●♤♡◇♧●
"Aku lebih suka melawan monster di tempat terbuka seperti ini. Syukurlah aku sudah keluar, sekarang,"
Yasha langsung saja merasa lebih tenang saat sampai di level 7 itu. Tentu saja, lihatlah pemandangan yang disuguhkan di dalam level itu. Air terjun dengan perbukitan yang cukup tinggi mengelilingi sekelilingnya. Tempat itu terlihat luas sekali sampai Yasha tidak bisa melihat di mana ujungnya.
"Jika aku tidak harus tidur, aku pasti akan terus melanjutkan game ini dan menikmati pemandangan indah ini tapi aku tidak bisa. Waktu terus berjalan dan aku tidak ingin menyia-nyiakannya hanya untuk bermain-main saja seharian," ucap Yasha sendiri kemudian terlihat berjalan menuju pintu bertuliskan Exit dan keluar dari dalam game itu.
"Hei! Kau baik-baik saja? Kau hebat sekali, kawan. Baru sebentar saja kau sudah bisa mencapai level 7," ucap Oroci saat menyambut kedatangan Yasha di sana.
"Aku lelah, Oro. Aku akan offline sebentar. Aku akan kembali lagi nanti," ucap Yasha membuat Oroci terlihat mengangguk cepat tanda setuju.
"Ya ya.. kau memang perlu istirahat. Pergilah," ucap Orocichris membiarkan temannya itu pergi offline dan menghilang begitu saja di depannya dan juga anak-anak lainnya.
Di tempat lain...
"Bodoh! Lihatlah apa yang sudah kalian lakukan? Mengapa kita tidak bisa memblokir akses offline nya lagi sekarang? Ini semua karena kalian! Anak itu pasti melakukan sesuatu di dunia nyata. Anak itu lebih cerdas dari yang kukira. Dia pasti sudah membuat perlindungan diri sendiri agar kita tidak bisa berbuat macam-macam lagi padanya. s**l!"
Bos itu terlihat memarahi lagi kedua anak buahnya yang dianggapnya tidak becus bekerja.
"Maafkan kami, Bos. Kami berjanji akan memperbaiki kesalahan ini dan-"
"Tentu saja itu harus. Itu sudah menjadi tanggung jawab kalian sekarang. Pergi dan lakukan sesuatu," ucap Bos itu lagi kemudian dua anak buah yang dimarahi tadi langsung menurut pergi.
'Dia memang berbeda dari yang lainnya. Jika cara baik-baik tidak berguna, maka aku terpaksa harus menggunakan cara k*******n,'
●♤♡◇♧●
Arthur langsung pergi ke kamarnya dan memutuskan untuk melakukan niatnya yang ingin tidur tadi.
"Whoa... aku lelah sekali," ucap Arthur kemudian langsung naik ke tempat tidur dan memejamkan matanya, berusaha untuk pergi tidur tapi, suara keributan di luar terdengar mengganggu sekali membuatnya sedikit frustasi karenanya.
"Ayolah! Apa yang terjadi di luar sana? Biarkan aku tidur sebentar saja," ucap Arthur lalu mengambil bantalnya dan meletakkannya di atas kepalanya berharap suara kegaduhan itu tidak terdengar lagi tapi sia-sia saja.
Arthur Akhirnya memutuskan untuk keluar dan melihat apa yang terjadi sebenarnya. Apa yang membuat para penghuni sampai heboh seperti itu?
Dipakai maskernya sebelum keluar dan terlihat lorong depan kamarnya itu sudah penuh orang yang entah sedang menonton pertunjukan apa di bawah sana. Karena juga ingin tahu akhirnya Arthur berusaha untuk maju ke depan dan setelah berhasil dan tahu apa yang terjadi, Arthur terlihat menatap semua orang dengan tatapan malasnya.
'Apa mereka sefrustasi itu? Kenapa begitu senang sekali hanya karena melihat dua orang bodoh di bawah sana? Lihatlah apa yang mereka lakukan,' batin Arthur dalam hati.
Ya. Ternyata sedang ada pertunjukan gulat di bawah sana. Sepertinya para penghuni terlihat bersenang-senang dengan memasang taruhan seperti biasa. Hal seperti itu biasa terjadi setiap hari. Orang-orang yang tidak memiliki pekerjaan tetap, atau mungkin orang-orang yang baru saja dipecat dari pekerjaannya, pasti akan mencoba mencari kesenangan lewat hal-hal kecil seperti itu. Seperti menarik perhatian semua orang dan mendapatkan uang dengan mudah nantinya.
Setelah tahu apa yang terjadi akhirnya Arthur langsung memutuskan untuk kembali ke dalam apartemennya dan melanjutkan niatnya untuk tidur tadi.
Tapi karena merasa kamarnya terlalu dekat dengan pintu, akhirnya ia memilih untuk tidur di kamar pamannya saja.
"Aku akan set alarm. Aku butuh tidur sekitar 3 jam," ucap Arthur kemudian langsung saja tidur setelah selesai mengatur alarm nya.
Beberapa jam kemudian...
Arthur terlihat bangun dengan keringat yang membasahi keningnya dana nafasnya terengah seperti baru saja selesai mengikuti perlombaan lari.
"Ternyata hanya mimpi. Tapi itu mengerikan sekali," ucap Arthur kemudian kembali berbaring dan terlihat melirik jam yang ada di dekatnya itu.
"5 jam? Ternyata aku sudah tidur selama itu?" ucap Arthur sendiri tak percaya karena biasanya dia akan mudah sekali bangun tapi kali ini sepertinya kali ini tubuhnya memang benar-benar lelah.
Ya. Bayangkan saja. Kau sudah begadang selama 18 jam tidak tidur dan kemudian langsung bermain game. Energinya serasa terkuras habis tapi setelah tidur, dia merasa segar kembali.
"Apakah mimpi itu hanya pengaruh karena di dalam game aku harus melalui level yang cukup menyeramkan? Entahlah. Tapi sungguh memimpikan dunia hancur tepat di depan mataku seperti itu, sangatlah menyeramkan," ucap Arthur kemudian terlihat memejamkan kembali matanya sejenak untuk menenangkan pikirannya.
Terlalu banyak hal yang sudah dilaluinya belakangan ini dan dia melakukan segala sesuatunya sendiri. Terasa berat beban yang harus ditanggungnya seorang diri tapi jika bukan dia maka siapa lagi?
"Anggap saja aku melakukan ini untuk diriku sendiri. Anggap saja aku melakukan semua ini karena aku tidak ingin dunia hancur semudah itu. Dunia harus melihatku sampai ke puncak terlebih dahulu agar orang tua yang sudah meninggalkanku di sini merasa menyesal karenanya. Akan kubuktikan pada mereka jika aku bisa sampai ke atas sana dengan usahaku sendiri. Aku pasti akan berhasil dengan tekad dan kekuatanku sendiri. Aku pasti bisa," ucap Arthur langsung merasa lebih baik setelah mengatakan semua itu.
Arthur memutuskan untuk bangun dan berniat untuk makan.
"Hanya tinggal sereal ini tapi kurasa cukup," ucap Arthur saat melihat persediaan makanannya, kemudian terlihat akan mengambil mangkuk dari lemari atas tapi,
"Apa semua ini?!!"
Arthur lagi dan lagi merasa terkejut saat melihat persediaan makanan di dalam lemari piringnya itu yang terlihat banyak sekali.
Yang awalnya lemari itu berisi piring dan mangkuk, sekarang berubah menjadi makanan kaleng dan jenis makanan lainnya.
"Lalu dimana piring-piring yang ada di sini?" ucap Arthur sendiri kemudian membuka satu persatu lemari yang ada di sana dan ternyata piring dan mangkuknya sudah berpindah di lemari bagian bawah.
Ada sebuah note yang tertempel pada salah satu piring di sana, dan Arthur yang penasaran tentu saja langsung mengambil catatan itu dan membacanya.
'Makan dan minumlah dengan benar. Paman sudah menyiapkan segalanya untukmu. Karena Paman sendiri bisa pergi sewaktu-waktu jadi, Paman harap kau bisa menjaga dirimu dengan baik, meski setelah Paman tidak lagi berada di sampingmu.
Berbahagialah, Nak.'
Arthur merasa terharu dan rasanya ia bisa menangis saat itu juga tapi dengan sekuat tenaga dia menahan air matanya untuk tidak jatuh.
"Bisa-bisanya kau masih memikirkan keadaanku, padahal kau sendiri lah yang sedang sekarat, Paman. Seharusnya jangan menjadi orang yang terlalu baik seperti ini. Maafkan aku karena tidak melakukan hal yang berarti untukmu saat kau hidup selama ini. Maafkan aku,"
Akhirnya setetes air mata yang lolos begitu saja dan jatuh membasahi pipinya. Ia ingat sekali Pamannya pernah berkata jika menangis bukan tanda kelemahan pria tapi sungguh Arthur sangat benci menangis. Sejak dulu dia selalu mencoba kuat dan berusaha untuk tidak menangis. Meski kehidupannya sejak kecil sama sekali tidak mudah.
Menjadi anak tanpa keluarga, membuat Arthur diasingkan dari lingkungan. Semua orang menganggapnya anak yang tak diinginkan. Karenanya sejak kecil dia tidak memiliki teman satupun karena para orang tua dari anak-anak sebayanya melarang mereka untuk berdekatan dan juga berbincang dengannya.
Sekolah?
Di jaman ini tidak ada lagi sekolah. Semua hal bisa dipelajari sendiri dari rumah melalui jejaring internet. Namun sayangnya, dulu dia dan Pamannya masih belum memiliki tempat tinggal yang nyaman seperti sekarang, jadi jangankan menggunakan internet, makan saja dulu sudah cukup sulit. Barulah setelah mereka pindah ke daerah itu, Pamannya akhirnya mendapatkan pekerjaan hingga dari gaji yang diterima pamannya itu, mereka bisa mendapatkan tempat tinggal.
Dan cukup membekas di ingatannya, saat itu usia Arthur baru 12 tahun. Arthur ingin sekali membantu pamannya itu bekerja dan mencari uang tapi, Pamannya itu melarangnya dengan keras dan hanya menyuruhnya untuk tinggal di rumah. Setiap pulang bekerja, Pamannya selalu membawakan buku usang untuknya agar bisa belajar membaca dan menulis. Karena tidak memiliki media yang cukup untuk belajar, dulu Arthur menggunakan tembok dan lantai untuk menulis dan belajar segala hal. Mengingat itu dia merasa miris sekali. Betapa banyak sekali hal yang sudah Pamannya perjuangkan dan korbankan untuknya selama ini. Hanya agar dirinya mendapatkan kenyamanan yang cukup.
"Dia adalah sosok orang tua pertamaku. Dia juga guruku. Dia sahabat sejatiku. Dia segalanya bagiku. Karenanya saat aku tahu jika orang tua kandungku masih hidup, aku tidak begitu antusias karena bagiku itu tidak penting lagi. Mereka tidak membutuhkan kehadiranku dan mungkin saja juga tidak menganggapku ada selama ini. Jadi untuk apa memikirkan mereka. Maafkan aku, Paman. Aku tidak akan transit ke atas sana. Tidak akan pernah. Tidak ada alasan yang bagus, yang membuatku harus pergi ke atas sana. Sekarang tujuanku yang sesungguhnya adalah menyelamatkan bumi ini. Aku akan menyelamatkan orang-orang yang tidak bersalah dan memerlukan bantuan seperti saat paman menolongku saat itu. Aku berjanji akan menyelamatkan dunia ini demi keselamatan dan kebahagiaan banyak orang. Itu tekad dan janjiku sekarang," ucap Arthur kemudian akhirnya mengambil mangkuk dan memakan sereal yang tersisa menggunakan s**u yang ternyata juga sisa tinggal sedikit.
"Kurasa aku harus menggunakan banyak sekali penyamaran agar saat masuk ke dalam game, tidak akan ada yang bisa mengenaliku. Baiklah. Aku akan membuat pengaturannya setelah selesai makan nanti," ucap Arthur kemudian melanjutkan acara makannya sampai selesai.
Seperti biasa setelah selesai makan, Arthur mencuci bekas makannya itu.
"Besok aku harus mengeluarkan sampah-sampah ini," ucap Arthur saat melihat beberapa kantong plastik hitam besar berisi sampah yang berjejer di dekatnya itu yang seharusnya sudah di keluarkan sejak kemarin.
Setelah selesai makan dan mencuci piring, Arthur langsung bergegas menuju ruang gamenya dan mengambil kaca mata VR nya. Beruntung penggantian avatar bisa dilakukan saat offline sekalipun. Itu membuatnya semakin mudah.
"Oh ya, kurasa aku memiliki sisa uang hadiah saat itu. Aku bisa membeli beberapa karakter avatar baru untuk penyamaran," ucap Arthur kemudian terlihat mengotak-atik kaca mata VR nya hingga sebuah tampilan muncul di depan kaca mata VR nya memperlihatkan berbagai karakter yang bisa di belinya.
"Tidak. Ini saja lebih bagus. Ini juga. Ini juga. Wah... pasti menyenangkan mencoba avatar wanita," ucap Arthur terlihat senang melihat-lihat dan membeli avatar baru untuknya itu.
"Ini! Oroci sangat menginginkan avatar ini! Aku akan membuatnya terkejut," ucap Arthur kemudian mengubah setting avatarnya menjadi avatar yang baru dibelinya tadi.
"Beres. Sekarang ayo kita mulai bermain," ucap Arthur kemudian berdiri di tempatnya yang biasa dan langsung memakai kaca mata VR nya.
"Welcome to the M2...'
●♤♡◇♧●
Saat setelah memasuki portal Yasha tidak menyangka jika sudah ada banyak sekali orang di sana. Di satu sisi Oroci dan juga anak-anak yang kemarin mengaku sebagai pendukungnya dan juga berusaha melindunginya dan di sisi lain ada satu squad pasukan yang bersama dengan Fang di sama.
Yasha terlihat percaya diri melewati mereka semua dan benar saja tidak ada yang mengenalinya.
Oroci juga tadi hanya menatapnya sekilas dan terlihat seolah tak mengenalnya sama sekali.
Yasha merasa senang rencananya berhasil.
"Hei... temui aku di depan gerbang game Time Lock," ucap Yasha menghubungi Oroci melalui earpiece kemudian bergegas menuju gerbang game itu duluan dan menunggu Oroci di sana.
Sebenarnya Yasha tidak mengerti mengapa ada seseorang yang mengincarnya seperti itu. Kenapa dengan dia? Jika bukan karena dia membuat kesalahan lalu apa? Apa yang diinginkan orang-orang yang mencoba menangkapnya itu?
Pembentukan pasukan untuk memenangkan sebuah game adalah hal ilegal. Kenapa ada orang yang memiliki pemikiran jahat seperti itu? Membuat seseorang menjadi b***k yang akan memenuhi segala permintaannya adalah perbuatan yang kejam. Benar, 'kan? Seharusnya bermain game tidak membuatmu harus merasa terpaksa seperti itu. Sejak kapan kebebasan seseorang bisa di beli uang?
"Dimana Yasha? Dia memintaku menemuinya di sini,"
Mendengar suara sahabatnya tepat dari arah belakangnya, Yasha langsung berbalik dan sengaja ingin mengejutkan Oroci dengan penampilan barunya itu.
"Kejutan!!!! Bagaimana menurutmu? Aku akan mengubah avatarku setiap hari mulai sekarang agar orang-orang itu merasa kesulitan untuk menangkapku. Bagaimana menurutmu?" ucap Yasha meminta pendapat temannya itu dan terlihat Oroci dan anak-anak lainnya hanya menatapnya bingung dari atas sampai bawah.
"Kau benar-benar Yasha? Temanku itu sulit sekali mengubah avatarnya jadi maafkan aku jika-"
"Kurasa kau baru akan percaya jika aku membuktikannya, 'kan?" ucap Yasha kemudian berjalan menuju sorot cahaya yang bertuliskan namanya seperti biasa dan dia menghilang seketika.
"Wah!! Dia memang Yasha. Bagaimana menurut kalian? Temanku itu benar-benar jenius, 'kan?" ucap Oroci terlihat bangga membuat anak-anak lainnya mengangguk cepat dengan ekspresi yang masih belum percaya sepenuhnya dengan apa yang sudah dilihat mereka tadi.
Yasha sudah sampai di tempat terakhir sebelum dia keluar dari game itu. Tapi entah mengapa bukit yang luas itu terasa lebih sepi dari dugaannya. Tidak mungkin tempat seluas itu tidak ada penghuninya, 'kan?
"Halooooo..."
Yasha mencoba bersuara dan terdengar bergema sampai ujung sana guna mencari tahu apakah ada orang lain atau mahluk apa pun yang tinggal di sana dan benar saja. Dia mendengar sebuah suara.
"Suara apa itu?" ucap Yasha kemudian terlihat berjalan sedikit ke tepi bukit itu untuk melihat kira-kira mahluk apa yang tinggal di sana.
"Astaga! Jadi level 7 ini aku akan berhadapan dengan naga?!!!!"
Bersambung...