Devian tak pernah mengizinkan Syahquita mengikuti kegiatan ini tapi apa boleh buat keputusan ini sudah dibuat oleh Charlie demi melihat Syahquita bahagia.
"I love you." ucap Devian pelan setelah menyudahi aksi nekatnya.
"I love you too, Freak Man. Bye, honey." sahut Syahquita dengan mencium pipi kiri Devian.
"Bye."
Syahquita melangkah kakinya menuju pintu bus belum sempat ia masuk ke dalam, ia melihat Drake dan Devian berbincang-bincang dengan serius. Syahquita takut jika Devian akan emosi saat berbicara dengan Drake. Ia memperhatikan dua pria itu, sepertinya Syahquita begitu paranoid padahal Devian hanya berbincang hal ringan kepada Drake. Devian menyuruh Drake untuk menjaga wanita itu sebaik mungkin jika terjadi sesuatu maka Devian tak segan menyakiti Drake. Untunglah Devian tak emosi saat berbincang dengan Drake.
"Hii, Syah." sapa Drake ketika ia sudah selesai berbincang dengan Devian.
"Drake apa yang dikatakan oleh Devian kepadamu?" tanya Syahquita khawatir.
"Dia hanya memintaku untuk menjagamu sebaik mungkin dan memintaku untuk menemanimu ke manapun kau pergi." jawab Drake terdengar santai.
Syahquita menghela nafas lega, ia pikir Devian mengancamnya karena telah menghasut Syahquita untuk ikut kegiatan itu. Baguslah jika Devian hanya berbicara seperti kepada Drake.
"Oh God! Aku pikir dia mengancammu."
Drake tertawa kecil saat melihat reaksi Syahquita, "Tenanglah, dia hanya berbincang seperti itu. Sebaiknya kita naik ke bus karena sebentar lagi kita akan berangkat."
Drake membantu membawakan paper bag milik Syahquita kedalam bus. Mereka duduk bersebelahan. Tak lama setelah mereka duduk, bus pun berjalan keluar dari halaman Lund University. Ketika itu Syahquita masih melihat Devian yang sedang bersandar di mobilnya. Syahquita melambaikan tangannya kepada Devian saat bus melewati mobil Devian yang berada di depan gerbang, pria itu melambaikan tangannya saat melihat Syahquita melambaikan tangannya ke arah dirinya. Bus melaju keluar dari halaman Lund University menuju hutan Baggarmossen. Setelah bus itu menghilang dari pandangannya, Devian masuk ke dalam mobilnya dan melajukan mobilnya kembali menuju rumahnya.
***
"Hii, My Love."
"Siapa di sana?"
"Aku temanmu, pangeranmu dan cintamu. Apa kau tak mengingatku?"
Syahquita mempertegas tatapannya ke arah pria yang berdiri di hadapannya. Ia tak mengenali siapa pria itu, wajahnya begitu asing baginya.
"Siapa kau? Apa maumu? Apa kau ingin menyakitiku?" tegas Syahquita tanpa rasa takut.
Pria itu tersenyum kecil, "Tidak, aku tidak mungkin menyakitimu. Aku hanya ingin mengatakan bahwa sebentar lagi kita akan bertemu."
Syahquita tak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh pria itu, ia tak tahu siapa pria itu tapi sepertinya pria itu mengenalnya sangat baik. Pria itu melangkahkan kakinya, dirinya dan Syahquita semakin dekat. Terus mendekat, semakin dekat hingga pria itu berada di hadapannya dengan jarak yang cukup dekat.
Syahquita memundurkan langkahnya agar ia bisa menjauh dari pria itu, "Menjauhlah dariku!"
Pria itu kembali melangkahkan kakinya dan Syahquita mencoba untuk kembali melangkah ke belakang namun ia merasa ada yang aneh. Kakinya tetap melangkah ke belakang tetapi posisinya tidak menjauh dari pria itu seakan-akan ia hanya berjalan di tempat. Pria itu mendekatkan wajahnya ke telinga Syahquita.
"Kita akan segera bertemu, Syahquita Valdez Campbell." bisiknya yang membuat Syahquita takut.
"Nooooo!!!" teriak Syahquita.
"Syah. Syah. Syah, are you okey?"
Syahquita merasa tubuhnya di guncang-guncangkan oleh seseorang. Ia membuka matanya perlahan lalu mengamati sekelilingnya.
"Apa kau baik-baik saja?"
"Ya, aku baik-baik saja. Hanya, hmm mimpi buruk." jawab Syahquita.
"Drake, apa kita sudah tiba?" lanjut Syahquita.
Drake mengagguk mantap, ia beranjak dari duduknya lalu menggendong ranselnya, "Kita sudah tiba sepuluh menit lalu. Ayolah kita turun yang lain sudah menunggu."
Syahquita terkejut luar biasa, ia segera bangun dari duduknya dan menggendong ransel di punggungnya. Drake membawakan paper bag Syahquita karena ia tak tega melihat Syahquita yang ribet dengan barang bawaanya. Mereka berdua turun dari bus dan segera bergabung dengan bersama yang lainnya untuk membicarakan kegiatan apa saja yang akan mereka lakukan pada hari ini.
***
Matahari sudah meninggi, deruan angin terdengar jelas yang ditandai gesekan dedaunan. Burung - burung kecilpun mulai bernyanyi menyambut pagi. Syahquita dan anggota lainnya sedang bersiap untuk melakukan jelajah di hutan. Mereka berkumpul terlebih dahulu untuk sarapan bersama dan berdoa supaya kegiatan mereka lancar.
Selesai melakukan semua persiapan, mereka berpencar menelusuri hutan Baggarmossen sesuai regu mereka masing-masing. Syahquita dan Drake berada di dalam regu yang sama dan beberapa anggota club lainnya. Mereka menelusuri hutan sisi barat dari hutan Baggarmossen. Tujuan mereka melakukan jelajah ialah untuk mengetahui apakah kondisi hutan di tepi kota ini dalam keadaan yang semestinya atau tidak. Selain itu juga mereka melakukan penelitian terhadap tanaman-tanaman yang ada di dalam hutan Baggarmossen ini.
Syahquita berjalan beriringan dengan Jevelyn-anggota club yang satu tenda dengan Syahquita. Mereka tidak terus-menerus berjalan, sesekali mereka berhenti untuk memotret keadaan hutan dan saat mereka menemukan tanaman asing yang tak pernah mereka lihat sebelumnya. Syahquita membantu Jevelyn untuk mencatat beberapa hal penting mengenai tanaman asing itu dijadikan sebagai bahan penelitian lebih lanjut.
Saat semua orang sibuk memotret, mencatat dan memperhatikan tanaman asing, Syahquita mengarahkan pandangannya sisi hutan yang lain. Matanya tertuju pada bunga bluebells yang selama ini sangat ia miliki untuk jadi tanaman hias di kebun belakang rumahnya. Syahquita berjalan menuju bunga cantik nan imut itu. Bluebells memiliki ukuran yang kecil terlebih warnanya yang menjadi warna favorite dari Syahquita yaitu biru. Dalam cerita dongeng bluebells merupakan rumah bagi peri-peri kecil, Syahquita berharap ia bisa melihat peri-peri seperti yang ia khayalkan semasih kanak-kanak. Pikiran Syahquita kecil memang di penuhi oleh cerita-cerita dongeng ataupun cerita lainnya yang ia baca saat masih kecil. Saat kanak-kanak ia begitu percaya akan semua makhluk yang ia bacanya dari buku-bukunya itu.
Syahquita memberanikan diri untuk mencabut beberapa tangkai bluebells itu untuk dijadikan tanaman hias di taman belakang rumahnya. Syahquita memasukkan bunga itu ke dalam botol air mineral yang sudah kosong dan menempatkan botol itu ke tempat khusus botol yang ada di tasnya.
Syahquita mengarahkan pandangan ke sisi belakangnya untuk melihat teman-temannya, namun saat Syahquita melihat ke arah belakang teman-teman satu regunya sudah tidak ada. Sontak hal itu membuat Syahquita panik.
"Drakeeeeee. Kau di mana?" teriak Syahquita sambil berjalan ke tempat di mana temannya berkumpul.
Syahquita menengok ke kiri dan kanan tak ada satupun temannya yang berada di sana. Syahquita tak tahu harus apa, jantungnya mulai berdetak kencang karena kepanikannya yang terlalu berlebihan. Syahquita mencoba untuk melangkahkan kakinya berharap ia bisa bertemu dengan teman satu regunya atau dari regu lain.
Dalam keadaan panik sepanik-paniknya, Syahquita melangkahkan kakinya tanpa arah. Ia melangkah begitu saja mengikuti instingnya yang belum tentu benar. Tanpa Syahquita sadari ia semakin dalam memasuki hutan. Intensitas cahaya pun perlahan berkurang sebab cahaya terhalang oleh pepohonan besar nan lebat.
"Drakeeeee." teriak Syahquita lagi.
Kepalanya mulai merasa aneh, ia takut sekali jika apa yang dikhawatirkan orang tuanya akan terjadi. Syahquita menghentikan langkahnya lalu memperhatikan sekelilingnya.
"Drakeeee. Jevelyn. Tolong aku!!!" teriak Syahquita dengan menitikkan air mata karena ia sudah tak mampu menahan rasa takutnya.
Syahquita menghapus air matanya dengan kasar, ia kembali melangkah kakinya lagi masih dengan harapan bahwa ada yang menolongnya dan membawanya kembali tendanya.
"Drakeeee."
"Jevelyn."
"Please, seseorang tolong aku!!!!"
Syahquita kembali menangis, kali ini ia sudah tak kuat lagi menahan rasa takutnya. Sejak tadi ia berteriak tak ada satupun yang meresponnya, ia hanya mendengar suaranya yang menggema ketika meneriaki teman-temannya. Syahquita berjongkok di tengah-tengah hutan yang gelap itu, ia menenggelamkan wajahnya di atas kedua tangannya yang terlipat. Ia mengutuk dirinya sendiri karena tidak mendengar perkataan dari keluarganya. Ia tersesat di hutan yang besar ini, ntah siapa yang akan menolongnya.
"Drake, tolong aku!!!" lirihnya dalam isak.
Syahquita mengangkat wajahnya, matanya mulai membengkak karena menangis. Syahquita mengedarkan pandangan kesekitarnya. Ia tak tahu harus melakukan apa agar bisa kembali ke tendanya. Syahquita melirik jam tangannya, jarum jam sudah menunjukkan pukul 18.00 waktu Eropa Tengah. Syahquita mengeluarkan senter dari dalam ranselnya, untung saja melakukan jelajah diwajibkan membawa ransel jika tidak entah bagaimana nasibnya. Syahquita menyalakan senter yang di genggamnya, ia memberanikan diri untuk melangkah lagi. Mungkin ada keajaiban yang bisa menolongnya keluar dari dalam hutan ini.
Selama tiga puluh menit Syahquita berjalan tapi sepertinya ia hanya berputar-putar saja mengelilingi tempat yang sama. Ia menghentikan langkahnya dan bersandar pada pohon besar. Ia memeluk lututnya begitu erat. Ia kembali menangis ketika mengingat semua perkataan demi perkataan keluarganya yang melarangnya untuk ikut jelajah.
"Mom, Dad. Aku minta maaf." lirihnya dalam tangis.
Inilah yang dikhawatirkan oleh seluruh keluarga Syahquita namun wanita itu tak mendengarkan apa yang dikatakan oleh keluarganya sehingga bisa dikatakan wanita itu kena itulah karena tak mau mendengarkan kekhawatiran dari keluarganya.
Syahquita menenggelamkan wajahnya ke dalam lututnya, "Aku takut Mom, Dad." lirihnya sambil menangis.
Ia tak akan mungkin mengalami hal seperti ini jika menuruti apa yang dikatakan oleh keluarganya. Kecerobohannya membuatnya kembali mengalami hal yang terjadi pula pada saat usianya delapan tahun.
~~~12 years ago~~~
Saat itu masih di sekolah dasar Syahquita dan kedua sepupunya mengikuti acara perkemahan yang di selenggara oleh pihak sekolah. Mereka berkemah di hutan Baggarmossen pula. Saat melakukan kegiatan jelajah dari satu pos ke pos lain tiba-tiba saja Syahquita terpencar dari regunya. Jessie dan Martha yang satu regu dengannya pun menyadari bahwa Syahquita tidak ada di dalam regu mereka setelah menyelesaikan tantangan di pos 4.
Ketika itu Jessie dan Martha segera memberitahu Mr. Charles yang memang menjadi wali kelas mereka di sekolah. Mr. Charles dan guru-guru lainnya menyudahi kegiatan itu, mereka memerintah para muridnya untuk tetap berada di aula yang berada di sekitar tenda mereka. Mr. Charles dan para guru lainnya melakukan pencarian di hutan untuk menemukan Syahquita namun sampai matahari tenggelam mereka belum menemukan keberadaan Syahquita.
Syahquita yang ketika itu masih berusia delapan tahun hanya bisa menangis di bawah pohon besar sambil berharap ada seseorang yang dapat menolongnya, "Mom, Dad. Tolong aku! Aku sungguh takut Mom." lirihnya dalam tangis.
Syahquita kecil menenggelamkan wajahnya ke dalam lututnya sama seperti apa yang dilakukannya saat ini. Ia hanya bisa menangis karena ketakutan.
KREEEKKKKKK... Terdengar suara ranting yang patah karena diinjak oleh seseorang.
Mendengar suara itu membuat Syahquita kecil semakin takut. Tangisannya semakin keras karena rasa takutnya yang semakin besar. Ia merasa ada yang memperhatikannya dari depan. Perlahan Syahquita kecil mengangkat pandangannya untuk melihat ada apa di depannya.
Ia terkejut begitu mendapati seorang pria dewasa sedang berjongkok di depannya sambil memperhatikan dirinya yang sedang menangis.
"Kau siapa? Apa yang kau lakukan di hutan ini sendirian?" tanya pria itu di hadapannya.
"Aku, Syahquita. Aku tersesat, paman. Saat melakukan kegiatan bersama dengan temanku."
Pria itu tersenyum kepada Syahquita, "Baiklah jangan menangis. Ayo naik kepunggungku, aku akan mengantarkanmu keteman-temanmu."
Syahquita kecil menghentikan tangisannya saat pria itu mengatakan bahwa ia akan mengantarkan Syahquita kembali keteman-temannya. Pria itu memutar posisi tubuhnya menjadi membelakangi Syahquita.
"Ayo naiklah." kata pria itu lagi.
Syahquita kecil bangkit dari duduknya dan naik ke atas punggung pria yang baik hati itu. Pria itu menyuruh Syahquita untuk menutup matanya. Syahquita kecil meneruti apa yang dikatakan oleh pria itu. Tanpa berlama-lama pria itu berlari dengan sangat cepat membawa tubuh mungil Syahquita yang berada di punggungnya.
Syahquita kecil merasakan hembusan angin yang begitu kencang saat pria itu membawanya berlari. Seketika ia merasa terbang bak kupu-kupu yang berterbangan di udara namun ia hanya merasakan hal itu dalam waktu yang sangat singkat. Kini ia sudah tak merasakan hembusan angin yang sempat menerpa dirinya tadi.
"Sudah sampai." kata pria itu.
Syahquita kecil membuka matanya perlahan, ia mengamati sekelilingnya yang masih di penuh oleh semak-semak belukar.
"Tapi ini masih di dalam hutan, Paman." ucap Syahquita.
Pria itu tersenyum kecil mendengar kepolosan dari gadis lugu ini, "Ya kau memang benar. Tapi lihatlah kesisi kirimu. Di sana ada cahaya dan asap yang berasal dari perkemahanmu. Kau hanya perlu berjalan lurus untuk sampai ke sana."
Syahquita menatap ke sisi kirinya lalu ia kembali menatap ke arah pria yang ia panggil dengan sebutan paman itu. Ia memeluk pria yang berjongkok di hadapannya itu, "Terima kasih paman karena kau telah menolongku."
"Your Welcome." sahut pria itu dengan lembut.
Syahquita melepaskan pelukkan dari pria itu, "Siapa namamu, Paman?"
"Albert. Senang berkenalan denganmu, Syahquita." ujar pria itu dengan sangat ramah.
"Senang berkenalan dengamu juga paman. See you letter, Paman Albert. Bye." ucap Syahquita berjalan menuju arah yang diberitahukan oleh pria yang bernama Albert itu.
Syahquita berlari saat ia melihat Jessie dan Martha yang sedang berada di dalam aula. Ia sangat beruntung karena ada pria baik hati yang mau menolongnya, jika tidak entah bagaimana nasibnya sekarang.