Rumah Baru

1310 Kata
Freya tersenyum melihat Agam yang sedang membawa dua koper miliknya. Freya akan meninggalkan tempat ini. Banyak sekali kenangan yang ada di rumah ini. Tetapi seperti nya ia benar-benar akan pergi meninggalkan semuanya. Agam memasukkan koper milik Freya ke dalam bagasi taksi yang sudah mereka pesan. Tidak banyak barang-barang yang Freya bawa. Hanya yang penting-penting saja. "Udah selesai?" Tanya Freya setelah Agam telah selesai memasukkan koper miliknya. "Udah. Kita ke bandara sekarang." Ucap Agam. Ia mengelus rambut Freya lembut. Ia akan melakukan apapun untuk Freya. Apapun itu. Agam membukakan pintu taksi untuk Freya. Freya menghela napas panjang. Ia sekali lagi menatap rumah yang sudah ia tinggalin beberapa tahun terakhir. Sangat berat untuk dirinya. Tetapi semua ini adalah hal terbaik yang bisa ia lakukan. Freya pun langsung masuk ke dalam taksi tersebut. Agam menutup pintu dan berjalan ke samping sisi taksi tersebut. Ia pun langsung masuk juga. Ia menatap wajah Freya dalam. Menggenggam tangan lembut Freya. "Udah siap?" Tanya Agam. Freya menoleh dan menganggukkan kepalanya. "Jalan pak." Ucap Agam kepada supir Taksi tersebut. Mereka pun berjalan menuju bandara. Handphone Freya berdering. Freya melihat handphone miliknya dan nama Zein tertera di layar handphone miliknya. Freya menghela napas panjang. Ia langsung menolak panggilan tersebut. Freya langsung mematikan handphone miliknya. Ia mengeluarkan sim card miliknya. Ia langsung membuka kaca jendela mobil dan melempar sim card tersebut. Agam hanya diam melihat Freya melakukan hal itu. "Lo udah ngelakuin hal yang benar." Tutur Agam kepada Freya. Freya tersenyum tipis. Mungkin ini adalah hal terbaik yang bisa ia lakukan untuk sekarang. Meninggalkan semuanya yang pernah singgah di hidupnya. --- Freya tidak melepaskan tangan Agam ketika mereka sudah memasuki pesawat. Ia duduk bersebelahan dengan Agam. Freya menatap ke arah luar jendela. Melihat awan putih di sebelahnya. Satu tangannya lagi memegang perut ratanya. Tanpa ia sadari, sekali lagi air mata nya sudah jatuh. Freya kembali mengingat kenangan dirinya bersama Darel. Yang mungkin tidak akan pernah ia ingat lagi nantinya. Darel nya yang dulu bukan menjadi miliknya lagi. Ia sebentar lagi akan membina rumah tangga bersama wanita yang ia cintai. Mengingat hal itu semakin membuat Freya down. Darel akan memberikan fasilitas yang baik untuk anak dari perempuan itu nanti. Sedangkan anak nya, Freya tidak bisa menjamin bagaimana kehidupan anaknya nantinya. Ia tidak mungkin bisa selalu tergantung dengan Agam. Agam yang melihat Freya menangis langsung mengelus rambut Freya lembut. Ia tersenyum tipis kepada Freya. Mencoba untuk menguatkan Freya lagi dan lagi. Freya pun langsung meletakkan kepalanya di pundak Agam. Ia masih menangis. Tetapi kali ini sedikit lebih nyaman. "Nanti gue yang akan menemani lo cek kandungan. Gue akan jaga lo, Frey. Lo gak perlu khawatir." Tutur Agam kepada Freya. Freya tersenyum dan menganggukkan kepalanya. "Gue gak akan khawatir sama kehidupan gue kalau ada lo di samping gue. Gue tau, apa yang lo janjikan pasti akan lo tepati." Balas Freya. Ia menghapus air matanya pelan. Freya memejamkan kedua matanya. Ia mencoba untuk me istirahatkan tubuhnya. Agam kembali tersenyum melihat wajah Freya yang sedang memejamkan kedua matanya. Ia menggenggam tangan Freya dan membiarkan Freya untuk terlelap. --- Agam membawa troli yang berisi koper-koper miliknya dan juga Freya. Freya berjalan di samping Agam. Mereka sekarang sedang mencari seseorang yang akan menjemput Agam di sini. Agam berhenti. Ia menghela napas panjang. Ia pun langsung mengambil handphone miliknya dan hendak menghubungi seseorang. Tetapi belum sempat ia menghubungi orang tersebut, seorang wanita muda menghampiri Freya dan Agam. Ia tersenyum kepada Agam. "Bapak Agam?" Tanya wanita tersebut. Agam pun langsung menganggukkan kepalanya. "Iya saya Agam." Balas Agam. "Perkenalkan saya Syasya, yang akan mengantar bapak untuk langsung ke rumah dinas." Ucap wanita tersebut. Agam pun langsung menganggukkan kepalanya. Wanita yang bernama Syasya tersebut menoleh ke arah Freya. Pasalnya ia hanya disuruh untuk menjemput Agam. Tetapi kenapa Agam malah bersama seseorang yang ada di samping Agam ini. "Kalau mbak ini?" Tanya Syasya kepada Freya. Freya yang mendapatkan pertanyaan tersebut langsung menoleh kearah Agam. "Oh.. Ini Freya. Saudara saya." Ucap Agam kepada Syasya. Syasya pun langsung tersenyum dan menganggukkan kepalanya. "Ah.. Pantesan. Kebetulan rumah yang akan bapak tempati ada dua kamar. Rumahnya cukup besar loh pak." Ucap Syasya lagi. Freya tersenyum. Syasya terlihat sangat frendly. Mungkin ia bisa berteman dengan Syasya ini. "Ayo pak kita langsung gerak. Biar bapak sama mbaknya bisa langsung istirahat." Ucap Syasya. Agam, Freya dan Syasya pun berjalan menuju rumah yang akan Agam dan Freya tinggalin. Di dalam mobil, Freya menatap kearah Syasya yang sedang asik menyetir mobil. Ia sambil mendengarkan musik dan sesekali menggerakkan kepalanya mengikuti alunan musik. Syasya sangat asik dengan dunianya. "Syasya." Panggil Freya. Syasya pun langsung menoleh ke arah Freya. "Iya mbak?" Sahut Syasya. "Kamu tinggal nya di mana?" Tanya Freya. "Saya tinggal nya dekat kok mbak dari rumah dinas nya pak Agam. Beda dua rumah aja." Ucap Syasya kepada Freya. "Nanti kalau saya gak ada teman di rumah, kamu bisa temani saya kan?" Tanya Freya lagi. "Oh bisa dong kalau gitu. Itu memang hobi saya mbak. Nanti saya akan sering-sering nemenin mbak nya." Ucap Syasya. Freya tersenyum dan menoleh ke arah Agam. "Saya senang dengarnya. Jadi saya gak perlu khawatir untuk ninggalin Freya di rumah sendiri." Tutur Agam. "Udah bapak mah kerja aja yang serius. Biar mbak Freya kasih aja ke saya. Saya akan siap sedia nemenin mbak Freya. Nanti kalau perlu saya akan bawa mbak jalan-jalan ke sekeliling kota ini." Ucap Syasya. "Wah seru tuh. Nanti saya tagih ya ucapan kamu itu." Balas Freya. "Tapi Freya jangan di ajak main sampai kecapean ya." Pinta Agam kepada Syasya. "Kenapa? Mbak Freya ada sakitnya kah?" Tanya Syasya. "Enggak kok. Agam memang suka gitu. Dia suka khawatir sama saya. Agam protektif soalnya." Sambung Freya. "Wah saya mah kalau gitu malah senang atuh mbak. Di protektifin sama saudara saya. Sayang banget saya gak punya saudara. Mbak beruntung banget bisa punya pak Agam." Ucap Syasya. Freya hanya tersenyum mendengar itu. Ia memang sangat beruntung bisa memiliki Agam di samping nya. "Nah ini dia rumahnya." Ucap Syasya lagi. Ia memberhentikan mobilnya tepat di depan rumah berwarna putih yang ada di depan mereka. Rumah yang cukup besar untuk ia dan Agam. Agam dan Freya pun turun dari mobil tersebut. Syasya berjalan menuju bagasi dan mengeluarkan koper dibantu dengan Agam. Freya tersenyum menatap rumah yang ada di depannya ini. Ia mengelus lembut perutnya. Disini lah ia dan anaknya akan tinggal. Ia akan memulai kehidupannya di rumah ini. "Ayo mbak kita masuk." Ajak Syasya. Freya pun langsung berjalan mengikuti Syasya. Syasya membuka pintu rumah tersebut. Mereka akhirnya memasuki rumah ini. "Wah bagus banget." Ucap Freya. Semuanya sudah tersedia. Barang-barang di dalam rumah ini sudah disediakan. "Ada dua kamar di sini. Masing-masing kamar mandi di dalam. Ada satu kamar mandi di luar. Gimana? Lumayan kan rumahnya?" Tanya Syasya. Freya langsung menganggukkan kepalanya. "Ini udah cukup bangus banget untuk kami." Sahut Agam. "Oh iya. Besok mobil dinas untuk bapak akan diantar. Dan minggu depan bapak udah bisa masuk ke kantor. Kalau mau belanja untuk keperluan gak jauh kok. Nanti saya tunjukkan." Jelas Syasya lagi. Freya masih menyusuri ruangan rumah ini. Ia benar-benar sangat menyukai rumah ini. "Kunci rumah ada tiga. Dua untuk bapak dan satu untuk saya. Jadi kalau ada yang emergency saya bisa langsung datang ke rumah. Mungkin satu lagi bisa di pakai untuk mbak Freya. Jadi kita satu orang dapat satu. Adil deh." Tutur Syasya. "Baik terimakasih banyak, Syasya." Ucap Agam kepada Syasya. Syasya pun memberikan dua kunci rumah kepada Agam. "Kalau gitu saya permisi dulu. Bapak sama mbaknya istirahat terlebih dahulu saja." Ucap Syasya. Agam pun menganggukkan kepalanya. Setelah itu, Syasya pun keluar dari rumah ini. Setelah keluar, Syasya menoleh ke arah rumah tersebut. Ia tersenyum tipis melihat Agam dan Freya. Ia sangat tau jika Freya bukanlah saudara Agam. Ia menyadarinya. Tatapan yang diberikan Agam kepada Freya tidak seperti tatapan seorang saudara. Tetapi ini bukan urusan dirinya. Ia hanya melaksanakan apa yang diperintahkan. "Pembohongan publik." Tutur Syasya pelan. Setelah itu ia pun berjalan menuju mobil dan meninggalkan rumah ini. ---
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN