Nika sudah duduk dengan manis di kursinya, tak lama kemudian muncul lah Jack yang turut duduk di sana sembari memperbaiki kerahnya kecil.
Silvia menatap anak dan calon menantunya dengan tatapan gembira.
“Kalian kok barengan? Tadi habis bincang-bincang ya?” tanyanya.
Nika yang tadinya hendak meraih sendok untuk menyuapkan nasi ke mulut pun harus terhenti gerakannya.
“Ya, Ma. Aku sempat berbincang-bincang dengan calon istriku.” Jawab Jack dengan senyuman amat manis, ia melirik ke arah Nika dengan pandangan penuh kekaguman.
“Benarkah begitu, Nak?” Kini gentian Hanah yang bertanya pada putrinya.
Lidah Nika kelu, ingin menyangkalnya tapi tidak enak dengan Silvia dan Lewis.
Akhirnya mau tak mau, suka tak suka ia pun menganggukkan kepala.
“Ya, Bu.”
Silvia semakin senang mendengarnya, ia pikir Nika akan susah membuka hati untuk Jack.
“Jadi, kalian sudah merencanakan waktu pernikahan?” Tanya Silvia lagi.
Ekspresi wajah Nika langsung menegang seketika, kenapa Silvia membahas ini. Hubungannya dengan Jack masih abu-abu, ia sendiri tidak tahu harus menerimanya atu tidak.
Jack berdehem kecil, ia akan mengambil alih pembicaraan.
“Begini Ma, untuk masalah pernikahan, kami belum membahasnya sampai sejauh itu. Lagipula aku dan Nika baru bertemu hari ini, kita belum saling tahu sifat masing-masing. Ya kan, Nik?”
“Iya benar.” Jawab Nika dengan cepat.
Silvia agak kecewa, tapi ia berusaha memaklumi.
“Baiklah kalau begitu, yang penting kalian sudah menerima perjodohan ini, mengenai tanggal pernikahannya bisa diatur.”
Nika meringis kecil, bisa-bisanya Jack tidak membahas penolakannya tadi. Ia tidak mau menikah dengan Jack, entah kesalahan apa yang sudah ia lakukan di masa lalu.
Menikah dengan pembalap MotoRace? Ini seperti bualan semata.
Jujur saja Nika sesekali pernah membaca berita mengenai kisah para pembalap yang sering berselingkuh dengan para model ataupun umbrella girl-nya.
Nika tidak mau makan hati. Mungkin saja Jack memiliki hubungan gelap dengan umbrella girl atau parahnya lagi mereka pernah melakukan hal yang lebih.
Pikiran Nika sudah dipenuhi oleh hal-hal negatif, ia menatap Jack dengan bergidik ngeri.
Jack yang bisa menangkap arti raut ekspresi Nika pun sedang berpikir, entah pikiran buruk apa yang sedang Nika pikirkan mengenai dirinya.
“Om dan Tante, saya sudah mengetahui Nika sejak dia masih kecil. Kakek sering menceritakan tentang anak Anda pada saya, bahkan saya pun masih mempunyai foto masa kecil Nika. Kakek selalu mengatakan kalau saya dan cucu sahabatnya harus bersama-sama kelak di masa depan meski saat itu kami masih belum saling mengenal secara langsung, sekarang saya mengerti arti ucapan kakek. Kakek ingin agar saya dan Nika menikah, dan saya juga dengan tulus menyukai Nika sejak mendengar namanya dari kakek untuk pertama kalinya. Saya yakin, pilihan kakek adalah yang terbaik serta takkan pernah salah.” Jack berkata dengan tenang, ia sedang berhadapan dengan calon mertuanya.
Heri dan Hanah mendengar ucapan Jack dengan jelas, bisa dilihat jika Jack tidak main-main dengan ucapannya. Ada ketulusan, kejujuran serta keberanian yang mendalam di diri Jack Roshel.
“Saya seorang pembalap motor, orang-orang yang awam pasti akan menganggap jika profesi saya ini adalah profesi yang keras, kejam dan sulit ditaklukkan. Ya, saya memang kejam dan keras saat di lintasan, tapi untuk masalah perasaan, saya akan mencintai serta menjaga anak Anda dengan sepenuh jiwa.” Jack sendiri tidak pernah merangkai kalimat ini sebelumnya, perkataannya ini adalah gerak refleks yang ada dalam hatinya.
Jack tulus mengatakannya, ia benar-benar ingin melindungi calon istrinya, membina rumah tangga yang bahagia dan memiliki keluarga yang damai.
Hanah dan Heri bisa melihat ketulusan itu, sedikitnya mereka mempercayai Jack untuk saat ini.
Nika tertegun mendengarnya, kenapa Jack terdengar begitu tulus?
Apakah Jack benar-benar mencintainya?
Hanya bermodal cerita dari sang kakek lalu foto masa kecil, lalu dengan mudahnya Jack langsung berani menyatakan perasaannya?
Jack menatap pada Nika, bisa ia lihat bahwa gadis itu sedang bimbang.
Jack merasa miris, Nika masih meragukan cintanya.
Katakana lah Jack b***k cinta. Ya, benar!
Jack sungguh-sungguh mencintai gadis itu meski belum pernah bertemu sebelumnya.
Lumono setiap hari selalu menceritakan tentang Nika dan terus mengulanginya sepanjang hari. Namun, anehnya Jack sama sekali tidak bosan-bosan mendengar cerita kakeknya, justru ia sangat antusias mendengar kisah dari seorang gadis bernama Nika Adlen.
Lewis dan Silvia juga tidak menyangka jika anaknya bisa berkata sebijak itu. Awalnya mereka pikir jika Jack akan menolak perjodohan, mengingat bahwa selama ini Jack tidak pernah memiliki kekasih sama sekali.
Namun, setelah Jack tahu siapa calon istrinya, justru ia paling semangat dan girang.
“Sebagai orangtua, kami hanya ingin yang terbaik bagi anak-anak. Nak Jack, jika kau mencintai anak kami, buatlah ia bahagia, jangan membuatnya menitikkan air mata meski hanya setetes. Mengenai kelanjutan perjodohan ini, kami sepenuhnya menyerahkan pilihan pada Nika. Ia yang menjalani rumah tangga, ia juga yang harus menentukan pilihan.” Heri menjawab dengan bijak.
Ia tak mau menekan Nika untuk setuju menikah ataupun memintanya untuk menolak perjodohan. Dua pilihan itu, hanya bisa ditentukan oleh orang yang melakoni rumah tangganya. Heri dan Hanah tidak mau ikut campur.
Jack mengangguk paham, ia yakin jika orangtua Nika adalah orang-orang bijak yang tidak mau mengganggu pilihan anaknya.
Kini semua keputusan ada di tangan gadis itu, entah penolakan atau penerimaan, Nika yang bisa memilihnya.
“Bagaimana denganmu?” Jack bertanya pada Nika, tatapannya lurus ke depan menunggu jawaban gadis itu.
Kaki dan tangan Nika gemetar, semua orang kini memandangnya dengan tatapan penasaran.
Ia bingung, di satu sisi ia tersentuh dengan ucapan Jack tadi, tapi di sisi lain ia masih meragukan Jack.
Kepalanya berdenyut nyeri, ada perasaan tertekan yang sedang ia lakoni.
Jantungnya berdegup dengan kencang, napasnya memburu tersengal-sengal, telapak tangannya juga dingin.
Ini sering terjadi jika Nika dalam keadaan bingung dan terdesak.
Jack diam-diam selalu mengamati gadis itu. Nika tampak masih ragu-ragu, Jack paham dengan perasaan Nika.
Jika bukan karenanya yang menubruk gadis itu hingga jatuh dan parahnya lagi tidak menolong, pasti semua ini tidak akan terjadi. Nika tidak mungkin bingung dalam mengambil pilihan, Nika juga tidak akan ragu untuk menerimanya menjadi suami.
Jack menyalahkan diri sendiri, ini semua karena ulahnya yang mudah terpancing emosi.
Akibatnya, ia harus menuai apa yang ditanam.
“Seperti yang sudah saya katakan sebelumnya, saya dan Jack baru saja bertemu hari ini. Jika diminta untuk menerima atau menolak, saya belum bisa memberi jawaban.” Setelah berkata demikian, Nika menunduk sambil menautkan jari-jarinya.
“Selagi kau memantapkan pilihan, bisakah kau memberikan ku kesempatan untuk dekat denganmu?” Tanya Jack, ia masih berusaha untuk mendekati Nika dan mengambil hatinya.
Kepala Nika menoleh, ia langsung bertatapan dengan Jack. Dari tatapannya saja, Jack terlihat serius.
Apakah ia harus memberikan Jack kesempatan?
Jika Nika berkata tidak, maka akan menambah masalah lain. Mereka tidak tahu jika antara Nika dan Jack memiliki permasalahan sebelumnya, dan Nika pun tak mau jika masalah ini diketahui para orangtua. Biarlah ia yang memendam sendiri, Jack juga sudah merasa bersalah akibat perbuatannya itu.
“Ya.” Balas Nika, ia hanya bisa mengiyakan saja.
Jack menyunggingkan senyum lebar, ada harapan untuknya memenangkan hati seorang Nika Adlen.
Nika melihat senyuman Jack yang menawan, ia ikut tehipnotis, tanpa sadar ia memuji Jack.
Tidak ada salahnya bukan memberi pria itu kesempatan membuktikan ucapannya?
“Aku akan menggunakan kesempatan ini sebaik-baiknya. Percaya padaku, aku akan selalu ada untukmu.” Jack berbunga-bunga, hatinya terasa lega seolah beban berat di pundak langsung mengabur.
Semua orang yang ada di sana turut bernapas lega. Silvia bertepuk tangan kecil karena akhirnya gadis itu mau memberikan Jack kesempatan membuktikan diri.
“Syukurlah, kalian baik-baik ya. Yang namanya orang baru kenal memang pasti merasa asing, tapi seiring berjalannya waktu jika kalian selalu bersama maka akan terbiasa.” Lanjut Silvia. Ini permulaan yang bagus, setidaknya ada pergerakan pada hubungan Jack dan Nika.
Nika tersenyum kaku, mulai sekarang ia harus membiasakan diri berada dekat dengan sosok Jack Roshel.
“Baiklah kalau begitu, Nika dan Jack silahkan dinikmati hidangannya, hanya kalian yang belum menyentuh makanan sedikit pun.”
Memang benar, Nika dan Jack belum menyantap makanan sama sekali. Akhirnya keduanya pun melanjutkan santapannya, sedangkan para orangtua saling bebincang-bincang hangat.