5. Tragedy

1493 Kata
ZACH Sudah hampir dua bulan aku di Indonesia, mengurus perusahaan Papa ternyata bosenin. Enakan di NYC ngurus perusahaan sendiri. Gila, kota ini bikin aku jenuh banget! Banget! Banget! "Mas Zach, kata ibu makan!" Aku menoleh saat suara lembut itu memanggil namaku. Sekarang aku hanya melihat satu sudut dalam wajah Yuwan, sudut cantik. Sudut bahaya yang ia miliki sudah kuabaikan. Hampir dua bulan ini juga aku berusaha tidak menariknya secara paksa ke ranjangku. Yaps, aku gak segila itu. Bisa dikutuk jadi berlian aku sama Mama kalau sampe ngapa-ngapain babysitter kesayangannya ini. Ya, selama ini aku memerhatikan kalau Mama amat sangat peduli pada Yuwan, meperlakukan Yuwan seperti Mama meperlakukan Mika, adikku. Mama seperti menganggap Yuwan anaknya juga. "Mas? Kok bengong?!" Tanya Yuwan menyadarkanku dari lamunanku. "Eh iya, makan ya? Iya iya!" Kataku kikuk, segera saja aku bangkit dan menuju ruang makan. "Bu, saya pamit pulang ya?" Izin Yuwan saat aku duduk di meja makan. "Yaudah Yu, bawa juga makanan buat kamu ya?" Terlihat Yuwan hanya mengangguk dan berbalik menuju dapur. Aku berusaha tidak memperdulikannya. Asli, padahal mah pengen banget basa-basi biar bisa nganter dia pulang. Tapi sialnya dia udah jarang banget balik malem karena Nadhira dan Nathan sekarang bisa dibilang lebih jinak. "Mik! Kamu anter Yuwan gih, kasian malem gini harus jalan ke depan." Terdengar suara Leia dari belakang. "Kak Zach ajalah, aku banyak tugas ini." Sahut Mika. "Yaudah sini gue anter." Kataku, yesss! "Kamu lagi makan Zach!" Seru Mama. "Nanti dilanjut Ma!" Kataku, kemudian langsung bangkit dan berjalan ke arah dapur. Terlihat Yuwan sedang membereskan tasnya. "Ayok, Yu!" Kataku. "Eh, iya Mas." Sahutnya. Lalu kami sama-sama berjalan keluar lewat pintu samping. "Maaf ya Mas, saya ngerepotin." Kata Yuwan saat kita masih diseputaran komplek. "Gue gak kebayang Yu, lo tiap hari jalan dari depan ke rumah, dari rumah ke depan. Gak semaput lo?" Tanyaku. "Ya cape sih Mas, tapi gak apa-apa lah itung-itung olahraga." Jawabnya lembut. "Lo gak ada niat buat beli motor aja gitu? Atau apa?" Tanyaku. "Nope, duitnya mending buat yang lain Mas. Lagian saya gak bisa bawanya hehe." Aku melirik ke arahnya, gak tahu kenapa aku seneng karena obrolan ini jadi terlihat santai. "Lo ngobrolnya jangan saya-saya-an dong. Kaku banget lo!" Seruku. "Gak apa-apa Mas, kan emang bagusnya gitu." "Dan lo selama ini terus manggil gue Mas. Emang gue apaan? Kang parkir?" Tanyaku. "Lebih enak gitu Mas, lebih sopan." Katanya. Yaelah Yu, lebih enak mah kalau kita di atas ranjang anu-anu-an. Hehhehehe! "Kalau gak langsung pulang gak apa-apa?" Tanyaku, yaps aku punya ide lain haha. "Eh ke mana Mas?" Tanyanya, suara dan raut mukanya terlihat sedikit panik. "Temenin gue makan, kan gara-gara lo gue jadi gak beresin makan malem gue." Kataku. "Eh maaf mas." Sahutnya. "Temenin gue makan ya?" Pintaku. Ia pun mengangguk. **** YUWAN Ya Tuhan, kenapa resto ini yang dipilih sama Mas Zach buat makan malem ini? Ini resto favorite keluargaku dulu. Agak sedikit sedih sih berada di tempat ini tanpa kedua orangtuaku. "Lo mau pesen apa Yu?" Tanya Mas Zach. "Eh gak usah Mas, saya gak laper kok." Kataku. "Gue pesen pizza kita makannya berdua ya." Itu bukan pertanyaan. Itu pernyataan yang sedikit memaksa. Aku hanya mengangguk, udah lah pasrah aja kalau urusan sama Mas Zach. Seperti kata Mbak Leia, dia orangnya kekeuh. Beberapa menit kemudian minuman yang kami pesan datang, Mas Zach langsung mengaduk dan menyesap milkshake cokelat pesanannya. Aku berusaha menghangatkan tanganku dengan memegang cangkir kopi almond yang kupesan. "Gak diminum Yu?" Tanyanya. "Nanti aja Mas." Jawabku. Aku masih mau menghangatkan diri dengan cara seperti ini. Karena sialnya malam ini Jakarta sangat dingin. "Duh kok ini milkshake kaya ada rasa-rasa kacangnya ya?" Tanya Mas Zach. "Lha kurang tau saya mas. Tadi yang ditaburin di atasnya apa?" "Gak tahu gue, gue kira coklat mangkanya langsung gue aduk." Jelasnya. Aku hanya mengangguk. Gak paham maksud dari obrolan ini. Hahaha. Kemudian pizza yang dipesan Mas Zach sudah datang. Waw, keliatannya enak. Mas Zach mengambil satu slice dan diletakan di piringku. "Gue yakin kalau gak gitu gak bakal lo sentuh!" Serunya. Aku hanya tersenyum mendengar itu. "Makasih Mas Zach." Kataku. Mas Zach hanya tersenyum dan langsung melahap dua slice pizza sekaligus. Kayanya dia emang laper parah deh. Aku mengambil pizzaku, memakannya sedikit demi sedikit, aku gak begitu lapar. Aku lebih fokus memerhatikan Mas Zach makan, sebenernya ini orang ganteng banget lohh, baik pula. Dia makan dengan asiknya tanpa curiga kalau aku memperhatikannya. Aku mengambil pizzaku lagi, kali ini berusaha fokus pada makananku, tidak lagi mengamati Mas Zach. Dari 6 slice yang ada, Mas Zach habis 5 sendiri. "Lo masih laper gak? Kalau masih pesen lagi aja. Sorry gue laper banget abisnya." Kata Mas Zach. "Gak usah Mas, saya udah kenyang kok." Kataku. "Mau langsung aja?" Tanyanya. Aku mengangguk. Lalu Mas Zach berdiri dan berjalan menuju kasir, aku mengikutinya dari belakang dan menunggu sementara ia membayar. Aku langsung masuk mobil begitu terdengar bunyi unlock, Mas Zach pun langsung mengemudikan mobilnya. Resto tempat kami makan tadi agak sedikit jauh dari kostanku, jadi kami kembali menerjang kemacetan Jakarta malam ini. Tiba-tiba saja Mas Zach menepikan mobilnya dipinggir jalan. "Kenapa Mas?" Tanyaku heran. Tapi Mas Zach tak menjawab, ia sibuk menggaruk tubuhnya. "Muka gue bengkak gak?" Tanya Mas Zach, masih sambil menggaruk tangan dan badannya. Aku memperhatikan wajahnya dan benar saja. Mukanya bengkak. "Iya Mas, bengkak dikit." "s**t! Berarti bener tuh tadi kacang!" Makinya. "Mas Zach alergi kacang?" Tanyaku. "Iyaaa!" "Yaudah Mas ke klinik 24 jam aja, atau ke UGD." Kataku. "Gak usah." "Saya aja yang nyetir Mas, boleh?" Tawarku, gak bisa juga biarin orang lagi sakit gini nyetir. "Bener lo bisa nyetir?" Tanyanya. "Bisa Mas." Kataku. Langsung saja aku turun, sementara aku turun Mas Zach pindah ke samping. Aku langsung mengisi posisi di belakang kemudi. "Injek gas nya jangan kenceng-kenceng. Terbang nanti!" Serunya saat aku melepas rem tangan mobil. "Iya Mas." Kataku sambil tersenyum. Yaa, nyenggol gas doang ini mobil langsung jalan. Gila, enteng banget gasnya. "Cari apotek aja, gue tau kok obat alergi gue apa." Katanya. Aku mengangguk. "Ini kita jalan balik ke rumah Mas Zach aja ya? Nanti saya bisa balik sendiri. Kasian Mas Zach lagi sakit." Kataku. "Ngaco aja lo! Bisa digorok Mama gue, ini udah deket tempat lo. Sekalian aja sih." Katanya. Aku mengangguk, gak bisa ngebantah. Aku memberhentikan mobil di sebuah apotek 24 jam yang berjarak 100 meter dari kostanku. "Apa nama obatnya Mas?" Tanyaku. "Bilang aja antihistamin atau apapun yang mengandung itu. Lagian, lo kan punya basic perawat, paham dong?" Katanya, aku mengangguk. Segera saja aku turun dari mobil, meminta obat tadi dan sebotol air mineral. Setelah membayar, aku langsung kembali ke mobil. "Ini Mas, mau langsung di minum?" Tanyaku. Ia menerima obat itu, aku membukakan tutup botol air mineral sebelum menyerahkannya pada Mas Zach. "Thank you." Kata Mas Zach. Terlihat matanya berair sekarang, dan ia masih saja terlihat menggaruk-garuk tubuhnya. "Mas, saya bawa ke UGD aja ya? Parah kayanya." Kataku. "Kalau malem ini gue stay di tempat lo boleh? Gue udah lemes parah ini." Katanya. "Iya Mas, boleh kok." Kataku. Aku kembali menghidupi mesin mobil dan melanjutkan perjalanan singkat ke kostanku. Setelah memarkirkan mobil di pelataran kostan, aku membuka pintu penumpang, membantu Mas Zach keluar. Sampai di tempatku, aku langsung merebahkan Mas Zach di kasurku. Dia parah banget. Dan… bahuku sakit ya Tuhan, bantu bopong dia ke lantai 3 tuh syurga sekali. "Mas saya bawa ke UGD aja ya?" Kataku, perihatin dengan keadaannya. "Gak usah, gue malu masuk UGD gara-gara milkshake." Jawabnya. "Ya namanya juga alergi Mas." Kataku. "Engga, yang ada gue dimarahin dokter gara-gara gak ngecek makanan dulu." "Yaudah deh Mas, istirahat dulu aja." Kataku. Ia mengangguk. Aku berjalan menuju dispenser, mengambilkan air untuknya. Begitu berbalik aku kaget setengah mati. "Mas ngapain buka celana?" "Tenang Yu. Gue cuma mau liat badan gue. Gue make celana pendek kok. Gak usah parno gitu lo!" Katanya. Entah lah, jantungku jadi gak karuan gara-gara itu. Sifat monster dalam diriku nyaris saja bangun. Aku mencoba mengatur nafas, agar emosiku terkendali dan tidak terjadi hal yang aneh-aneh. "Liat deh sini!" Panggilnya. Aku masih diam di tempat, tidak bisa bergerak. "Sini!" Katanya lagi. Kuberanikan diriku mendekat, dan aku pun melihat betis dan pahanya. Kulitnya bentol-bentol khas alergi. Pantes aja dia garuk-garuk terus. Gatel kali ya? "Lo ada bedak gatel gak?" Tanyanya. "Ada Mas!" Kataku. Ya, aku punya bedak gatel karena kostan ini pernah diserbu semut gara-gara tetangga sebelah pernah membajiri lantai ini dengan air gula. Gak usah tahu lah yaa persisnya gimana sampe bisa kebanjiran air gula. "Ini mas!" Kataku memberikannya bedak gatal. Aku melihatnya menaburkan bedak itu ke kakinya, tangannya ke perutnya juga. Dan detik berikutnya ia bersin-bersin. Ya Tuhan, ini orang kenapa lagi? "s**t!" Makinya. "Kenapa Mas?" Tanyaku. "Masuk idung bedaknya. Sesek nafas pula gue." Katanya. "Yaudah mas rebahan lagi aja, saya kira Mas alergi debu atau partikel-partikel kecil juga." Kataku. "Gak apa-apa kan ya kalau gue tidur lepas baju?" Tanyanya. "Eh?? Yaudah deh gak apa-apa." Kataku sambil mengangguk. Dan detik berikutnya ia melepas kemeja yang ia kenakan, hanya meninggalkan celana katun menempel di tubuhnya. Gila, Mas-mas satu ini kece banget yaa. Padahal lagi bentol-bentol. Baru sekali nih, aku liat cowok shirtless dalam jarak sedekat ini. Eh pernah deng, tapi itu pasien pas aku lagi magang dulu, hehehe. Lalu aku melihat Mas Zach merebahkan dirinya di kasurku, dan langsung menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang bentol-bentol itu. "Eh terus nanti lo tidur di mana? Duaan sama gue?" Tanyanya. Aku kaget mendengar pertanyaannya. Gila, mana iya aku tidur sama dia. "Engga Mas, saya muat kok di sofa." Kataku. "Sorry ya!" Katanya lagi. "Santai aja Mas." Kataku. "Makasih Yu." Katanya, aku hanya mengangguk. Lalu ia berbalik, menghadap tembok. Aku menuju lemari, memilih baju dan masuk ke kamar mandi. Setelah berganti pakai baju tidur, aku mengambil selimut baru dari kontainer lalu membawanya ke sofa. Dengan kepala beralaskan bantal sofa, aku pun memejamkan mataku. **** TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN