6. Bad Dream

1038 Kata
YUWAN "Yu!! Bangun Yuu!" Suara itu terdengar seperti dari kejauhan. Suara siapapun itu, aku tiidak mengenalnya. Aku gak tahu itu suara siapa. Tapi entah kenapa aku merasa kalau suara itu penolongku. "Bangun Yuwan!" Suara itu terdengar tegas sekarang. Detik berikutnya mataku terbuka. s**t, mimpi itu lagi. Mimpi buruk yang setiap malam mengganggu tidurku, sampai aku bosan. Tapi anehnya, aku tak pernah terbiasa dengan mimpi itu. Aku masih takut dengan semua itu. "Lo kenapa dah Yu?" Aku menoleh saat mendengar suara itu. Mas Zach berada di dekatku, ia berlutut di pinggir sofa. Masih telanjang d**a seperti semalam. "Gak apa-apa Mas. Cuma mimpi buruk." Kataku, mencoba bangkit dan duduk di sofa. "Serius?" Tanyanya. "Iya Mas." "Tapi lo ampe keringet dingin gitu, mata lo beraer lagi." Katanya. "Gak apa-apa Mas, udah biasa." Kataku. Biasa dari Baghdad! Aku gak pernah terbiasa dengan mimpi itu. Aku melirik jam di atas tv, pukul 2 pagi. "Mas Zach tidur lagi aja Mas. Maaf ya kalau saya bangunin Mas Zach." Kataku. "Yaa lo mangkanya jangan mimpi sampe teriak-teriak gitu dah." Katanya. Aku mengangguk. Lalu ia kembali ke kasur. Menenggelamkan tubuhnya di balik selimut. Aku berusaha tenang, mengendalikan diriku lagi. God! Kenapa mimpi tentang 2 tahun lalu itu masih selalu terbayang? Bukankah aku sudah tidak seperti itu lagi? Kenapa alam bawah sadarku tak pernah mau meninggalkan monster itu? Aku memejamkan mataku lagi, tak lupa berdoa agar diberi mimpi yang biasa. Yaa aku tak berharap mimpi indah. Tak diberi mimpi bahkan itu anugerah. Tapi sayangnya, aku selalu diberi mimpi buruk. Jadi sia-sia saja berdoa. *** ZACH Pagi ini aku terbangun karena wangi masakan yang menusuk hidung, wangi rempah yang tercium lezat. Aku bangkit dan duduk di kasur, oh iya. Ini bukan kasurku, ini juga bukan kamarku. Ini kostan Yuwan. Agak gak sopan memang tidur di kasur, sementara yang punya tempat meringkuk semalaman di sofa sampai membuatnya bermimpi buruk. Tapi semalam, karena bubuk kacang sialan aku bener-bener udah gak sanggup ngapa-ngapain. Badanku lemes gatel-gatel, mukaku bengkak dan nafasku sesak. Dan kayaknya kacangnya tuh kacang tanah, parah lah aku soal kacang-kacangan, makan nutella aja gak bisa, sedih. Aku mengedarkan pandanganku dan melihat Yuwan berada di sudut ruangan. Sedang memasak sepertinya dengan jendela yang terbuka di sampingnya. Asli, tempat ini tuh kecil banget, bisa-bisanya dia tinggal di tempat seperti ini dan menjadikan tempat ini seperti rumah. Aku turun dari kasur dan terdengar suara decitan kasur. "Eh Mas Zach udah bangun?" Serunya sambil berbalik menatapku. Aku mengangguk. "Lo bisa gak sih gak usah manggil gue tanpa embel-embel Mas? Kuping gue agak risih dengernya." Kataku, entah yang keberapa kali. Ya, aku kurang suka dipanggil Mas, kecuali oleh rekan kerjaku di sini. Aku terbiasa di NYC dan orang-orang sana kalau manggil ya nama. "Gak enak mas." Katanya. "Lo kalau masih manggil gue Mas, gue bilang Leia suruh pecat lo." Ancamku. Agak jahat sih emang, tapi yaudahlah. "Eh, jangan doong!" Serunya. "Mangkanya biasain manggil Zach! Okay?" "Iya iya, okay Zach!" Katanya. "Goodgirl! Eh iya gue numpang ke kamar mandi yaa!" Seruku. "Bentar mas bentar!!!" Serunya mencegatku. "Bilang apa lo barusan?" "Eh iya, bentar Zach!" Katanya, lalu ia mendahuluiku masuk ke kamar mandi. Aku menduga ada benda-benda yang tidak boleh kulihat berada di kamar mandinya. Bra mungkin atau CD? Hahahaha! Beberapa menit kemudian ia keluar dengan sesuatu yang ia sembunyikan di belakang tubuhnya. "Apaan tuh? Daleman? Udeh biasa gue liatnya." Kataku. "Berisik!" Hanya itu yang keluar dari mulutnya. Ia sudah keluar, arah balkon gitu. Kalau kalian pusing bayangin tempat ini gimana, intinya sih ini daleman ruko yang udah disekat-sekat, hanya ruangan 7m x 8m, nah kayanya si Yuwan ini dapet kamar di bagian belakang, mangkanya dapet jendela dan dapet balkon. Udah ya segitu aja jelasinnya, aku bukan ibu-ibu kostan. Aku masuk ke kamar mandi, yak sudah seperti dibayangkan, kamar mandinya kecil. Aku langsung mencuci mukaku dan lain sebagainya. Saat aku keluar Yuwan terlihat sedang menuangkan makanan ke piring-piring yang sudah ia sediakan. "Gimana Zach udah baikan?" Tanyanya. "Lumayan, udah gak gatel-gatel tapi masih bentol-bentol." Kataku sambil mengambil pakaianku semalam dan mengenakannya. "Nih makan dulu!" Ia menyodorkan sepiring nasi goreng padaku. Aku menerimanya dan duduk di sofa. Yuwan sediri, ia malah duduk di luar. Di balkon bareng jemuran. "Yu? Ngapain lo di sana? Sini aja sih!" Seruku. "Gak usah, gak enak hehehehe." Katanya. Yaudah lah, tempat-tempat dia. Suka-suka dia aja. Aku menyuap nasi goreng ini. Asli! Enak banget! Aku jatuh cinta sama masakan ini sejak kunyahan pertama. Gilee, ini anak kenapa gka jadi chef aja kalau jago masak ya? Daripada jadi babysitter, capek ngurus Nata sama Nada yang pecicilannya sanggup bikin pinggang lepas. "Entar ke rumah bareng aja Yu." Kataku saat selesai makan, aku menengok ke arahnya yang masih makan. "Jangan ke sini!!!!" Serunya. "Tau gue tau, ada daleman kan? Sensi amat sih!" Seruku kembali ke sofa. Aku mengedarkan pandangan pada dinding-dinding yang ditempeli foto, ada fotonya saat masih kecil bersama kedua orang tuanya. Tapi dulu mukanya manis banget, gak ada tampang bahaya-bahayanya kaya sekarang. Lalu aku melihat sebuah foto di atas nakas, kuambil bingkainya dan mengamati foto itu. Yuwan dengan satu pan pizza besar sedang tertawa. Dia manis kalau gitu. "Ngapain liat-liat?" Tanyanya. Ia sudah kembali. "Buat ukuran cewek kecil kaya lo, porsi makan lo banyak ye?" Tanyaku. "Energi yang keluar banyak, jadi yang masuk juga kudu banyak biar balance." Jawabnya santai. "Yu? Lo kan semalem udah nolong gue tuh. Mulai sekarang jangan nganggep gue adek dari majikan lo ya, anggep gue temen aja." Kataku. "Duh gak enak lah, berasa gak sopan Zach, manggil Zach aja tuh gak sopan." Katanya. "Lo tuh jadi orang banyak gak enaknya ya. Gimana mau nikmatin hidup?" Tanyaku. Dia diam tak menjawab, mukanya keliatan mikir keras gitu. "Lo mau bareng gak ke rumah?" Tanyaku lagi. "Hari ini saya libur. Kan sabtu." Jelasnya. "Gak usah saya-sayaan. Kaku lo! Kaya BH baru!" Kataku. "Tau dari mana BH baru kaku? Pernah beli apa pernah pake?" Tanyanya. "Nah gitu dong! Asik. Gak usah saya-sayaan. Gak usah Mas-masan. Nanti gue yang bilang ke Leia sama orang rumah. Santai Yu, you only life once." "Twcie!" Katanya dengan suara kecil. "Maksudnya?" "Eh denger emang?" Tanyanya kaget. "Kuping gue ada dua, gila aja kalau gue gak denger lo nyaut twice." "Bosen YOLO-YOLO-an, sekali-kali twice gitu biar anti mainstream." "Asli, lo kadang lucu kadang garing! Jadi temen gue yak! Temen gue di Jakarta cuman dikit.” Dia tersenyum dan mengangguk. Astaga, senyumnya manisssss bangeeeetttt. Berasa anak baik banget dah gue, ada cewek cantik, ada kasur tapi gak ngapa-ngapain. Gosh! "Yaudah gue balik, makasih loh udah ngurusin gue. Gue tau buat badan sekecil itu ngangkut gue dari parkiran sampe lantai 3 susahnya setengah mampus dan makasih juga udah ngasih gue sarapan enak." Kataku. "Kunci mobilnya di deket pintu, Zach." Katanya. Setdah, gue ngomong makasih kaga digubris sama sekali. "Oke, bye!" Kataku sambil meraih kunci dan keluar. *** TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN