14 - Jack & Nika

2200 Kata
Nika menatap pantulan dirinya di cermin, wajah manisnya sudah terpoles oleh make-up sederhana. Lipstick berwarna nude, bedak tabur serta sedikit pemerah pipi. Tangannya meletakkan sisir di nakas dengan gemetar, malam ini ia akan dipertemukan dengan calon suaminya, menyatukan dua keluarga. Ia bahkan belum tahu bagaimana rupa calon suaminya, siapa namanya dan apa sifatnya. Beberapa kali ia mengambil napas dalam-dalam lalu membuangnya, jantungnya berdegup dengan tidak karuan. Jujur saja, ia merasa tertekan luar biasa. Di satu sisi, mendiang kakeknya memiliki wasiat perjodohan dengan sahabatnya, lalu juga pihak laki-laki memintanya untuk menyetujui pernikahan tersebut. Ia baru saja merayakan ulang tahun ke 21 sekitar dua bulan lalu, sama sekali tidak ada niat untuk menikah di usia seperti ini. Bagaimana mungkin secara tiba-tiba ada orang yang datang untuk meminangnya. Menolak pun ia tidak bisa. Nika sangat menyayangi mendiang kakeknya, bahkan Nika kecil lebih dekat dengan sang kakek daripada orangtuanya sendiri. Di surat wasiat itu juga ada cap jempol, tulisan tangan, serta tanda tangan kakeknya. Nika merasa bahwa pilihan kakeknya pasti yang terbaik, hanya saja ia belum siap berumah tangga. Ia ingin bebas, bermain bersama temannya dan menjelajah alam untuk koleksi fotografinya. Nika tidak bisa membayangkan jika suaminya kelak selalu mengekangnya, melarangnya mengeksplor dunia dan menyuruhnya untuk tetap tinggal di rumah. Belum lagi kuliahnya, ia belum menyelesaikan ke titik akhir. Semalaman ia tidak bisa tidur karena memikirkan hal ini, bahkan jika diperhatikan dari dekat, ada bulatan kehitaman di sekitar matanya, ini karena ia tidur terlambat semalam. Di saat ia sedang memikirkan nasibnya, pintu kamar gadis itu terbuka, memperlihatkan sosok wanita paruh baya yang cantik menggunakan dress lengan panjang. Hanah mendekati sang putri, ia bisa merasakan jika anaknya tidak menginginkan perjodohan ini. Ia pun sama, tapi pihak Silvia terus mendesaknya untuk mengabulkan mimpi mendiang sang ayah. “Nak, Ibu paham jika kau tidak menginginkan perjodohan ini. Sebagai orantua, Ibu juga tidak mau menyerahkan putri semata wayang pada orang yang belum pernah kita temui.” Hanah menatap wajah anaknya dengan nanar, Nika menghela napas pelan, ia menggenggam tangan Hanah dengan lembut, ada senyuman manis terbit dari bibir itu. “Ibu jangan khawatir, ini demi kakek. Ibu tahu sendiri jika pilihan kakek tidak pernah meleset, kakek ingin melihatku hidup dengan bahagia.” Balasnya. Meski pahit, Nika akan melakukannya. Hanah terisak pelan, mendengar perkataan putrinya tidak membuatnya tenang, justru Hanah sedih. “Seharusnya kau tidak perlu melakukannya, kakekmu pasti sudah bahagia di sana tanpa menikahkanmu dengan anak Silvia. Ibu akan mendukungmu jika nantinya kau menolak perjodohan ini, Ibu dan Ayahmnu akan membantu.” Hanah sudah membicarakan ini pada suaminya, Heri juga tidak setuju jika anaknya dipaksa menikah. Mereka orangtua dengan pemikiran modern, tidak akan memaksa sang anak jika bukan kesukaannya sendiri. “Kita lihat nanti ya, Bu. Lagipula kita belum menemui calon suami Nika, semoga saja pandangan kita bisa mengubah semuanya.” Hanah mengangguk pelan, keduanya pun berpelukan singkat, menghantarkan perasaan kasih sayang dari seorang ibu pada anak gadisnya. *** Di sebuah restoran mewah dengan gaya vintage, ada sebuah meja VVIP yang telah dipesan. Ada enam meja yang ada di sana, berbentuk melingkar sempurna. Para pelayan silih berganti membawa baki makanan untuk disajikan pada tamu istimewanya. Nika yang memakai dress panjang sudah duduk manis ditempatnya, ia merasa gugup setengah mati, tapi kegugupan itu bisa ia sembunyikan dengan baik. Silvia dan Lewis menyiapkan acara ini dengan sepenuh hati, mereka memesan tempat ini dengan mahal. “Kau sangat cantik.” Silvia memuji penampilan calon menantunya. Tidak bisa dipungkiri, gadis itu memang cantik dan menawan. Nika tersenyum kaku, ia tidak tahu harus berkata apa. “Ouh, ada di mana putramu?” Hanah mengambil alih pembicaraan, sengaja menjauhkan putrinya dari obrolan tidak nyaman. “Dia masih di jalan, tadi ada keperluan bersama asistennya.” Jawab Silvia, wanita itu memakai pemerah bibir amat merona, rambutnya digerai dengan indah. Sementara Lewis, pria paruh baya itu memakai kemeja putih dan kemeja rapi berwarna abu-abu. Kedua tangan Nika berada di bawah, tertumpu pada paha. Matanya meneliti ke sekitar, memperhatikan lalu lalang pelayan yang terus menyiapkan hidangan di depannya. Jika dilihat-lihat, keluarga Silvia ini termasuk golongan orang berada, mungkin Nika ada di level bawahnya. “Duh, Jack belum sampai juga.” Silvia agak menggerutu kecil, ia tidak enak dengan tamunya yang harus disuruh menunggu. Telinga Nika yang masih normal langsung awas, tunggu dulu—Jack? Kenapa ia akhir-akhir ini selalu terngiang-ngiang nama itu. Ia menggelengkan kepala pelan, nama Jack ada ribuan bahkan jutaan di muka bumi ini. Oke, positive thinking! Makanan sudah terhidang secara keseluruhan, bisa dilihat jika menu-menunya juga sangat mewah dan super ramai. Tinggal menunggu calon suaminya datang. Calon suami? Ahh, rasanya menggelikan. Tak lama kemudian, pintu ruangan ini dibuka oleh seseorang dari luar. Otomatis mereka semua langsung mengalihkan perhatian ke sana. Muncul lah seorang pria bertubuh tegap dengan stelan kemeja dan jas hitamnya, rambutnya disisir dengan rapi, aroma parfumnya juga langsung memenuhi ruangan tersebut. Pria itu berjalan memasuki ruangan dengan tenang, matanya bergerak-gerak mencari satu objek. “Jack! Akhirnya kau datang juga.” Silvia langsung menyambut kedatangan sang anak dengan heboh, bahkan sampai berdiri dari duduknya. Jack dituntun untuk duduk di kursi yang telah dipersiapkan, matanya sedang menatap fokus pada satu titik. Nika melihat pria itu dengan detail, mengingat-ingat kembali siapa pemilik wajah itu. DEG! Tidak salah lagi, pria didepannya ini adalah Jack Roshel, pembalap MotoRace yang sombong dan arogan itu. Tubuh Nika langsung membeku ditempat, bibirnya sedikit terbuka saking kagetnya. Bagai disiram air es yang dingin, ia benar-benar kaku dan susah untuk bergerak seinci pun. Di antara jutaan pria-pria di muka bumi ini, kenapa harus Jack Roshel calon suaminya? Jack terus memandangi Nika dengan tatapan tenangnya, ia bisa melihat keterkejutan dari gadis itu. Jack sedikit gugup sebenarnya, ia takut penolakan Nika. Diam-diam Jack juga mengamati wajah gadis itu, garis rahang serta mata indah miliknya mampu mengingatkan Jack pada foto masa kecil Nika yang sangat menggemaskan. Gadis didepannya ini benar-benar orang yang ia rindukan, orang yang ia inginkan sejak kecil dulu. Jack mengukir senyum kecil, hal itu bisa ditangkap oleh Nika. Tapi gadis itu sama sekali tidak mempedulikan senyuman Jack, justru ia membuang pandangan ketika pintu kembali terbuka. Zenseva masuk ke dalam, senyuman Jack langsung luntur ketika diabaikan oleh gadisnya. Rasanya sakit sekali! Nika juga ingat wajah Zenseva, itu adalah temannya Jack. Entah sebuah kesialan apa ini, kenapa ia dipertemukan dengan orang-orang ini. Nika rasanya ingin menangis saja, Jack Roshel adalah salah satu kandidat orang yang perlu dijauhinya. “Maaf telah mengganggu waktu kalian, saya ingin memberikan barang Boss yang tertinggal.” Ujar Zenseva, ia mendekati Jack dan memberikan sebuah kotak pada majikannya. Mata Jack langsung membulat seketika, bisa-bisanya ia melupakan ini. “Terimakasih.” Jack berujar. “Baik, Boss. Permisi.” Zenseva pamit undur diri setelahnya. Jack menghela napas kasar, kembali ia menatap Nika yang berada tepat diseberangnya. Nika mengamati Zenseva hingga punggung itu menghilang ditelan pintu. Sungguh, ini adalah sebuah kesialan. “Nah, ini adalah Jack, putra kami satu-satunya. Dan Jack, ini adalah calon istrimu, kami sengaja mengajak kalian saling bertemu di sini agar saling mengenal.” Silvia berujar memperkenalkan anaknya. “Kalian bisa saling berkenalan sendiri agar lebih dekat.” Tawar Silvia. Nika menjerit tidak setuju, tapi dengan sengaja Jack mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Nika. Untuk sejenak Nika tertegun, haruskah ia menerima jabat tangan Jack? “Nak?” Heri memanggil anaknya, menyadarkan Nika dari lamumannya. Nika refleks menerima uluran tangan Jack, kulit keduanya saling bertemu. Saat itu pula Jack langsung merasakan debaran lagi dan lagi, debaran yang sama seperti sebelumnya. “Jack Roshel, calon suamimu.” Jack dengan gamblang langsung berkata dengan percaya diri. “Nika Adlen.” Nika hanya bergumam singkat. Ingin melepaskan tautan tangan keduanya, tapi Jack sepertinya masih belum rela terlepas dari tangan mulus Nika. Nika melirik tangannya yang masih dijabat, lalu bergerak menatap Jack. Jack senang karena ia bisa menemukan Nika, satu hal yang perlu ia lakukan adalah memperbaiki kesalahannya. Akhirnya tangan dua orang itu terlepas, Nika buru-buru menariknya. Tangannya gemetar, ia menyembunyikannya lagi. Perasaan ini, perasaan aneh. Jack tidak pernah memutuskan pandangannya pada Nika, ia sudah terhipnotis dengan Nika. Silvia dan yang lainnya bisa melihat bagaimana ekspresi Jack yang ditujukan oleh Nika, penuh cinta. “Seperti yang sudah dibicarakan sebelumnya, menurut wasiat dari kakek kalian berdua, mereka telah menjodohkan cucu-cucunya. Untuk Jack, apa kau bersedia?” Silvia membuka obrolan. “Ya, aku menerimanya sebagai istriku.” Jawab Jack dengan tegas, tatapannya amat penuh keyakinan. Hanah dan Heri juga mengerti, ada tatapan memuja dari sosok Jack pada putrinya. Nika mendongak cepat, kenapa Jack langsung bersedia begitu saja? “Lalu, Nika?” tanya Silvia, kini tatapannya sudah menoleh pada Nika sepenuhnya. Semua orang yang ada di sana juga menatapnya, ia gelagapan. Terlebih lagi Jack, ia sangat berharap jika Nika mau menjadi istrinya. Jack berjanji akan meminta maaf, memperbaiki kesalahan dan akan menjadi suami yang baik bagi gadis itu. “A-aku…” Suara Nika tercekat, ia bingung ingin mengatakan apa. “Aku belum tahu.” Lanjutnya. Suasana di sana langsung hening seketika. Heri dan Hanah saling berpandangan, mereka akan pasang badan jika Nika menolak perjodohan ini, mereka akan mendukung pilihan sang anak. Ada tatapan kekecewaan dalam mata Jack. Silvia terkekeh kecil untuk mencairkan suasana. “Tidak apa-apa jika Nika belum memutuskan, kalian baru kenal. Perlu pendekatan dan saling memahami dulu,” Nika bisa selamat kali ini, tapi tidak dengan lain kali. “Silahkan dinikmati makanannya, jangan tegang Sayang. Rileks, di sini kita adalah keluarga.” Silvia berujar pada Nika. Gadis itu tersenyum kaku. Rasanya tenaga Nika langsung habis tak bersisa di sini. Ia pun izin ke toilet sebentar, tanpa ia sadari Jack mengikutinya dari belakang. Nika sudah keluar dari ruangan VVIP, ia menolehkan kepala kiri dan kanan mencari jalan menuju toilet. Ada gambar toilet di sisi kiri jalan, ia pun mengikuti arah jalan itu. Benar saja, di sana ada toilet perempuan, segera ia masuk ke sana untuk membasuh muka. Nika berdiri di depan cermin besar, wajahnya sudah basah oleh air, ia tak mempedulikan jika bedaknya luntur. Biar lah ia terlihat jelek, bisa saja Jack akan menolak perjodohan ini jika melihat wajah aslinya tanpa make-up. Ia menepuk-nepuk wajahnya, kenapa malam ini begitu melelahkan? Nika tidak tahu harus bagaimana, Jack Roshel yang menjadi calon suaminya ternyata adalah pembalap yang pernah membuatnya kesal. Nika tak tahu apa ia bisa menghabiskan waktu seumur hidup dengan tipe pria semacam itu. Nika mengambil napas dalam-dalam lalu membuangnya, ia harus mengambil keputusan secepatnya, tak mau membuat Silvia berharap banyak padanya. Ya, tekatnya sudah ada di depan mata, Nika menolak Jack. “Oke, kau bisa Nik.” Nika berbalik menuju pintu keluar toilet, di saat pintu terbuka ia dikagetkan dengan kemunculan seseorang. “K-kau—“ Nika tak habis pikir, bisa-bisanya Jack berdiri di ambang pintu toilet perempuan. “Kenapa kau ada di sini, ini toilet perempuan.” Sentak Nika. Jack berdiri tepat di depan Nika, sedikit menundukkan kepala karena selisih tingginya dengan Nika cukup jauh. “Aku menunggumu di sini, lagipula ini adalah tempat VVIP. Hanya ada kita di sini.” Dengan nada tegas, Jack menekan setiap kata yang muncul dari bibirnya. Nika tersentak, benar apa yang dikatakan Jack. Lantai ruangan ini sudah sepenuhnya di booking oleh keluarga Roshel. Itu berarti jika Jack berlaku macam-macam, tidak ada orang yang tahu, sementara ruang makan cukup jauh jaraknya dari toilet. Nyali Nika menciut, ia sedikit bergeser, tapi Jack justru mengikuti gerakannya. Jack mengungkung tubuh Nika dengan kedua lengan kokohnya, Nika seperti anak kecil yang terperangkap. “Jangan takut, aku akan melindungimu.” Ucap Jack, ia masih menunduk memperhatikan wajah Nika. Nika pun sama, ia berusaha menunduk dalam-dalam agar tidak berpandangan dengan Jack. “Kau cantik, tahukah jika aku selalu mengharapkanmu segera datang padaku?” Jack mulai membuka obrolan. “Kakekku selalu bercerita tentangmu, mengatakan jika kau akan disandingkan denganku kelak. Bahkan, aku punya fotomu semasa kanak-kanak. Nika Adlen, aku menunggu kehadiranmu sejak lama, tanpa ku tahu jika kakek benar-benar menuliskan surat wasiat untuk mempersatukan kita.” Nika tidak menjawab, ia hanya bisa mendengarkan. Posisi mereka terlihat intim, Jack seolah menguasai dirinya. “Aku bahkan langsung mencintaimu dari cerita kakek, dari foto masa kecilmu.” Tubuh Nika menegang, apa Jack berkata jujur? Nika merasa ini tidak benar, tidak seharusnya ia berdekatan dengan amat intim dengan Jack. “T-tolong minggir.” Nika meminta agar tubuh kekar Jack tidak menghalanginya. Jack harus ekstra bersabar menghadapi Nika. “Jika kau membenciku karena kejadian di Suarez, aku benar-benar minta maaf. Aku tidak tahu jika itu adalah kau, silahkan kau membalasku. Pukulan, tendangan, tamparan? Atau bahkan jika kau ingin menjatuhkanku seperti yang ku lakukan padamu dulu, aku menerimanya.” Jack benar-benar menyesal atas insiden itu. Nika menggeleng, ia tidak menginginkan semuanya. "Aku tidak menginginkan semua itu, aku hanya ingin menolak perjodohan ini." tukasnya. Jack merasa harga dirinya tercoreng, ia menatap Nika dengan lekat-lekat. "Kenapa? Kakek kita sudah saling berjanji menjodohkan, kenapa kau menolaknya?" "Aku tidak menyukaimu." Nika memberanikan diri mendongakkan kepala, menatap Jack. "Aku akan membuatmu suka dan jatuh cinta padaku." Nika tersenyum kecil. "Tidak perlu, aku juga tidak mau menikah dengan pria arogan." Setelah mengatakan hal itu, Nika langsung melenggang pergi dengan cepat. Namun, ada rasa sakit dalam hatinya saat mengucapkan kalimat menyakitkan tersebut. Jack melihat kepergian Nika. Ia mencoba untuk besabar, tidak boleh terpancing emosi menghadapi gadisnya. "Seberapa banyak penolakanmu, sejauh apa kau pergi. Aku akan mendapatkanmu, Calon istriku." Jack sudah penuh akan keyakinan, dan ia harus bisa meluluhkan calon istrinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN