12. Goodbye!

1648 Kata
ZACH Kamu mau ikut aku ke New York? Ingin sekali aku mengatakan hal itu pada Yuwan, biar seenggaknya aku ada temen sharing gitu. Tapi anehnya, lidahku kelu. Aku gak bisa mengajukan pertanyaan itu pada Yuwan. Lagian, aku gak yakin dia mau. Seharian ini Yuwan beberes, yaa kayanya gara-gara ada aku tempat ini agak sedikit berantakan. Dia juga mencuci bajuku dan bajunya lalu dijemur di balkon. Ini anak rajin banget dah. Sore hari, saat semua sudah selesai baru ia merebahkan diri di sofa, duduk di sampingku. "Kapan mau ke New York?" Tanyanya. "Tiga hari lagi mungkin, visa-ku masih berlaku jadi tinggal siap-siap terus berangkat." Jawabku. "Owkay!" Hanya itu yang keluar dari mulutnya. Aku menoleh ke samping, ia sudah menyenderkan kepala ke sofa, matanya terpejam. Capek banget ini anak kayanya, apalagi kalau ngurus Nata sama Nada ya? Gak kebayang gila. Aku mengamatinya yang terpejam, aku tahu dia nyimpen rahasia. Entah apa, kalau lagi gini dia keliatan damai, tapi keliatan juga kalau dia punya masalah, liat aja keningnya yang berkerut. Ini anak mikir mulu kali yaa? "Yu?" "Hemmm!" "Udahan kan beberesnya? Main yuk!" Ajakku. "Ke mana sih? Capek aku." "Ke mana aja, ngebir yuk? Kali-kali." Ajakku. Ia membuka matanya, membunuh mataku dengan belati itu. Busetdah, ini anak bisa yaa tetiba jadi sangar. "Boleh deh, tapi maleman dikit lha ya? Abis makan malem." Wow, akhirnya! Akhirnya dia mau juga diajak ngebir. "Okeee okeee, mau di mana? Club apa bar?" "Bar aja, aku gak suka di club." Jawabnya. Aku mengangguk, mengiyakan. Kapan lagi tjoy Yuwan mau diajak minum, hahaha! Dan buat yang gak tau, sini aku jelasin, bar tuh di club juga ada, meja panjang yang menyajikan minuman, itu disebut bar. Dan yang gue maksud Bar sama Yuwan tuh tempat minum-minum cantik, kalau club kan pasti sejalan dengan music jedag-jedug, kalau Bar lebih santai, malah kadang music yang diputer lebih ke blues, jazz, folk, gitu dehh. "Yaudah masak sana, aku laper." Kataku. "Busetdah, baru rebahan dikit Zach! Bentar nape! Lagian gak ada bahan masak." Katanya. "Yaudah belanja yuk?" Ajakku. "Mandi dulu deh yaa," Katanya, aku mengangguk. Ia bangkit, menuju lemarinya lalu masuk ke kamar mandi. Sekian puluh menit di kamar mandi, ia keluar. Sudah rapih. "Yu, dandan kek dikit." Kataku. "Kenapa emang? Kamu malu ya jalan sama babu?" Tanyanya. Astaga! Gak gitu kali! Ya Tuhan. Harus jawab apa aku? Maksud aku gak gitu, kenapa Yuwan nangkepnya gitu coba? "Kenapa kamu, diem gitu kaya ayam penyakitan?" Tanyanya. "Maksud aku gak gitu loh Yu!" Kataku. "Hahaha nanti aku dandan, pas ke bar. Biar kamu gak malu. Sekarang ke supermarket aja dulu." Katanya. "Asli bukan itu maksud aku." Kataku sambil mengambil sweater merah di gantungan. "Udah ayok!" Serunya. Aku berjalan keluar mengikutinya. Setelah sampai di bawah, langsung saja kami masuk ke mobil dan aku mengarahkan mobilku ke supermarket terdekat. "Mau makan apa?" Itu selalu yang ditanyakan olehnya saat kami tiba di supermarket. "Bikinin yang aneh, please!" Seruku. Ia tersenyum jahat melihatku. s**t, jangan sampe Yuwan punya niat buat racunin aku gara-gara aku banyak repotin dia akhir-akhir ini. Please, dont! Langsung saja Yuwan berjalan ke spot-spot sayur. Ngambil sayur dan labu dan jagung. Bahan lainnya, aku gak tahu dia ambil apa aja. "Yuk!" Ajakknya saat keranjang yang ia pegang sudah terisi setengahnya. "Segitu doang?" Tanyaku. Dia mengangguk. Lalu aku mengambil alih keranjang yang ia bawa. Aku tahu dia kuat, tapi kaya gak ada gunanya aja aku jadi cowok kalau barang ginian aja dia yang bawa. "Kenapa dah?!" Serunya saat aku berjalan mendahuluinya ke kasir. "Gak apa-apa, biar aku aja yang bawa." Sahutku. Kami mengantri, dan saat giliranku aku mengeluarkan barang-barang yang dia beli. Setelah selesai, aku membawa jinjingan ini ke parkiran. Yuwan hanya membuntutiku di belakang. "Ayo masak!" Seruku saat kami sudah tiba di tempatnya. "Kamu mau bantuin?" Tanyanya. "Gak deh, aku ngarep makanan enak soalnya bukan makanan gagal." Jawabku. Hahaha iya, aku payah kalau urusan dapur. Yuwan tertawa mendengarku, aku suka tawanya. Enakkk gitu didengernya. Aku duduk di tempat biasa sementara Yuwan sudah sibuk dengan kerjaannya. Kayanya kalau aku pindah ke New York, aku harus ngasih dia sesuatu, sebagai tanda terima kasih sudah bersedia jadi temanku dan menampungku di sini. Aku mengamati Yuwan yang memasak dengan cekatan, dia itu kaya malaikat deh. Cantik, baik, pinter, serba bisa dan super damn hot! s**t. "Yu?" "Hem?" "Kamu gak apa-apa nanti sendiri, pasti sepi ya kalau gak ada aku di sini." Kataku. Dia terdengar tertawa, lalu menatapku dalam. "PD banget, Mas." Sahutnya. "Pasti kamu kangen aku repotin kan?" Ledekku. "Aku malah tenang. Kasurku jadi lega." Katanya. "Kampret!" Seruku. Dan ia pun tertawa lagi, duhhhh seneng banget denger suara ketawanya. Hampir satu jam kemudian masakan jadi, dia memberiku semangkok bubur aneh, sumpah ini aneh. "Apaan nih?" Tanyaku. Karena ini bentukannya kaya makanan yang udah dicerna di perut gitu. Ada bayem, labu, jagung dan ayam bersatu. Ini apa?? "Bubur manado, norak lo!" Serunya. Ia sudah duduk dan memakan makanannya lahap. Melihat cara makannya yang kaya gitu, aku jadi penasaran. Kusendok sedikit bubur aneh ini dan menyuapnya ke mulutku. Damn! Enak! Kampret! Ini enak banget! Gue ketipu tampilan. Hahahaha bego ih!!! Aku langsung menyendok banyak-banyak dan memakannya. Asli enak, serat-serat dari bayem dan ayam bikin makan bubur ini perlu di kunyah, sementara yang lainnya sudah meluncur ke lambung dan menghangatkan. Ahhhh, qusyukasekali. Fvck nape gue jadi alay dah. "Ada lagi gak?" Tanyaku. "Mau nambah, Zach?" Aku mengangguk. Yuwan mengambil mangkokku dan berjalan menuju dapur kecilnya, lalu kembali dengan mangkok penuh yang sedikit berasap. Duhhhhhhh~ Aku memakannya pelan-pelan. Menikmati sesendok demi sesendok bubur yang masuk melalui kerongkonganku. "Aku udah, aku dandan dikit deh biar kamu gak malu." Katanya. "It's not what I mean, Yuwan! You know that!" Seruku. Aku menyelesaikan makananku, lalu ke kamar mandi untuk mencuci mukaku dan mengganti sweater yang kupakai dengan kaus santai. Begitu keluar, aku terpana melihat Yuwan. Kan, dia tuh cantik banget. Apa aku bilang! Gak dandan aja cantik, apalagi dandan. Bangun tidur aja cantik. Super banget kan ini anak. "Ayok! Kenapa bengong gitu dah?!" Serunya. "Malem ini kayanya aku harus super jagain kamu deh, kamu cantik banget. Bisa-bisa semua cowok yang ada di sana rebutan pengen traktir kamu minum." Kataku. "Gombalan ece-ece kamu itu gak berlaku buat aku, Zach." Sahutnya. "Aku gak ngegombal, kampret!" Seruku, langsung saja aku berjalan keluar. Aku menuju bar yang pernah kudatangi bersama anak-anak di kantor Papa. Tempatnya enak soalnya, dan muterin musik-musik blues gitu, kan bikin betah. Sesampainya di bar, aku keluar dan menunggu Yuwan, ia berjalan ke arahku dan aku langsung menggandeng tangannya. "Apaan dah!" Serunya berusaha melepas genggamanku. "Udah ah!" Seruku, mempertahankan lengannya. "Mau minum apaan?" Tanyaku saat kami duduk di sofa. "Yabentar, liat menunya dulu." Jawabnya. Aku mengangguk. Lalu seorang waiters menghampiri kami, memberi menu dan mencatat pesanan kami, lalu pergi. "Kok kamu pesen yang keras sih?" Tanyaku. "Aku gak gampang mabuk, santai." Jawabnya. Aku mengangguk. Baguslah, biarin aja dia minum yang kadar alkoholnya tinggi. Kan kalau mabok aku yang untung, kali aja dia cerita semua rahasianya. ** Aku terbangun, kepalaku pening. Sumpah ini kenapa dah? Aku membuka mataku dan menengok ke samping, ada bidadari di sampingku. "Aku mabuk ya?" Tanyaku. Ia tersenyum. God, bisa gak sih aku sama dia ngapa-ngapain sekarang? Udah terlalu lama aku nahan. s**t! Masa di kamar mandi mulu? Aku menarik nafasku, mencoba menenangkan diri. Lalu, Yuwan turun dari kasur dan kembali dengan segelas air. "Nih minum, semalem kamu mabok parah banget. Sampe muntah-muntah." Katanya. "Seriusan?" Tanyaku. Dia mengangguk. "Sorry ya, aku gantiin kamu baju. Abis baju kamu kotor." Katanya. Aku membuka selimut, dan benar saja. Aku sudah berganti kaus dan sudah tidak memakai celana jeans. "Gak apa-apa Yu. Makasih ya, maaf banget banyak repotin kamu." Kataku. Dia mengangguk. "Laper?" Tanyanya. "Banget!" Kataku. "Bentar ya, aku bikin roti bakar." Aku mengangguk. Kepalaku masih pusing, kuteguk saja air yang tadi diberikan Yuwan. Enak ya kalau gini, ada orang yang ngurusin. Ada orang yang merhatiin. Apa aku pacarin Yuwan aja? Kan kali aja kalau pacaran bisa ngapa-ngapain sama dia. Ya, kan? Tapi, udah lah gak bakal mungkin. Lusa aku udah pulang ke New York, gak usah mimpi Zac. Aku bakal memulai lagi hidup dalam kekosongan di sana. Lagian, masih banyak kok cewek-cewek yang mau kuajak tidur, hehehe! Tak berapa lama Yuwan kembali dengan sepiring roti dan segelas s**u putih. Ia meletakkan s**u di atas meja kecil di samping kasur dan menyerahkan roti padaku. "Itu dulu aja yaa buat ganjel." Katanya dan aku mengangguk. "Yu, makasih ya buat semua ini." Kataku. "Gak apa-apa, aku seneng punya temen. Setelah sekian lama sendiri, kamu bikin aku jadi manusia lagi dan mau temenan sama orang lain." Katanya. Aku menatapnya, jadi dia udah anggep aku temen nih sekarang? Syukurlah. Aku mengembangkan senyumku dan ia membalas senyumanku. Manis sekali. ** "Jagain mobil aku!" Kataku. "Mobil kamu bakal jadi bangke nanti di depan kostan." Katanya. "Kalau kamu gak mau pake, nih simpen di parkiran apartment aku. Ini kunci apartmentku. Kamu mau tinggal di situ juga boleh." Kataku memberikannya kunci apartment dan kunci mobilku. "Aku taro mobil ini di parkirannya, tapi aku gak bakal nyentuh apart kamu." Katanya. Aku tersenyum. Lalu maju selangkah dan memeluknya, pelukan perpisahan. "Thank you Yuwan. Makasih pokoknya." Kataku. Ia menepuk punggungku dua kali, lalu melepas pelukan ini. Aku menatapnya dalam, bakal sekangen apa aku sana anak aneh ini. Anak yang manis tapi sadis. Anak yang asik tapi kaku, anak yang cantik tapi judes. Ah ini anak banyak rasanya banget sih, kaya nano-nano. Aku masih memegang kedua bahunya. Entah apakah di New York nanti aku akan tetep kuat tanpa kedua bahu ini yang biasanya jadi sandaranku. Aku akan memulai semuanya dari awal lagi, menikmati kekosongan lagi. Aku agak gak rela sih jauh dari si cewek sejuta rasa ini. Tanpa pikir panjang, aku membungkukan diri dan langsung saja menempelkan bibirku di bibirnya. s**t! Lembut banget, aku mengecup bibirnya tiga kali sebelum melumat bibir bawahnya pelan. Gak ada penolakan sama sekali. Good! "Udah!" Serunya mendorongku saat aku akan melakukan ciuman yang lebih dalam. "Sorry, I just think it's now or never. Thank you Yuwan." Kataku. "Ini bandara, and you just stole my first kiss, Zach! Thief!" Serunya. What? Dia bilang apaan barusan? First kiss? Dia belum pernah ciuman sebelumnya? Gosh! Ke mana aja dia selama ini? "Sorry." Kataku lagi. "Kamu ngerusak mimpi aku tentang dapet first kiss yang romantis tau gak!" Serunya. "Sorry!" Kataku untuk kesekian kali sambil tersenyum. Lucu juga, cewek-cewek emang kaya gitu ya? Ngarepin ciuman pertama di tempat yang romantis atau apapun lah itu! Percayalah, kita para cowok gak terlalu perduli akan hal itu. "Sana pergi lo!" Usirnya. "Iya iya, sampe ketemu lagi. Main-main ke New York!" Seruku sambil melambai. Ia terlihat tertawa, lalu berbalik menuju parkiran. Sedangkan aku masuk ke ruang tunggu. Oke, Zach. Mulai lagi ya, kerja lagi, sibuk lagi, sesibuk mungkin kalau bisa, jadi perasaan kosong itu gak punya kesempatan untuk muncul ke permukaan. *** TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN