Sudah kesekian kali Jovanka menjalin hubungan dengan seorang pemuda tapi sayang, tak kunjung ada yang bisa menjadi belahan hati yang sesungguhnya.
Ia sudah berkencan dengan berbagai jenis lelaki. Dari yang tampan, tajir, pelit, tukang selingkuh, tukang sange'an, dan lain sebagainya. Namun tak ada yang bisa mengerti dirinya. Hanya satu yang kini ada di dalam benak Jovanka, Tristan.
Yah! Hanya pemuda itu yang bisa mengerti dirinya, mencintainya setulus hati. Tapi sayangnya, tak ada lelaki yang seperti dia. Tak ada lelaki tampan yang baik hati, sebagian besar lelaki tampan berujung gila, otak mereka kotor. Mereka penjajah kelamin. Dan Jovanka benci akan hal itu.
Hingga suatu hari, ia bertemu dengan sosok lelaki. Dia jauh dari kata tampan. Jauh dari kata keren. Bahkan cara berpakaiannya pun terkesan norak. Tapi dia bekerja di sebuah Bank ternama di kota itu.
Jovanka sebenarnya malas berhubungan dengan sosok itu. Mengingat jika lelaki itu jelek. Pasti ia akan menjadi bulan-bulanan di tempat kerjanya. Hah! Seorang Jovanka mempunyai cowok jelek. Sudah turun level seleranya? Oh no! Jovanka pusing memikirkannya.
Di tambah lagi, semua cewek seumurannya di kampung sudah pada menikah. Hanya dirinya saja yang tersisa. Tapi mau bagaimana lagi, ia belum menemukan cowok yang cocok dengan keinginannya.
Seperti saat ini, orang tuanya bahkan selalu menanyakan perihal kapan menikah? Semua orang sudah pada menikah dan punya cucu.
Oh Tuhan, ingin rasanya Jovanka tenggelam di dasar lautan. Bagiamana ia bisa menikah, jika jodoh saja belum ada. Atau mungkin karena dirinya selalu memikirkan Tristan? Padahal sudah genap dua tahun mereka berpisah dan tak lagi berhubungan. Tapi kenapa pemuda itu masih saja memenuhi otak Jovanka?.
"Apa gue harus pacaran ama Dani aja ya? Gua coba nerima dia. Gue bosen pacaran ama yang ganteng. Tar ujung-ujungnya mereka ngajakin gituan. Emangnya pacaran harus kek gitu? Pacaran model apa yang kek gitu?" gerutu hati Jovanka.
Hingga tiba-tiba sosok yang ia batin kini datang di hadapannya.
"Jovanka. Keluar yuk! Beli kue." ajaknya, yang mana sosok itu kini sudah nangkring di atas motor bututnya.
Jovanka ingin menjedotkan kepalanya dengan dinding saat ini juga. Bagaimana bisa ia naik motor bebek. Gadis secantik dan seelegan Jovanka harus naik motor bebek? Apa kata dunia?. Jiwa Jovanka menangis.
"Gue lagi males. Kapan-kapan aja ya ...," tolaknya halus.
Namun pemuda itu malah memasang tampang sok imut. Ih, Jovanka semakin ilfil. Apa tuh cowok nggak mikir, nggak nyadar gitu kalau dia jelek.
"Bentar. Gue ganti baju dulu." ucap gadis itu kemudian.
Sosok pemuda di luar sana tersenyum. Ia mengambil sebuah botol kecil dari kantung celananya. Seperti parfum, tapi entah farfum apa.
"Kamu bakalan nggak bisa nolak aku Jov. Kamu bakal jatuh cinta dan cinta mati sama aku. Aku nggak akan lepasin kamu. Aku bakal lakuin segala cara. Buat dapetin kamu. Sekalipun aku harus meminta bantuan dukun." monolognya.
Tak berapa lama Jovanka keluar dari tempat tinggalnya.
"Gue dah siap!" selorohnya.
Jovanka menghirup aroma wangi dari pemuda di hadapannya. Ia terdiam, dan memandang wajah pemuda di hadapannya. Gadis itu tersenyum, sepertinya cowok ini manis juga. Jika dipandang dari dekat. Kenapa gue nggak nyadar dari dulu? Batin Jovanka.
Dengan percaya dirinya Jovanka menaiki motor butut cowok tersebut.
Mendudukkan b****g sintalnya dengan nyaman. Di jok belakang motor lelaki itu.
"Pegangan dong!" pinta cowok itu. Dan anehnya Jovanka nurut gitu aja. Tanpa ada penolakan sedikitpun.
Cowok itu menyunggingkan senyumnya. "Ternyata manjur juga tuh pelet." batin pemuda itu tertawa.
Kini mereka sudah sampai di sebuah toko roti.
Jovanka menuruni motor butut pemuda tersebut.
"Kamu tunggu di sini aja ya. Aku mau pesan roti Itali di dalam sana."
Jovanka hanya menurut, bagaikan hewan peliharaan.
Tak lama Dani datang dengan menenteng sejumlah plastik berisikan kue di tangan kanannya.
"Ini buat kamu." ucapnya seraya menyodorkan kantung plastik di tangan kanannya untuk Jovanka.
"Thank ya!" senyum Jovanka.
Mereka pun pergi dari tempat tersebut dan menuju ke salah satu taman.
Jovanka bingung harus berucap apa lagi. Pasalnya perasaannya sangat aneh. Terkadang ia suka dengan pemuda itu. Terkadang ia juga malas. Tapi setelah bertemu dengan sosok itu, hatinya kembali berbunga-bunga. Seolah otaknya dipenuhi oleh sosok pemuda itu. Membuat Jovanka semakin merasa gila.
"Jov. Kamu udah bisa nerima aku jadi pacar kamu apa belum? Ini udah dua Minggu loh aku nungguin kamu mikir. Jangan gantungin perasaan aku Jov. Aku serius sama kamu. Aku bakal beriin apapun yang kamu mau." tutur Dani.
Jovanka sedikit menimang pemikirannya.
Hingga satu hal yang tercetus di dalam otaknya.
"Iya. Gue mau jadi cewek elo."
Lelaki itu sudah bersorak gembira, akhirnya apa yang ia inginkan terwujud. Meskipun dia memakai cara kotor buat dapetin Jovanka. Ia tak peduli, jika suatu hari pelet nya sudah luntur, ia tinggal meminta bantuan si mbah dukun untuk melet cewek itu lagi. Pantang menyerah bagi Dani. Sebelum bisa nikahin Jovanka.
Gadis itu sangatlah cantik. Dan Dani harus memilikinya. Obsesi yang terlampau tinggi membuat lelaki itu hilang akal, menghalalkan segala cara demi bisa menikah dengan cewek tersebut.
"Makasih ya Jov. Sekarang kita pacaran. Aku seneng banget tau nggak?" tutur pemuda itu sembari menangkup punggung telapak tangan gadis di hadapannya.
Jovanka hanya mengangguk. Ia sendiri juga tak tau, kenapa bisa menerima tuh cowok. Padahal hatinya jelas-jelas tidak singkron dengan ucapannya.
Dani menemui Jovanka hampir setiap hari. Mengirimkan makanan untuk gadis itu setiap malam. Dah kek kurir gofood. Namun Jovanka udah seneng-seneng aja nerima makanan gratis, enak pula. Tuh cowok nggak pernah ngasih Jovanka namakan murahan. Dia selalu ngirim pizza, burger, sate, dan lainya. Tak tau saja jika pemuda itu sudah mencampurkan jampi-jampi ke dalam makanan gadis itu. Agar gadis tersebut jatuh cinta padanya.
Dan bodohnya Jovanka, mengabaikan pesan yang selalu terselip di pinggir makanan yang Dani kirim untuknya. Yang tertera.
"Jangan kasih siapa-siapa makanannya. Makan sendiri aja ya! Aku cuma mau kamu gemuk. Jadi jangan kasih siapapun. Awas aja kalau kamu kurus, tar aku cium loh."
Di balik perhatian yang Dani ucapakan, tersimpan segelintir maksud tersembunyi. Jika sampai makanan itu dibagi dengan orang lain. Otomatis orang lain itu juga akan tertarik pada Dani. Dan Dani tidak mau hal itu terjadi, harus Jovanka yang mencintai dirinya.
Setiap kali Jovanka bertemu dengan Dani. Hati cewek itu terasa meledak. Ingin tertawa dan bahagia. Ingin hidup selamanya dengan tuh cowok. Bahkan tak jarang gadis itu bermain ke rumah tuh cowok. Padahal dulu-dulu Jovanka tidak pernah mau. Dia tak ingin mengenal keluarga dari cowok-cowok nya. Dengan alasan nggak mau cepet nikah. Tapi beda dengan Dani, apapun yang cowok itu ucapkan. Jovanka langsung iya aja tanpa penolakan.
Seperti saat ini, Jovanka kembali diajak Dani ke rumahnya. Bertemu dengan orang tua pemuda tersebut.
Jovanka sudah bagaikan istri di rumah itu. Menyapu, masak, nyuci. Udah ia jalankan. Minus dengan hubungan intim.
Sudah satu Minggu, semenjak Jovanka datang ke rumah Dani. Pemuda itu tak lagi menemuinya. Namun Jovanka juga tak merindukan sosok itu. Aneh bukan? Ia akan merasa terngiang-ngiang pada wajah Dani, selepas bertemu. Tapi tidak untuk jangka lama. Pasalnya seminggu tak bertemu, Jovanka melupakan sosok Dani. Tak seperti ia mencintai pemuda lain pada umumnya. Terkesan cuek, masa bodoh. Jovanka terkadang sadar dengan apa yang terjadi pada dirinya. Kenapa dia bisa jatuh cinta banget pas ketemu ama tuh cowok. Tapi setelah lama tak jumpa rasanya perasaan itu juga sirna. Ada apa dengan Jovanka?.
Jovanka iseng memainkan ponselnya. Mengotak atik isi folder sss nya. Hingga kedua pasang bola matanya tertuju pada foto seorang pemuda dengan nama akun 'Tristan'.
"Ini beneran Tristan bukan sih?" gumamnya, seraya mengucek matanya. Jangan sampai ia salah orang. Foto tuh cowok mirip banget ama si Tristan mantan Jovanka. Cuma masa iya tuh cowok ganteng banget? Dah mirip artis Korea aja. Jika benar itu Tristan, Jovanka akan seneng banget bisa ketemu dia lagi. Meski dengan cara virtual.
Jovanka semakin dibuat penasaran dengan siapa sosok itu. Dengan cepat ia mengecek semua foto dari profil pemuda tersebut. Dan sesuai dengan dugaan Jovanka, dia adalah Tristan. Mantan pacarnya, yang sekarang udah glow up. Sesuai dengan cowok idaman Jovanka. Kek abang-abang Korea gitu.
"Gue DM aja kali ya? Tapi ada nomor telponnya. Apa gue comot aja ya?" bingung Jovanka, bertarung dengan hati. Entah mengapa jantungnya tiba-tiba berdetak kencang. Selayaknya ABG lagi ngerasain jatuh cinta. Ya emang ABG kan?.
Entah keberanian dari mana, Jovanka mengambil nomor yang tertera di sss pemuda tersebut.
"Gue telpon nggak ya?" gundahnya. Dengan segenap kekuatan, Jovanka mendial nomor Tristan.
Tersambung ...
Buru-buru Jovanka mematikan panggilan telphonenya. Hatinya semakin gemuruh, ia tersenyum bak orang gila. Memeluk erat ponselnya, dengan senyuman tercetak di bilahan bibirnya.
"Ih, gue malu banget. Gimana kalau Tristan telpon gue balik? Tar apa yang harus gue ucapin ama dia?" Jovanka bingung sendiri.
Sementara di negri sembrang.
Tristan sudah selesai dengan pekerjaannya. Ia mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja nakasnya. Melihat layar ponselnya tersebut seketika keningnya mengerut.
"Nomor Indo? Siapa ya?" gumamnya. Ia segera mendial nomor telepon tersebut. Takut-takut jika orang rumah menghubungi.
Jovanka yang memeluk ponselnya seketika terkejut. Karena tiba-tiba ponselnya bergetar.
Dengan cepat ia melihat layar ponselnya. Di sana terlihat nama 'Mas mantan' menghubunginya.
Jovanka membolakan kedua bola matanya. Dengan membekap mulutnya sendiri. Sungguh, hatinya terasa meledak, meletub, mendidih, tak bisa di artikan. Saking bahagianya, karena dihubungi sosok terkasih.
Saking terlalu bahagia, Jovanka sampai lupa dengan cara mengangkat panggilan telphone. Ia hanya memperhatikan nama di layar HP nya, yang menurutnya sangatlah estetik.
Hingga beberapa saat kemudian, panggilan itu mati. Membuat Jovanka mendengus kesal.
"Kok dimatiin sih?" jelas aja di matiin, karena tak elo jawab Jov!.
Jovanka berharap pemuda itu akan menghubunginya lagi. Namun sayangnya tak sesuai ekspektasi, nyatanya tuh cowok tak lagi menghubungi dirinya.
"Ih, sok cuek banget sih jadi cowok. Dulu aja ngejar-ngejar gue. Sekarang cuek, minta gue timpuk ya?!" marahnya pada layar phoneselnya.
Setelah menyadari apa yang ia perbuat, Jovanka cepat-cepat berdiam diri. Sungguh, Tristan membuatnya gila.
"Kok gue ngomong sendiri sih?" gerutunya semakin kesal.
Dengan cepat ia mendial kembali nomor Tristan. Ok! Jovanka sudah siap bicara sama Tristan.
Satu detik ...
Dua detik ...
Tak ada jawaban dari sang pemuda.
"Tan ... ayo dong angkat," gumamnya, seraya menggigit kecil ujung kukunya.
Hingga tak lama kemudian panggilan telpon gadis itu akhirnya terjawab juga.
"Halo ...," suara parau dari seorang pemuda di sebrang sana menjadi pembuka untuk percakapan pertama itu.
Jovanka terkikik geli. Padahal hanya mendengar suara parau dari sang pemuda. Rasanya sudah seperti mendengar alunan lagu merdu dari Jungkook BTS. Aishh!!! Berlebihan sekali.
"Ha-halo ...," gugub Jovanka sudah keringat dingin.
"Ini siapa?" tanya Tristan.
"Gue ... Jovanka." Jovanka berharap jika pemuda itu akan syok, bahagia, jingkrak-jingkrak, kerena mendengar suaranya.
Tapi tidak.
Ternyata Tristan hanya biasa saja.
"Oh, elo."
Dua kata yang membuat Jovanka meluruhkan tubuhnya. Kenapa dengan Tristan? Kenapa pemuda itu berubah? Kenapa hanya biasa saja ekspresi Tristan? Apa Jovanka tak lagi spesial di dalam hatinya? Apa dia sudah punya kekasih lain yang lebih cantik di bandingkan dengan Jovanka? Kemana panggilan aku-kamu? Kenapa sekarang berganti dengan elo-gue?.
Jovanka terdiam, air mata sudah mengalir dari pelupuk matanya. Hatinya sakit, mendengar ucapan pemuda yang dua tahun ini ia impikan. Dan sekarang, mereka kembali dipertemukan secara virtual. Tapi dengan posisi yang berbeda. Tristan tak lagi memujanya, dia tak lagi menyayanginya.
"Jov. Apa elo masih di sana? Kalau iya bicaralah! Jika tidak, aku akan mematikan ponselnya, dan tidur lagi. Aku capek mau tidur," ucapan panjang Tristan, terkesan kesal. Yang mana semakin membuat hati Jovanka tercabik-cabik. Sakit banget, saat orang yang elo harepin nyatanya tak punya rasa lagi sama elo.
Jovanka menangis sejadinya, dengan cepat ia mematikan panggilan telphonenya. Gadis itu menyenderkan punggungnya di balik dinding kontrakannya. Memukul dadanya sendiri yang tiba-tiba terasa sesak.
"Kenapa elo lupain gue Tan? Apa elo enggak tau, kalau gue selama ini masih cinta sama elo. Gue nyari tau keberadaan elo. Gue kangen Tan! Gue kangen sama elo!" racau Jovanka. Ia kesal, sangat kesal pada Tristan. Andai sosok itu ada didekatnya. Sudah Jovanka pastikan, dia akan memukul pemuda itu sekuat tenaga. Hingga pemuda itu sendiri yang meminta mohon ampun.
Sayangnya sosok itu tak ada lagi. Sosok itu tak lagi mencintainya.
"TRISTAN!!!" teriak Jovanka. Ia marah, sakit, benci, cinta, menjadi satu. Hingga rasanya tak lagi bisa diungkapkan.
"Gue cinta sama elo Tan! Dasar cowok b******k!!!" maki Jovanka pada foto seorang pemuda yang tertera di layar ponselnya sebagai wallpaper.
"Kenapa elo berubah hah? Elo lupa sama janji-janji yang pernah elo ucapin buat gue?!" tanyanya pada benda kontak tersebut. Katakanlah cinta bisa membuat orang menjadi gila.