9. What the heck!

1520 Kata
 ZACH "Lo tetep mau jadi masakin gue kan?" Tanyaku, terlihat di sebelahku Yuwan memasang wajah cemberut. Padahal sore tadi dia banyak ketawa. "Lo kenapa bohong sih? Sekali bohong tuh lo bakal terus bohong buat nutupin kebohongan lo yang lain!" Serunya dengan suara kesal. "Sorry!" Hanya itu yang keluar dari mulutku. Lalu diam lagi, aku tahu kenapa Yuwan marah. Keliatan kok, dia anaknya tertutup. Aku juga tahu dia mau kuajak main karena statusnya yang bekerja di rumahku. Coba kalau dia bukan babysitternya Nathan sama Nadhira? Diajak ngobrol juga kayanya gak mau. Aku tahu, dia nyimpen sesuatu. Entah apapun rahasianya, itu pasti yang bikin dia jadi tertutup. Dan Yuwan marah sama aku karena seenaknya aja bilang dia pacar aku. Kalau aku jadi dia pun aku marah sih. "Lo tetep mau masakin gue gak?" Tanyaku lagi. "Iyalah kan udah belanja. Masa dibuang kan mubazir." Jawabnya. "Thank you." Kataku tulus. Lalu hening lagi, beberapa menit kemudian kami sampai di kostannya. Ia langsung keluar dan mengambil barang-barang dari bagasi. Lalu berjalan masuk, aku hanya diam dan mengikutinya. Begitu sampai di kamarnya, aku masuk dan agak kaget. Tampilan kamar kostannya sedikit berubah. Sekarang ada sekat dari triplek yang menghalangi kasur. Jadi begitu masuk aku hanya melihat sofa dan meja kecil. Triplek yang menutupi kasur di cat warna abu dan ditempel-tempel wallsticker, jadi keliatan rame. "Kok berubah?" Tanyaku. "Sejak Ka Mirzha suka ke sini, kepikiran aja buat nutup, masa iya tempat tidur gue ke ekspose orang yang dateng." Jawabnya. See? Emang bener-bener tertutup anak ini. Lalu Yuwan sudah sibuk di pojokan, dapur kecilnya. Aku merebahkan diriku di sofa putih. Aku meraih ponselku, mengecek email dari Ivanka yang memberikan jadwal-jadwal rapat dan juga membalas email dari Yoran, orang kepercayaanku di NYC. Setelah membalas email-email penting, aku membuka group chat perusahaanku. Membaca dari atas kehebohan apa saja yang terjadi di sana. Hanya sebagai pembaca, aku kurang suka bales-balesan sama mereka. Lebih seru langsung daripada sekadar chat. Setelah itu, buka group chat karyawan yang di sini. Group chat khusus lantai 22. Seperti tadi, aku hanya membacanya. Tapi terlihat menarik. Adzhar: Malem ini gue ngebir ada yang mau ikut gak?! Melly: Dibayarin gak? Eko: Yok!!! Agus: Yuk deh, biar kepala enteng dikit Sherly: Nyusul yak, di mana? Adzhar: Gue maunya di Yawë tapi Dimas pengen di Artoz Adzhar: Vote dah pada mau di mana Agus: Yawë aja yuk Eko: Ayokk! Setelah membaca itu, aku membalas dengan  tiga kata. Me: Boleh ikut gak? Agus: Eh ada pak bosss, boleh lah pak Melly: Asik ada yang bayarin Me: hahaha jamber? Adzhar: Saya udah sampe tapi masih sendiri Pak. Kalau mau langsung caw aja Dimas: Gue otw nih 3 menit sampe Aku keluar dari group chat itu, melirik Yuwan yang masih masak. "Yu, malem ini ada rencana keluar gak?" Tanyaku. "Kenapa emang?" "Ikut ngebir yuk!" Ajakku "Gue gak minum Zach." Jawabnya. Aku diam, aku masih pengen ngabisin waktu sama dia. Ngobrol-ngobrol karena anaknya emang asik diajak ngobrol, apalagi kaya tadi sore sebelum ketemu Sara. Asik banget. "Gue pengen ngebir, tapikan lo gak minum. Lo ada rencana buat gantiin itu gak kalau gue gak jadi ngebir?" Tanyaku. "Hah apaan? Ya mau ngebir mah ngebir aja sono." Jawabnya santai. Tak lama perhatianku teralih oleh aroma masakan yang tercium sangat lezat. Aku langsung bangkit dari sofa dan menghampirinya. Ada dua piring steak, lengkap dengan sayuran dan mashed potato. "Udah beres?" Tanyaku tak sabar untuk mencicipi makanan ini. "Bentar!" Sahutnya sambil menuangkan saus yang ia buat ke atas daging. Oh s**t! Beneran ini mah aku ngiler! "Udah!" Serunya. "Terus itu adonan buat apa?" Tanyaku menunjuk adoan yang ada di mangkok. "Buat nanti, nih udah makan sana." Katanya. "Di balkon lo ada jemuran gak? Gue mau makan di balkon lo!" Kataku. "Gak ada, yaudah di balkon aja." "Lo ngikut juga, biar makan bareng!" Seruku. "Iye bawel!" Lalu kami pun ke balkon, Yuwan gak punya meja makan jadi aku meletakkan piringku di atas kursi rotan yang ada dan duduk di lantai bareng dia. Untung bersih! Asli, baru kali ini makan makanan bintang lima tapi serasa di kaki lima. Hahahaha! Aku memotong daging dan langsung menyuapnya, s**t! Enak banget! Banget! Banget! "Lo belajar masak dari mana?" Tanyaku. "Waktu SMP pas liburan semester gue belajar masak di Le Cordon Bleu, London." Jawabnya. Aku melirik ke arahnya, gila! Belajar masak doang di London? Seriusan?? "Lo tuh sebenernya siapa sih?" Tanyaku heran. "Just nobody!" Jawabnya. "Kenapa lo mau jadi babysitter di rumah gue?" "Butuh duit, dan waktu itu cuma itu tawaran kerja yang ada. Ya dijalanin." Jawabnya. Well, omongan Mirzha tempo hari yang bilang kalau orang tua Yuwan kena tipu dan bangkrut kayanya betulan. Soalnya, kalau kerjaan bapaknya lancar-lancar aja gak mungkin kan dia jadi babysitter. Aku lanjut memakan makananku dalam diam, Yuwan sudah berdiri. Gila, ini anak makannya cepet banget!! "Lo udah Yu?" Tanyaku. "Udah, gue gak lelet kaya lo!" Sahutnya dari dalam. Yee kampret! Tadi pas di TMII kan dia yang lelet! "Lo ngapain dah itu?" Tanyaku saat terdengar suara minyak panas. "Bikin cemilan." Jawabnya. Beberapa menit kemudian, aku selesai makan. Asli, kenyang dan enak banget. Aku bangkit dari dudukku dan masuk ke dalam. Aku melihat Yuwan sedang menggoreng sesuatu. "Bikin cemilan apaan Yu?" Tanyaku, ikut nimbrung di sekitaran kompor. "Mozarella stick, Zach." Jawabnya. Entah kenapa, aku seneng kalau dia sebutin namaku dalam kalimatnya. Suaranya terdengar sexy. Kebayang gak sih suaranya bakal kaya apa kalau di ranjang? Duhhhh!!! Udah lama lagi gak main. "Abis ini gue ke bar ya, sama temen kerja." Kataku. "Ya ke bar mah ke bar aja sono. Ngapain lo bilang-bilang?" Sahutnya. Eh iya ya? Ngapain juga aku izin? Emang dia siapa? Hahaha! Lima menit kemudian, aku dan Yuwan sudah duduk di sofa, nonton TV sambil nyemil mozarella stick. Asli, enak banget ini bikinan dia. Beda sama di kafe-kafe. Jadi pengen deh dia jadi chef pribadiku. "Lo beneran gak mau ngikut gue?" Tanyaku. "Yaps, gue mending nonton sinetron cengeng daripada mabuk-mabukan." Katanya. "Emang kenapa? Sekali-kali bikin otak rileks, jangan mikirin hidup mulu." Kataku. "Gue kalau mabuk suka ngelantur." Sahutnya. Okay noted! Ini anak berarti tipe orang yang kalau mabuk semua rahasia terbuka begitu saja. Fix, aku harus bikin dia mabuk supaya aku tau rahasia apa yang dia sembunyikan. "Yaudah gue caw ya! Makasih makan malemnya!" Kataku. Ia tersenyum dan mengangguk. Langsung saja aku keluar. Malem ini harus ada cewek yang aku bawa ke apartmenku. *** "Lo udah tiga hari gapulang Zach!" Seru Leia dikejauhan sana. "Lagi sibuk Kak, seriusan deh. Gue ngerjain proyek baru. Dua hari ini nginep di kantor, semalem balik ke apartment." Jelasku. "Sama cewek?" Tanyanya. "Yagitu." Sahutku. "Balik kek!" Pintanya. "Besok deh besok! Malem ini gue bakal lembur." Kataku. "Lembur di kantor apa di apartment?" Tanyanya. "Di kantor lah kampret!" "Yaudah. Nata, Nada sama Mama kangen sama lo!" "I miss them too." Kataku. "Yaudah, balik yaa?" "Besok, okay?" "Okay, bye!" Lalu sambungan telefon pun terputus. Aku kembali pada laptopku. Menyusun proposal untuk proyek baru, kalau tembus ke relasi baru. Untungnya gede banget-banget ini. Aku menyesap kopiku lagi, memikirkan proposal ini. Gila! Gila! Gila! Stress gue, mending ngurus game dah, asik! Mau kaburrrr! Mau balik lagi ke New York!! Aku gak sanggup ngurus kantor Papa. Sudah lebih 6 bulan memang, tapi aku belum terbiasa. Aku gak jatuh cinta sama pekerjaan ini. Belum ada alasan paten yang bisa membuatku betah di sini, ditambah rasa sakit soal masalalu, aku beneran jengah sama hiruk-pikuk Jakarta, kota yang gak pernah mati. Kota yang selalu macet, kota yang kejam. Aku menggosok-gosok mukaku, asli capek. Capek badan dan capek pikiran. Okee, balik aja. Gak bagus kerja dipaksain gini. Mending lanjut besok atau kapanpun pas lagi mood. Deadline masih 5 hari lagi kok. Gak aku selesaiin hari ini gak dosa juga lagian. Aku mematikan laptopku, beberes meja. HP langsung kumasukan kantong celana agar tak ketinggalan. Setelah semua rapi, aku menyambar jas-ku yang tersampir di kursi, lalu keluar ruangan. Pulang ke rumah deh, kangen juga sama krucil dua itu. Dan kalau pulang, besok pagi ada kemungkinan ketemu Yuwan. Kangen juga sama muka bengisnya dia. Hahahaha! Jalanan masih ramai saat aku pulang, tapi gak terlalu macet. Jadi tak sampai dua jam aku sudah sampai di rumah. Pintu depan tertutup, jadi aku memilih masuk lewat pintu samping. Terdengar suara tawa dari orang-orang rumah saat aku berada di dapur. Ada apaan nih? Tumbenan banget. "Udah, tinggal suruh anaknya Pak Darmawan deketin dia juga pasti mau dia, Zach kan anaknya gampang suka sama cewek. Mabuk dikit aja pasti bawa cewek, nah baru deh jalanin rencana kita buat jodohin dia." Aku diam, mendadak sekujur tubuhku kaku. Aku marah mendengar itu semua, dan yang paling parah, aku tahu itu suara siapa. Dengan berat aku melangkahkan kakiku, menuju ruang tengah. Saat aku di ruang makan, masih terdengar suara tawa mereka sambil mengobrol sesuatu yang sudah tak kudengarkan lagi. Begitu masuk ruang keluarga, aku terkejut melihatnya. Berdiri tegak sambil memegang segelas minuman, wiski mungkin? Atau wine? Ga kada tampang sakit sama sekali di wajahnya, cengiran di wajahnya tampak puas sekali. "Oh, jadi gitu ya Pa?!" Kataku membuka suara. "Zach!!" Mama, Papa dan Leia langsung menoleh ke arahku, memanggil namaku berbarengan. "Gue baru tau kalau ternyata keluarga gue segininya! Lo pura-pura sakit supaya gue mau ngurus kantor lo!" "Zach!" Tegur Mama. "Gak usah ikut-ikutan Ma! Mama tau ini semua, Mama bagian dari rencana si tua bangka ini juga kan?" "Zach!" Seru Leia. "Lo tau gak omongan itu doa, lo pura-pura sakit. Gue tunggu deh lo pas sakit beneran!" Kataku sambil meninggalkan ruangan ini. Aku naik ke atas, ke kamarku lebih tepatnya. Aku memasukan sembarang baju ke tas ransel, tak lupa passport dan dokumen-dokumen berharga lainnya. Setelah ranselku penuh aku turun kebawah, langsung keluar lewat pintu depan, tak berniat mampir ke ruang keluarga dulu. "Zach!" Aku menoleh saat Mama memanggilku. "Kamu mau ke mana?" Tanya Mama. "Ke mana aja asal gak di sini. Bilang sama si tua itu, urus sendiri perusahaannya!!" Lalu aku langsung membuka pintu depan dan mempercepat langkahku menuju mobilku. Aku langsung menggas mobilku, entah aku harus ke mana. Shit! s**t! s**t! Kenapa keluargaku harus sejahat itu sih?! *** TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN