahabatnya ada di perkumpulan serupa dan tidak menyanggah penjelasan Bu Bertha, Adelina tetap merasa dia tidak harus mempercayai bualan Bu Bertha. Logikanya lebih dari cukup untuk membantah hal tersebut. “Apa sekarang ada yang berulang tahun? Apa ini ulang tahunmu, Kinara? Kenapa para orang tua seperti sedang membuat lelucon?” Angara berusaha terkekeh, mencairkan suasana. Laki-laki itu juga berpikiran sama seperti Adelina. Meski di antara ketiganya, Anggara yang lebih sering membual dan membuat lelucon, tapi bualannya tidak perlu sampai setinggi bualan Bu Bertha. Guru yang mempunyai image menyeramkan di kalangan murid itu ternyata bisa juga melucu. Arjuna diam. Di dalam diamnya, dia tengah mencoba untuk memasuk akalkan penjelasan Bu Bertha yang sebenarnya sama sekali tidak masuk di akal. “Kami sudah menduga hal ini akan terjadi. Kalian tidak akan mempercayai hal ini secara gamblang. Baiklah, izinkan Ibu untuk menunjukkan sesuatu pada kalian.” Mata mereka berempat tertuju pada Bu Bertha. Mereka menunggu apa yang akan Bu Bertha tunjukkan pada mereka. Para orang tua juga menunggu apa yang akan Bu Bertha tunjukkan pada anak-anak mereka. Bu Bertha menjentikkan jarinya. Seketika buku hitam dengan gambar bulan sabit di sampulnya muncul. Buti-butir bintang berjatuhan. Sontak mata mereka berempat membula sempurna. Apa … apa yang barusan mereka lihat? Buku hitam bergambar bulan sabit di sampulnya itu ada pada Bu Bertha? Dan bagaimana caranya memunculkan tadi? Hanya dengan menjentikkan jari? Adelina dan Anggara bungkam seketika. Mereka kehabisan kata-kata setelah melihat pertunjukan sederhana Bu Bertha barusan. Mata Kinara sekarang jadi berbinar, takjub melihat pertunjukan Bu Bertha. Inilah yang selama ini dia inginkan. “Kamu mencuri buku ini, bukan?” Bu Bertha menatap Kinara, membuatnya menggaruk tengkuk yang tidak gatal plus cengengesan. Kinara mengangguk. “Sosok hitam berjubah, itu adalah Winda, mamamu Kinara. Ibu yang memintanya untuk mengerjai kalian, sebagai hukuman karena sudah berani masuk ke ruangan rahasia di perpustakaan dan mencuri Buku Darma ini.” “Bu—buku Darma?” beo Arjuna. Namanya cukup menarik. “Buku ini adalah kunci untuk pergi ke dunia-dunia lain. Buku ini tidak boleh berada di tangan sembarang orang. Oleh karena itu kami menyimpannya di dalam ruangan rahasia itu. Kenapa kalian bisa dengan mudah melihat dan Kinara dengan gampangnya mencuri buku ini? Karena kalian adalah anak-anak kami. Garis keturunan kita sama. Sehingga buku ini bisa kalian lihat dan pegang tanpa menimbulkan reaksi apa pun,” terang Bu Bertha. “Lalu kenapa Ibu menjewer telinga mamaku tadi?” Winda dan Bu Bertha terkekeh bersamaan. “Mama menyamar sebagai anak remaja, Kinara. Itu semua sudah direncanakan. Mama pikir kegiatan meneror kalian akan berlangsung lama, ternyata tidak. Jadi untuk menghilangkan rasa curiga, Bu Bertha menjewer telinga Mama. Tidak usah khawatir. Itu tidak sakit sama sekali.” “Apakah tidak bisa perkumpulan ini dilangsungkan tanpa kami?” sela Henri. “Aku dan Gunawan harus pergi bekerja sekarang. Ini sudah hampir terlambat.” “Benar, Bertha. Aku juga harus membuka toko kueku,” sambung Sinta. “Aku juga harus menyiram anggrek-anggrekku,” timpal Sarah. Bu Bertha mempersilakan para orang tua yang mempunyai kepentingan untuk meninggalkan tempat perkumpulan. Yang tersisa hanya Winda dan Bi Ijah. Itu pun mereka memilih untuk meninggalkan ruang tengah, pergi ke dapur, menyiapkan sarapan pagi. *** Di kamar Kinara. “Apa kalian percaya apa yang Bu Bertha katakan?” “Tentu saja aku mempercayainya, Del. Lo lihat sendiri kan gimana Bu Bertha munculin Buku Darma itu? Hanya dengan menjentikkan jari. Lo bayangkan betapa kerennya itu!” tutur Kinara. “Gue rasa Bu Bertha gak bohong, Del. Memang ini terasa mustahil, gak masuk akal. Tapi dengan segala penjelasan dan pertunjukkan sederhana Bu Bertha tadi, itu sudah lebih dari cukup untuk membuktikan keabsahan perkataannya," sambung Arjuna. “Kita tunggu saja kapan mereka semua akan menunjukkan kekuatan mereka masing-masing.” Kinara tiba-tiba melompat dari atas tempat tidur ke lantai. Tangannya memang posisi seperti saat superman terbang. Adelina dan Anggara terkekeh melihatnya. Adelina yang paling tidak tahan. Rasanya lucu sekali. “Lo pikir kekuatan lo bisa terbang gitu?” Bahkan Arjuna juga tergelak. “Siapa tau? Gue pengen terbang ngalahin burung,” ujar Kinara percaya diri. Kalau Arjuna percaya, artinya tidak ada alasan bagi Adelina untuk tidak mempercayainya. Baiklah. Maka dengan ini Adelina memutuskan untuk mencoba mempercayai perkataan Bu Bertha. Cepat atau lambat dia dan yang lainnya akan segera mengetahui apakah benar mereka adalah anak manusia berkekuatan super atau tidak.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN