"Syah, please dengarkan aku." mohon Devian dengan wajah melas di hadapan Syahquita.
Syahquita mendengus jenuh, ia mengambil sisi lain agar bisa melalui Devian. Syahquita mempercepat langkahnya agar ia bisa masuk ke dalam rumahnya.
"Syahquita." Devian menarik tangan kanan Syahquita agar wanita itu menghentikan langkahnya.
"Aku ke sini untuk berbicara denganmu bukan untuk berdebat. Aku minta maaf jika aku sempat emosi padamu tadi." ucap Devian.
Syahquita memperhatikan wajah Devian, "It's oke. Tapi sekarang mood-ku sudah hancur dan aku ingin menyendiri. Sebaiknya kau pulang dan kembalilah kapanpun kau mau. Aku mencintaimu, Dev." Syahquita mencium pipi kanan Devian dengan hangat.
Devian terpaku dalam diam saat Syahquita mencium pipinya, apa yang harus ia lakukan sekarang? Syahquita tak mau berbicara lagi padanya. Syahquita berniat untuk melangkah kembali melalui sisi kanan Devian namun pria itu menahan Syahquita untuk melangkah.
"Baiklah, aku akan kembali lagi esok. Maafkan aku karena belum menepati janjiku. Aku mencintaimu, Syah. Sangat sangat mencintaitmu." ujar Devian dengan mencium kening Syahquita pelan.
Syahquita tersenyum manis kepada Devian, "Maaf karena emosiku yang tak stabil. See you, honey."
Devian mengangguk mantap sambil tersenyum ke arah Devian, mereka kembali ke dalam bukan untuk berbicara melainkan Devian harus berpamitan kepada Sharon dan Charlie. Devian menemui Sharon dan Charlie yang sedang menonton tv di ruang tengah samping ruang tamu mereka.
"Mom, Dad. Devian ingin berpamitan." kata Syahquita saat memasuki ruangan tengah.
"Mengapa cepat sekali?" tanya Sharon.
Syahquita melirik Devian sejenak, ia menunggu Devian mengatakan sesuatu yang akan menjadi jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh Sharon.
"Iya, Mom. Aku ada hal mendadak yang harus segera aku kerjakan." jawab Devian memberikan senyumannya kepada Sharon.
"Oh baiklah kalau begitu hati-hati ya, Nak." sahut Sharon.
Devian mengangguk mantap dengan memberikan senyuman terbaiknya kepada Charlie dan Sharon, "Oke, Mom. Baiklah Dad, Mom aku permisi dulu. Selamat siang."
"Siang, Nak." jawab Charlie.
Syahquita mengantarkan Devian hingga keluar, ia dan Devian berjalan dengan beriringan satu sama lain. Syahquita melihati Devian yang masuk ke dalam mobilnya ketika sudah di parkiran mobil.
Devian mengeluarkan kepalanya dari jendela mobilnya, "See you, honey."
"See you. Hati-hati, Dev."
Devian mengangguk mantap. Mulai terdengar suara deru mesin mobil milik Devian. Syahquita melihati mobil Devian yang secara perlahan mulai berjalan meninggalkan parkiran mobil hingga tak terdengar suara deru dari mobil milik Devian. Syahquita melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumahnya setelah menutup kembali pintu pagar rumahnya.
***
Usaha Syahquita mendesak orang tuanya membuahkan hasil yang tak pernah ia sangka. Charlie mengizinkannya untuk mengikuti kegiatan jelajah itu. Charlie tidak bisa melihat wajah murung dari raut wajah putrinya. Dengan berat hati ia mengizinkan putrinya untuk mengikuti kegiatan itu agar bisa melihat putrinya kembali ceria, ketika tersenyum wajah Syahquita akan memancarkan keanggunan seorang gadis yang begitu menawan. Wajah cantiknya akan lengkap jika bibir merah mudanya melengkung ke atas menunjukkan sebuah senyuman yang menyejukan hati siapapun yang melihatnya.
Matahati belum menunjukkan cahayanya tetapi Syahquita sudah di sibukkan dengan melakukan berbagai hal untuk menyiapkan segala keperluan yang akan di bawanya pada saat jelajah hutan Baggarmossen. Satu ransel besarnya sudah di penuhi oleh semua keperluannya, belum lagi ia juga membawa paper bag sebagai tempat untuk meletakkan barang-barangnya yang tidak muat di dalam ranselnya.
Setelah memastikan semuanya Syahquita keluar dari kamarnya menuruni tangga untuk menuju ruang makan. Di ruang makan belum ada siapa-siapa kecuali mom dan granny yang sedang menyiapkan makanan untuk sarapan pagi. Syahquita berjalan ke arah dapur untuk membantu mom dan granny.
Syahquita membantu membawakan pasta kemeja makan, ia melihat Dad sedang berjalan menuju ruang makan, "Morning, Dad." sapa Syahquita.
"Morning, Syah." jawab Charlie lalu mengecup kening Syahquita dengan hangat. Charlie duduk di kursi yang selalu ia tempati yaitu di tengah-tengah meja makan.
Syahquita memberikan surat kabar kepada Charlie yang selalu mereka dapatkan setiap pagi dari pengantar koran langganan mereka. Charlie mulai membuka lembar demi lembar Koran itu untuk melihat ada berita apa saja di dalam koran pagi ini. Syahquita kembali menuju dapur untuk melihat apakah masih ada yang bisa ia kerjakan, tapi sayangnya semua persiapan untuk sarapan sudah diselesaikan oleh Granny dan Sharon.
Syahquita mengambil tempat tepat disamping Sharon, ia menyesap s**u hangat yang sudah dibuatkan oleh Sharon untuknya. Syahquita sudah begitu lapar mungkin lebih tepatnya ia terlalu bersemangat sehingga ia ingin makan duluan daripada yang lain karena ia sudah tak sabar untuk pergi menuju kampusnya barulah setelah itu menuju hutan Baggarmossen. Tapi Syahquita mengurungkan niatnya sebab sudah menjadi kebiasaan di rumah mereka untuk menunggu sang kepala keluarga yang memulainya.
"Dad, apa kau tak ingin sarapan?" tegur Syahquita dengan nada pelan.
Charlie menurunkan koran yang menutupi wajahnya untuk melihat ke arah putrinya. Charlie menutup korannya dan meletakkan disisi kirinya. Sharon mengambilkan pasta hangat yang baru saja di buatnya untuk sarapan ke piring Charlie.
"Morning Paman, Bibi, Granny, Syah." sapa Jessie dan Martha yang tiba di ruang makan secara bersama.
"Morning, Nak. Ayo duduklah nanti pasta ini keburu dingin." sahut Sharon yang sedang meletakkan pasta di atas piring milik Syahquita. Jessie dan Martha mengambil tempat di seberang Syahquita.
"Terima kasih, Mom." ujar Syahquita saat setelah Sharon meletakkan pasta di atas piringnya.
Mereka sarapan seperti biasa tanpa terdengar suara mereka, yang terdengar hanyalah dentingan ketika garpu dan sendok saling bersentuhan dan mengenai piring. Di tengah-tengah sarapan, Alfaz baru saja turun dari kamarnya. Sudah menjadi kebiasaanya datang paling terakhir ketika sarapan, Alfaz mengambil tempat di samping Martha yang kebeteluan berseberangan dari posisi Syahquita.
"Syah, apa kau sudah membawa segala perlengkapanmu? Termasuk obatmu?" tanya Charlie begitu mengkhawatirkan putrinya yang akan pergi ke alam bebas selama tiga hari.
Syahquita mengangguk mantap, "Ya sudah lengkap semuanya, Dad. Bahkan aku juga membawa vitamin yang baru saja kau belikan untukku."
Charlie tersenyum saat mendengar putrinya begitu semangat dalam menjawab pertanyaannya. Meski berat hati membiarkan putrinya mengikuti kegiatan jelajah tetapi Charlie tetap bahagia karena melihat putrinya yang begitu bahagia bisa mengikuti kegiatan itu.
Tak ada lagi percakapan di antara mereka hingga sarapan selesai. Syahquita, Jessie dan Martha membawa piring-piring kotor ke dalam dapur untuk dicuci oleh Martha nantinya. Syahquita membawa sisa pasta dan memasukkannya ke dalam kulkas.
Selesai dengan tugasnya, Syahquita melangkahkan kakinya menuju kamarnya tapi saat baru satu anak tangga ia naiki tiba-tiba saja bel rumahnya berbunyi. Syahquita kembali turun dari tangga dan berjalan menuju ke arah pintu rumahnya yang tak jauh dari posisinya saat ini. Syahquita membuka pintu rumahnya lebar-lebar membiarkan cahaya luar menerobos masuk ke dalam rumahnya.
"Hii, apa kau sudah ingin berangkat?" tanya seorang pria yang membuatnya sedikit bahagia.
"Hii. Hmm ya sebentar lagi. Ayo masuk." sahut Syahquita sambil menarik lengan pria itu yang ternyata adalah Devian untuk masuk ke dalam rumahnya.
Syahquita membawa pria itu untuk duduk di ruang tamu, "Kau tunggu sebentar di sini. Aku harus ganti baju dan membawa barang-barangku turun."
Devian mengangguki perkataan Syahquita. Ia menunggu Syahquita di ruang tamunya namun jika menunggu wanita itu pasti akan sangat lama. Devian melangkahkan kakinya menuju ruang makan untuk sekedar menyapa keluarga Syahquita.
DI dalam kamarnya Syahquita memastikan kembali apakah ia lupa membawa sesuatu yang akan ia butuhkan saat jelajah nanti. Syahquita melihat kembali list barang yang wajib ia bawa mulai dari senter, tali, jas ujan dan lain-lain yang memang sudah disarankan oleh ketua club pecinta alam.
Semua barangnya sudah komplit. Syahquita menggendong ranselnya di punggung dan menenteng paper bag nya keluar dari kamarnya, ia berjalan menuju ruang tamu tempat ia menyuruh Devian menunggunya. Ketika di ruang tamu Syahquita merasa heran kemana perginya Devian. Ia meletakkan ransel dan paper bagnya di batas sofa ruang tamu. Syahquita mencari Devian ke ruang tamu karena memang dari ruang tamu terdengar suara-suara perbincangan yang mengundang perhatian Syahquita.
"Di sini kau rupanya. Ayo, Dev. Aku sudah siap." sahut Syahquita ketika mendapati Devian sedang mengobrol dengan akrab bersama Charlie dan Sharon.
"Apa kau sudah ingin berangkat?" tanya Sharon.
Syahquita mengangguk, "Iya, Mom. Aku harus berkumpul lebih dulu di kampus baru setelah itu akan berangkat ke hutan Baggarmossen."
Sharon beranjak dari duduknya, "Bawa ini untuk bekalmu." Sharon memberikan tas kecil yang berisi kotak makan dan minuman untuk perbekalan Syahquita selama di jalan. Syahquita menatap ke tas kecil yang diberikan oleh Sharon lalu ia mengambil tas itu dari tangan Sharon
"Terima kasih, Mom. Aku akan mengambil barang-barangku" ucap Syahquita dengan tersenyum.
Syahquita melangkahkan kakinya ke ruang tamu untuk mengambil barang-barangnya. Syahquita memasukkan tas yang berisi kotak makan ke dalam paper bag-nya agar ia tak perlu membawa banyak tas. Syahquita menggendong ransel di punggungnya dan membawa paper bag di tangan kanannya, ia kembali melangkahkan kakinya ke arah pintu karena keluarganya sudah berada di depan pintu.
"Syah, jaga dirimu sebaik mungkin. Ayah tak mau terjadi apapun lagi padamu." ujar Charlie dengan menatap Syahquita dalam-dalam.
Syahquita mengangguk pelan dengan tersenyum, "Jangan khawatir, Dad. Aku akan menjaga diriku sebaik mungkin."
Charlie menarik Syahquita ke dalam pelukkannya, ia membelai lembut rambut putrinya kemudian mencium keningnya dengan hangat. Charlie melepask Syahquita dari pelukkannya. Syahquita memeluk Sharon dengan erat, ia tahu bahwa Sharon sangat berat mengizinkan Syahquita sama seperti Charlie.
"Jaga dirimu sebaik mungkin. Jangan lupa makan makanan yang sudah aku buatkan untukmu dan jangan sampai lupa untuk meminum obat dan vitaminmu."
Syahquita mengangguk mantap menanggapi perkataan Sharon, "Oke, Mom. Kalian tak perlu khawatir aku akan baik-baik saja." ucap Syahquita dengan menatap kedua orang tuanya.
Sharon tersenyum kecil sambil memegan pipi kanan Syahquita, ia melayangkan ciuman ke kening Syahquita dengan lembut.
"Aku menyayangimu Mom, Dad." ujar Syahquita lalu memeluk kedua orang tuanya secara bersamaan. Ia merasakan tangan Charlie kembali membelai rambutnya dengan lembut.
Syahquita melepaskan pelukkan dari kedua orang tuanya, Syahquita mencium pipi kanan Sharon sebagai tanda sayangnya kepada ibunya itu. Syahquita menoleh ke sisi kanannya atau lebih tepatnya ke samping ayahnya yang sudah ada Granny. Syahquita memeluk Granny begitu erat, meski bukan nenek kandungnya tapi rasa sayang Syahquita kepada Margareth begitu besar.
"Berhati-hatilah, Nak. Hutan itu begitu luas dan besar. Ingat kami hampir saja kehilangan dirimu dan jangan biarkan hal itu terulang lagi." ucap Margareth.
"Siap, aku akan pastikan bahwa aku akan baik-baik saja selama kegiatan itu." ujar Syahquita yang langsung mendapat anggukan dan senyuman dari Granny. Syahquita kembali melangkahkan kakinya menuju parkiran mobil.
"Hati-hati, Syah." sahut Jessie dan Martha saat Syahquita berada di hadapannya.
"Oke, jangan khawatir Jessie, Martha." jawab Syahquita.
Syahquita melihat Alfaz berdiri di samping Jessie, ia berlari kecil untuk menghampiri Alfaz. Syahquita memeluk Alfaz sambil berjinjit karena tubuh Alfaz yang terlalu tinggi, "Terima kasih, Alf. Kau telah menepati janjimu."
Alfaz membelai rambut Syahquita dalam pelukkannya, "Terima kasih kembali. Berjanjilah padaku bahwa kau akan kembali dengan selamat." bisik Alfaz lalu mencium pipi kiri Syahquita sebelum melepaskan pelukannya.
Syahquita berjalan perlahan menuju mobil Devian. Pria itu yang mengajukkan dirinya sendiri untuk mengantarkan Syahquita, padahal Alfaz pun ingin sekali mengantar Syahquita ke kampus. Syahquita masuk ke dalam mobil dengan Devian sebagai pengemudinya.
Syahquita menurunkan kaca mobil dan mengeluarkan kepalanya dari dalam mobil, "Bye Mom, Dad, Granny, Twins, Alf."
"Bye, Nak. Jaga dirimu, Syah." sahut Sharon.
Syahquita mengacungkan ibu jarinya ke arah Sharon, "Oke, Mom."
Mesin mobil Devian mulai menyala. Tak lama kemudian mobil itu berjalan menjauh dari parkiran mobil yang ada di rumah Syahquita. Semua keluarganya memperhatikan mobil Devian yang berjalan menjauh dari pandangan mereka hingga akhirnya tak terlihat lagi setelah keluar dari kediaman Valdez.
***
Empat puluh lima menit perjalanan menuju Lund University, mereka sudah sampai di Lund University. Devian membantu membawakan barang-barang milik Syahquita yang ia bawa. Mereka melangkah menuju tempat perkumpulan club pecinta alam. Terdapat 3 mini bus terparkir di halaman Lund University.
"Syah, apa kau tak mau mengubah pikiranmu? Aku takut terjadi sesuatu padamu." kata Devian memastikan.
Syahquita tersenyum pelan, ia memegang kedua pipi Devian "Tenanglah, Dev. Aku akan baik-baik saja. Aku janji padamu."
Devian meletakkan tas Syahquita begitu saja di bawah, Devian menarik Syahquita dalam pelukkannya. Ia tak mau kehilangan wanita yang kini begitu ia cintai.
"Please, Syah jaga dirimu sebaik mungkin. Aku tak ingin sesuatu terjadi padamu mengingat pernikahan kita yang sebentar lagi akan dilaksanakan." bisik Devian.
Syahquita tersenyum di dalam pelukkan Devian, "Jangan khawatir sayang. Pernikahan kita akan berjalan sesuai rencana."
Syahquita melepaskan dirinya dari pelukkan Devian, "Semuanya akan baik-baik saja. Aku janji padamu."
Devian mengamati wajah cantik dari wanita di hadapannya, ia mencium kening Syahquita dengan lembut.
"Baiklah, aku akan masuk ke dalam bus." Syahquita mengambil tasnya yang di letakkan begitu saja oleh Devian.
Syahquita memutar tubuhnya namun sebelum ia benar-benar memutar tubuhnya, Devian menarik tangannya dan Devian langsung melayangkan ciuman ke bibir Syahquita.