Arthur terlihat masih bersantai sambil sesekali menatap layar komputer pamannya yang semalaman sudah digunakannya untuk membaca banyak file penting milik pamannya itu.
Dari apa yang sudah dibacanya, Arthur akhirnya tahu satu hal penting. Dia menemukan sebuah artikel dimana tertulis jika dua orang yang dianggap sebagai orang tua kandungnya oleh pamannya itu sama sekali belum pernah muncul dan berbaur dengan lingkungan luar sekalipun. Keduanya selalu berada dalam kondominium dan mengatur segalanya dari sana dengan sangat baik.
Termasuk foto iklan. Di dalam artikel berbunyi jika foto iklan dilakukan secara mandiri oleh mereka dan setelahnya pihak yang mengiklankan akan mengatur segalanya.
"Aneh, bukan. Mereka manusia atau mesin sampai tidak pernah berbaur dengan orang lain. Terdengar mustahil. Tapi yang lebih aneh lagi kenapa aku masih penasaran tentang orang tua kandungku ini? Kenapa aku peduli pada mereka?" ucap Arthur sendiri merasa sedikit pusing karena stres memikirkan satu hak dan lainnya.
"Sudahlah. Lebih baik aku sarapan dan melanjutkan game yang kemarin. Tapi kurasa persediaan makananku menipis. Lebih baik aku pergi berbelanja sebentar," ucap Arthur kemudian terlihat mematikan komputer pamannya dan langsung berjalan keluar dari dalam sana.
Arthur mengambil uang secukupnya dan juga tak lupa memakai maskernya kembali.
Saat membuka pintunya, Arthur terlihat sedikit kesulitan karena di depan pintunya ternyata ramai sekali orang entah tengah melakukan apa.
"Kenapa player itu masih belum melanjutkan game nya lagi? Apa dia mati? Ataukah sudah terjadi hal yang buruk padanya?" ucap salah seorang tetangganya pada orang yang tengah berdiri di sebelahnya membuat Arthur tahu sedang apa mereka semua sebenarnya.
Ya. Orang-orang di sana tengah berkumpul dan memperhatikan papan skor besar yang menunjukkan namanya itu.
Arthur merasa senang dan kesal di saat yang bersamaan mengetahui semua orang menunggunya. Tapi ayolah, dia hanya manusia biasa yang butuh tidur juga makan. Itu hanya butuh waktu sebentar.
Rencananya setelah makan nanti Arthur akan memainkan game dan menyelesaikannya sampai level 5 sekaligus. Ya. Jika dia bisa.
Menurutknya game Time Lock ini penuh rintangan jadi jika tidak berhati-hati dan perhitungan, kau akan gagal dan mengulangnya dari awal lagi. Itu sungguh sangat membuang-buang waktu.
Arthur dengan cepat langsung membeli makanan yang diinginkannya kemudian segera kembali. Di sepanjang perjalanan Arthur terlihat berpikir tentang kemungkinan level dua yang akan dihadapinya setelah ini.
Dan yang ada di dalam bayangan Arthur hanyalah ular. Ya. Mark dulu saat sekolah pernah melakukan penelitian tentang ular dan menemukan fakta jika ular itu sangat istimewa. Terutama tubuhnya.
Sialnya, Arthur dulu hanya membaca setengah artikel itu. Yang setengahnya lagi sudah tidak bisa dibaca lagi karena majalah itu sudah cukup tua. Dicarinya di internet pun, artikel tentang itu sudah tidak ada.
'Sudahlah. Memikirkannya hanya membuatku pusing. Semoga lawanku di dalam level itu nanti tidak terlalu sulit. Aku harus segera pulang sekarang,'
• • • • •
Arthur mencuci bekas makannya dan kemudian terlihat termenung sebentar. Disentuhnya perutnya yang kekenyangan itu kemudian berbisik,
"Kau harus bertahan, perut. Aku akan cukup lama online setelah ini," ucap Arthur dengan memasang ekspresi konyolnya kemudian langsung berjalan menuju ke ruangan gamenya setelah memastikan pintu rumahnya terkunci.
"Baiklah, mari kita mulai," ucap Arthur kemudian memakai peralatan game nya dan juga tak lupa kaca mata VR nya.
"Wellcome to the M2..."
●♤♡◇♧●
Yasha langsung berlari menuju garasi berharap bisa menemukan Oroci di sana tapi temannya itu tidak ada di sana entah pergi ke mana.
Yasha mengira jika temannya itu pasti sudah berada di depan gerbang game Time Lock karena sebentar lagi Game itu akan di mulai.
"Aku akan mengambil beberapa s*****a tambahan. Kurasa inventoriku masih tersisa banyak ruang," ucap Yasha kemudian terlihat mengambil dan memilih s*****a mana saja yang menurutnya cukup kuat dan akan berguna di dalam lemari penyimpanan yang ada di depannya itu.
Setelah dirasa cukup dan selesai, Yasha langsung bergegas menuju gerbang game Time Lock yang kemarin untuk melanjutkan gamenya lagi.
"Kenapa tidak ada orang?" ucap Yasha bingung namun, saat melihat di sana ada sebuah cahaya dan diatasnya terlihat namanya melayang membuat Yasha langsung berjalan mendekati cahaya itu dan,
Tiba-tiba saja kini Yasha sampai di dalam hutan yang diyakininya merupakan level 2 di dalam game. Tempat itu masih sama seperti kemarin. Aura mengerikannya masih terasa karena langit-langitnya cukup gelap dan sedikit berkabut.
Tanpa ingin membuang waktu lebih lama lagi, Yasha langsung terlihat melangkah maju tapi baru beberapa langkah ia tanpa sengaja menginjak sesuatu yang menurutnya adalah pertanda dari bahaya yang akan menghampirinya setelah ini.
'Aku benar. Jika ada kulit ular berarti ada ular di sini,' batin Yasha dalam hati.
Untuk berjaga-jaga Yasha langsung mengeluarkan pedangnya dan terlihat memasang sikap siaga karena takut jika mungkin saja ular itu akan muncul tiba-tiba dan menyerangnya.
'Bisakah aku langsung melarikan diri saja dari sini dana tidak perlu melawan ular itu? Tidak. Tidak mungkin ada game yang semudah itu,' batin Yasha dalam hati.
Yasha berjalan sangat pelan menyusuri hutan itu bermaksud mencari jalan keluar dari sana tapi ia tidak menemukannya.
Dia takut melewatkan sesuatu yang penting jadi, Yasha memutuskan untuk mencarinya lebih teliti lagi dan ketemu.
Ternyata level 2 berada di bukit yang sangat tinggi. Ada lembah di bawahnya yang tidak tahu berapa kedalamannya karena Yasha tidak dapat melihat dasarnya.
Ada sebuah tulisan yang menempel di batang pohon besar. Karena penasaran Yasha akhirnya membacanya.
Level 3 ada di seberang.
Hanya taring ular raksasa yang bisa digunakan untuk menebang pohon yang ada di sini. Selamat mencoba.
Yasha rasanya ingin mengumpat saat itu juga. Ya. Bagaimana bisa dia mendapatkan taring ular raksasa itu? Seolah taring itu bisa didapatkannya hanya dengan memintanya pada pemiliknya. Yang benar saja.
Akhirnya Yasha mencoba mencari jalan keluar dari permasalahan ini. Tapi, siapa sangka jika memikirkan cara dengan melamun seperti itu adalah ide yang buruk. Karena tanpa sengaja Yasha telah menendang telur ular yang cukup besar itu hingga telurnya jatuh ke lembah tak berdasar itu.
Sedetik kemudian terdengar suara menyeramkan diikuti desisan ular yang terdengar semakin dekat membuat Yasha langsung bersikap waspada dan melihat sekelilingnya.
"Astaga!!!! Itu adalah ulang yang sangat sangat sangat besar! Oh, tidak! Sepertinya dia marah!"
Yasha memilih langsung berlari untuk menghindari ular itu karena sepertinya mustahil melawan ular setinggi hotel lantai 5 itu sendirian dengan mudah.
Ditengah pelariannya, Yasha memikirkan apa saja kelemahan mahluk melata itu tapi tak terpikirkan satu pun.
"Aku harus membunuhnya tapi bagaimana caranya?" ucap Yasha sambil terus berlari dan tanpa sengaja saat melihat ke atas Yasha menemukan sebuah ide.
"Aku akan menggunakan batu-batu itu," ucap Yasha kemudian mengganti s*****a pedangnya dengan pemanah.
Melihat batu-batu runcing yang ada di mulut gua itu, Yasha merasa itu adalah sebuah kesempatan bagus. Yang harus dilakukannya adalah memancing ular itu mendekati gua.
"Aku tahu," ucap Yasha kemudian terlihat berlari ke arah mulut gua itu dan berdiri diam di sana.
"Dia datang... dia datang..."
Yasha sedikit takut saat terlihat ular itu menatapnya seolah siap untuk menerkamnya dan yang terjadi setelahnya adalah,
Yasha langsung melompat menghindar dan sempat berguling beberapa kali.
Ular yang tadi hendak menerkamnya itu, kepalanya terlihat tersangkut, membuat Yasha langsung mengambil kesempatan dengan memanah batu-batu runcing itu hingga akhirnya jatuh dan menancap dikepala dan punggung ular itu.
"Tidak bisa hanya dengan itu saja" ucap Yasha kemudian menukar alat panahnya dengan pedangnya kembali dan kemudian digunakannya untuk,
Slassshh
Yasha membelah kepala ular itu hingga terlepas dari tubuhnya. Berharap dengan begitu, ular itu akan benar-benar mati sekarang tapi,
Yasha langsung melangkah mundur saat melihat kepala dan tubuh ular itu menyatu kembali membuatnya bingung harus melakukan apalagi jika usahanya tadi ternyata tidak berguna sama sekali.
"Aku harus melakukan apa lagi? Satu-satunya ide yang terpikir di dalam kepalaku hanya berlari," ucap Yasha kemudian kembali berlari demi menghindari amukan ular yang tadi.
Yasha merasa beruntung karena banyak sekali pohon besar di bukit ini. Hal itu cukup untuk membuat ular itu sedikit terhambat.
"Pohon? Haruskah aku menggunakan pohon?"
Yasha menatap kanan kirinya mencari batang pohon yang cocok untuk rencananya itu.
Setelah menemukan pohon yang dirasakannya cocok, Yasha langsung melancarkan aksinya dengan berlari memutari pohon-pohon itu acak dengan cepat berharap tubuh ular itu akan terlilit pohon-pohon itu hingga akhirnya ular itu tidak bisa bergerak dan berhenti mengejarnya.
"Aku sungguh lelah sekali,"
Yasha terlihat terus berlari tapi karena memang sedikit pusing karena berlari berputar-putar sejak tadi, tanpa sengaja ia tersandung dan jatuh di sana.
"Oh, s**l!"
Yasha langsung berbalik untuk memastikan ular itu berhenti mengejarnya tapi tidak. Ular itu terlihat senang saat melihatnya jatuh dan bersiap menerkamnya di sana.
"Tunggu dulu, ular. Aku bisa menjelaskannya. Sungguh, aku tadi tidak sengaja membuat telurmu jatuh dan---"
Yasha langsung menggunakan batang pohon yang ada di dekatnya saat ulat itu tadi hendak menerkamnya membuat mulut ular itu kini terganjal batang pohon itu.
Yasha berharap bisa kabur selagi ular itu kebingungan mengeluarkan batang pohon itu dari mulutnya tapi, dengan mudahnya ular raksasa itu menghancurkan batang pohon itu dan terlihat semakin marah padanya.
"Itu tadi hanya pembelaan diri karena aku tidak mau menjadi makan---"
Crakk
Detak jantung Yasha berpacu sangat cepat saat kini tepat di antara kakinya taring ular itu tertancap sangat dekat sekali.
Yasha yang tak mau menyia-nyiakan peluang itu langsung mengambil pedangnya dan memotong kedua taring ular itu dengan cepat sebelum akhirnya berdiri dan menjauh dari ular menyeramkan itu.
Seketika terlihat ular itu menggeliat seperti kesakitan sebelum akhirnya tubuh ular itu hancur yang lenyap begitu saja.
"Astaga! Melelahkan sekali, sungguh," ucap Yasha kemudian memilih beristirahat sejenak dengan duduk di rerumputan sambil menyimpan kembali pedangnya ke dalam inventorinya.
Tiba-tiba taring ular yang masih menancap sempurna di tanah itu langsung berubah menjadi sebuah kapak besar yang terlihat tajam sekali membuat Yasha berniat mengambilnya tapi kapak itu berat sekali. Karenanya tak ada cara lain selain menyeretnya.
Yasha mencoba mengingat di mana letak pohon dengan catatan yang ditemukannya lagi dan mudah saja pohon itu ditemukannya.
"Selamat tinggal bukit ular!" ucap Yasha kemudian terlihat berusaha sekuat tenaga untuk mengangkat kapak besar itu dan mencoba menebang pohon tapi,
"Sudahlah. Aku tidak memiliki tangan Thor seperti Oroci. Ini sungguh berat sekali," ucap Yasha merasa putus asa selain itu, ia juga sangat lelah.
Tapi baru beberapa detik ia kembali duduk, pinggiran bukit itu terlihat longsor dan runtuh membuat Yasha panik.
"Tidak. Ini berarti ada pemain baru yang akan datang. Jadi tempat ini akan di reka ulang," ucap Yasha kemudian terlihat kembali berusaha mengangkat kapak itu kembali dan berhasil meski hanya terangkat beberapa senti saja dari tanah, kemudian ia langsung menancapkan kapak itu pada pohon besar itu.
"Berhasil,"
Yasha terlihat senang saat pohon itu langsung tumbang dan berubah menjadi sebuah jembatan menuju seberang secara cepat dan ajaib.
"Ayo lari sebelum bukit ini hancur,"
Yasha langsung berlari untuk menyeberang dan meski seberang sana terlihat dekat, namun nyatanya Yasha merasa tidak kunjung sampai hingga,
Kekhawatirannya benar-benar terjadi.
Bukit ular tadi hancur sebelum dia sampai di seberang sana membuat Yasha panik tapi dia tidak kehilangan akal begitu saja.
"Ayolah. Aku hanya ingin menghidupkan mode terbang sepatuku," ucap Yasha sambil berusaha meraih kakinya sambil berpegangan pada tali jembatan yang tadi baru saja terputus itu.
Cukup sulit membagi fokus antara harus berpegangan dengan erat dan juga berusaha mencoba menghidupkan mode terbang sepatunya.
"Selesai!" ucap Yasha kemudian melepaskan pegangannya dan mulai terbang menuju atas.
Sesampainya di atas, Yasha rasanya ingin langsung melompat saja ke dalam lembah tak berujung itu dan jatuh. Ia merasa menyesal karena memilih untuk memainkan game ini.
"Sarang laba-laba..."
Bersambung...