11. New York

1413 Kata
YUWAN Asli, kalau Zach bukan orang yang aku kenal mungkin tangannya udah putus sekarang. Ya gimana yaa, kaget juga ini pagi-pagi bangun dan tangannya melingkar di perutku. Apa-apaan dia! Aku mencoba melepaskan pelukannya ini, dan mengganti posisi tidur dari telentang jadi berbalik menghadap tembok, memunggunginya. Ini hari Sabtu, aku libur. Aku ingin bangun lebih siang dari biasanya. "Yu?" Aku menoleh saat Zach memanggil. "Apa?" Tanyaku. "Boleh peluk gak?" Tanyanya. Aku diam, asli aku kurang suka dipeluk orang asing. Kalau dulu dipeluk Papa sama Mama sih aku seneng, kalau orang lain sih risih. "Please!" Pintanya ketika aku tak menjawab. Lalu terasa pergerakan dan ia memelukku dari belakang. Ia mengangkat kepalaku pelan dan menyusupkan lengannya untuk kujadikan bantal. "Kamu tahu gak sih? Pelukan dari belakang itu bikin ngerasa hangat dan nyaman. Pelukan dari belakang juga bersifat melindungi, jadi kalau aku meluk kamu dari belakang gini ya artinya mau kamu aman dan selamat." Bisiknya di telingaku, bikin merinding. "I can take care of myself." Kataku. "I know, keliatan kok kalau kamu cewek kuat." Katanya. Entah kenapa aku seneng dengernya, artinya dia percaya kan? Dan, aku gak suka sama cowok-cowok yang rendahin cewek, sepertinya dia bukan tipe cowok yang gampang merendahkan. Baru saja aku merasa nyaman dengan ucapannya, sekarang tangan kanannya sudah melingkar lagi di perutku. "Zach, tangan satunya gak usah gini." Kataku sambil melepaskan pelukannya. "Biar afdol Yu!" Serunya mengembalikan lengannya ke tempat semula. Hadeeh, asli ini anak pengen ilang kali ya tangannya?!!! "Zach, ini libur. Aku masih mau tidur. Jan ganggu dulu ya." Kataku. "Okay!" Katanya, dan detik berikutnya ia menyusupkan kepalanya di lekuk leherku. "Zach, jangan gini ah!" Kataku. "Gak apa-apa kali Yu, kan cuma gini. Gak ngapa-ngapain." Sahutnya. Yaudah lah, suka-suka dia aja. Aku masih terlalu ngantuk jadi aku gak membalas ocehannya itu dan memilih memejamkan mata. *** ZACH Aku gak tahu sudah seberantakan apa aku sekarang karena masalah keluarga, aku kira dengan pulangnya aku ke rumah, hidupku akan lebih baik. Kekosongan yang selama ini kurasakan saat di New York akan terisi. Tapi apa? Keluargaku sendiri membohongiku, Papa terutama. Aku gak nyangka Papa bakal sejahat itu. Pura-pura sakit dan ada rencana lain untuk menjodohkanku. Gila, sedepresi apa aku sampe harus dijodohin segala? Aku masih kuat, kuat berdiri di atas kakiku sendiri, tapi aku tahu kalau aku butuh orang lain. Aku butuh orang lain untuk menjadi sandaran ketika aku lelah dan menjadi pegangang ketika aku kalut. Dulu, aku pernah jatuh cinta pada wanita Indonesia. Aku pulang ke sini karena kupikir akan ada lagi wanita yang bisa memenuhi semua kekosongan ini. Aku punya segalanya, tapi sialnya aku gak punya cinta. Barang apapun bisa kubeli sekarang dengan uang, tapi kampretnya aku gak bisa beli kebahagiaan. Kan b*****t! Capek-capek kerja tapi masih gini-gini aja. Sekarang, tepat dipelukanku ada seorang wanita. Bukan, dia bukan wanita asing yang kutemui di club lalu kuajak main di ranjang seperti biasanya, bukan. Dia Yuwan, babysitter yang dipekerjakan kakakku yang saat ini bersedia menampungku di tempatnya karena aku terlalu merana untuk tinggal sendiri di apartment. Dalam hati, aku heran juga. Kenapa sejak kenal dan nganggep Yuwan temen aku jadi jarang one night stand sama cewek random yang kutemui di club. Dan aku sudah tahu jawabannya, selama ini aku butuh teman, yang bisa diajak cerita, bisa diajak gila-gilaan. Betahun-tahun aku ga kpunya temen beneran, mangkanya aku lari ke s*x. Aku menghirup aroma tubuh Yuwan dari lehernya, aku gak tahu dia pake parfum apa, entah pake atau engga. Yang jelas wanginya dia tuh enak. Agak menyengat tapi tetep tercium lembut. Aneh kan? Nyengat tapi lembut? Ya sama kaya mukanya yang aneh, manis tapi judes. Sudah dua hari aku di tempat Yuwan, aku bahkan belum punya rencana aku akan bagaimana ke depannya. Apa aku harus lari lagi ke New York atau bertahan di sini. Aku gak tahu. Aku merasakan irama nafas Yuwan yang teratur, iramanya menenangkanku. Membuatku ikut menarik nafas dan menghembuskannya bersamanya. Aku sudah biasa memeluk orang asing, hanya saja aku gak pernah tidur seranjang sama orang asing. Tidur dalam artian sebenernya loh yaa, bukan tidur anu-anuan. Sama Yuwan, anehnya aku malah betah. Mungkin karena tempatnya dia kali yaa, aku jadi gak bisa ngusirnya. Hahaha! Tiba-tiba saja perutku keroncongan, dangdutan dan hiphop-an. Gila rusuh banget ini sih, laper parah. "Yu! Yuwan!" Bisikku di telinganya. Ia sudah tidur dua jam dari terakhir ia bangun, cukup kali ah. Sekarang kan udah jam 9. Beneran waktu untuk sarapan. "Yuwan!" Panggilku lagi. Lalu ia bergerak, memutar tubuhnya jadi menghadapku. s**t lah! Cantik banget! Kalau gini ceritanya gak kuat iman aku. "Oh astaga!" Serunya langsung mundur. Padahal tadi muka kita jaraknya cuma setengah jengkal tuh. "Laper!" Kataku. Seperti biasa, kebiasaan dia kalau bangun itu ya gosok-gosok muka. Lucu deh pokoknya. "Laper banget?" Tanyanya. "Iya Yu!" Seruku. "Bentar deh, ke bawah aja ya beli makanan." Katanya sambil meluncur turun dari kasur dan bergegas ke kamar mandi. Aku bangkit dari kasur dan duduk di sofa, mengambil remote untuk menyalakan TV. Tak berapa lama Yuwan di kamar mandi, ia keluar. Kayanya ni anak cuma gosok gigi dan cuci muka dah, setelah keluar ia mengambil jaket dari gantungan. "Bentar yaa!" Serunya. "Nih, pake ini aja!" Kataku sambil melempar dompetku. Gila, reflex-nya bagus banget, itu dompet ketangkep dong! Padahal aku lempar tiba-tiba dan ke arah muka. Hahahaha! "Beli nasi kuning doang," Katanya. "Udah pake! Aku kunciin nih pintunya biar kamu gak bisa masuk." Ancamku. "Yee, tempat-tempat aku!" "Yekan kamu pernah bilang 'anggep aja rumah sendiri' hayooo?" "Yaudah yaudah!" Lalu ia keluar dan menghilang di balik pintu. Asli deh, tinggal sama Yuwan itu enak. Anaknya santai tapi kaku. Lho? Bingung kan? Hahahaha! Ya gitu, dia kayanya masih polos gitu, dipeluk aja risih! Aku ingat awal-awal aku kenal dia, aku nganggep dia bahaya. Lalu pas nganter Mirzha ke sini, dia keliatan sexy dan aku pengen banget tidurin dia. Sekarang? Kita deket dan aku ngerasa nemu sahabat lama yang hilang. Aku nyaman cerita sama dia, aku nyaman ngabisin waktu sama dia. Bahkan, aku nyaman sekasur sama dia. Jujur, sekalipun aku sudah banyak tidur sama cewek di luaran sana. Aku gak pernah stay untuk tidur atau apapun, aku memilih pulang jika kita have s*x-nya di hotel atau tempat si cewek, kalau di tempatku? Aku akan suruh mereka pulang dengan berbagai macan alasan. Kecuali, Sara. Orang yang ngajak aku serius, tapi dia juga yang ninggalin aku. Sebelumnya aku gak pernah peduli soal hubungan serius jangka panjang, sampai akhirnya ketemu Sara. Dia orang yang ngebentuk aku untuk jadi pria bertanggung jawab, eh tapi dia sendiri yang gak bertanggung jawab. Dia ninggalin aku setelah semuanya. Kan tai ya?! Sekarang, entah lah aku sendiri gak tahu apa hati aku ini udah pulih atau belum. Aku cuma bisa ngejalanin aja, biar waktu yang nyembuhin semuanya. Aku percaya hal-hal yang seharusnya memang milikku tak akan jadi milik orang lain, kecuali dicuri hahaha! Suara pintu terbuka menyadarkanku. Yuwan sudah kembali. Di tangannya ada jinjingan hitam yang berisi makanan. "Gak ada nasi kuning, jadi beli nasi uduk deh. Gak apa-apa?" Tanyanya. Aku mengangguk. Lalu ia sudah sibuk menyiapkan makanan. "Nih dompet kamu!" Serunya sambil melempar dompetku dan s**t! Nabrak jidad sebelum aku tangkep. "Pelan-pelan dong!" Seruku. "Lha, kamu juga tadi begitu." "Tapi reflex aku gak sebagus kamu, Yu!" "Sorry!" Lalu ia mendekat dengan dua piring nasi uduk, mengulurkan satu padaku dan aku langsung menerimanya. Sepiring nasi uduk, dengan perkedel, telor dadar dan tempe orek. Okelaah, enak! Aku langsung menyuapnya, dan rasanya seenak yang kubayangkan. Emang ya, makanan di pinggir jalan itu rasanya kebanyakan enak-enak. Gak ngerti deh kenapa. Kami makan dalam diam, suara yang tersisa hanya suara pembaca berita dari tv yang kunyalakan. "Yu, kamu kalau libur ngapain?" Tanyaku disela-sela kunyahanku. "Cuci baju, beberes kostan." Jawabnya. "Beberes nanti malem aja, cucian bawa ke laundry, kita main yuk?" Ajakku. "Gak ah, laundry mahal!" Serunya. "Santai kali Yu! Kan ada baju kotor aku juga itu, hehehe!" "Aku gak mau di bayarin, lagian kamu mau main mah ajak aja temen kamu yang lain." "Aku gak punya temen." Kataku. "Kak Mirzha?" "Mirzha udah punya cewek." Kataku. Ya, si kampret itu udah punya pacar sekarang. Udah 2 bulan mereka pacaran. Taudah Si Ncha nemu cewek sial itu di mana. Hahaha! Dan sebenernya sih ada temen yang lain, cuma aku lagi males aja, pengennya sama Yuwan hehehhe. "Eh, Kak Mirzha udah punya pacar?" Tanyanya, kaget. "Kenapa? Cemburu kamu?" "Engga, gak apa-apa. Pantes udah gak pernah ke sini." Sahutnya. Aku hanya mengangguk. Melanjutkan makanku dan sesekali melirik ke arah Yuwan. Sebenernya aku sama Yuwan nih apa ya? Pacaran? Engga, kita gak pacaran. Temen? Kayanya lebih dari temen. Sahabat? Gue bahkan gak tahu cerita-cerita hidup dia. Majikan-babysitter? Engga, aku gak pernah nganggep dia babysitter karena kita setara. Terus apa dong? "Terus hari ini kamu mau ngapain?" Tanyaku. "Cuci baju Zach!" Serunya. "Terus aku ngapain?" "Ya terserah, mau koprol juga boleh." "Dih garing!" Seruku. "Ya terserah, boss!" Katanya. Ia sudah bangkit dan membawa piring kotor. Aku udah pernah bilang kan, kalau dia makannya cepet? Gila ah! Aku aja masih sisa setengahnya. "Yuu?!" Panggilku. "Hmm!" Sahutnya. "Kalau aku pulang ke New York gimana?" Tanyaku. Ia langsung menoleh ke arahku, mengamatiku dengan mata belatinya. "Ya pulang aja, kalau itu bisa bikin perasaan kamu lebih baik." Jawabnya. Aku mengangguk. *** TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN