WARNING!! Bab Ini Mengandung Adegan Dewasa, Bijaklah dalam membaca!
***
Reindra mulai sibuk. Bahkan jadwal yang seharusnya malam ini ia tidur di rumah Saras, pria itu lupakan. Ia hanya berkutat dengan laptopnya dan ponsel yang sedari tadi menyala. Ia menghubungi semua kolega dan rekan yang bisa membantunya mencarikan lokasi yang strategis dengan harga baik untuk bisnis barunya.
Tidak hanya itu, Reindra juga berkonsultasi dengan pengamat fashion mengenai usaha dan jenis pakaian apa yang laris belakangan ini agar usahanya tidak sia-sia dan Ayunda bisa mendapatkan penghasilan tinggi olehnya.
Seperti biasanya, ketika jadwal Reindra menginap di rumah Saras, maka Nela akan menghabiskan waktunya berkumpul bersama teman-temannya hingga pagi. Reindra tahu akan hal itu dan membiarkan begitu saja. Toh mereka juga tidak punya anak yang harus diurus oleh Nela. Lagi pula itu baik untuk Reindra saat ini karena ia bisa bebas bekerja tanpa banyak pertanyaan dari Nela.
Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, ponsel Reindra yang sedari tadi memang selalu berdering, kini kembali berdering. Tapi buka dari kolega atau rekan bisnis melainkan dari Saras, istri ke duanya.
Reindra segera mengangkat panggilan itu.
“Malam, Saras.”
“Mas, kamu di mana? Kamu nggak nginap di rumah aku malam ini?”
“Oh, ya ampun ... Maaf, aku lupa mengabari kamu kalau aku sedang banyak pekerjaan malam ini. Malam ini nggak dulu ya, sebab aku harus menyelesaikan pekerjaanku dulu.”
“Kamu di rumahnya mbak Nela?”
“Iya, tapi Nela nggak di rumah. Seperti biasa, kalau jadwal mas ke rumah kamu, maka Nela akan pergi bersenang-senang dengan teman-temannya. Sekarang mas benar-benar sendirian di rumah.”
“Jadi mas malam ini tidak akan ke sini?”
“Maaf, Saras. Tidak dulu.”
“Kok gitu sih, Mas?”
“Sabar ya, Saras. Kalau nanti urusan mas sudah selesai, mas pasti akan ke tempat kamu.”
“Malam ini?”
“Mungkin tidak malam ini, sebab pekerjaannku sedang banyak dan harus deadline.”
“Ya sudah, aku mau lanjut tidur saja.”
“Sampai jumpa lagi nanti, Sayang ....”
“Iya, Mas.”
Panggilan suara itu pun terputus.
Reindra kembali disibukkan dengan pekerjaannya, merencanakan usaha barunya dengan matang dan harus ia rampungkan dalam waktu secepatnya.
Di tempat berbeda, Saras yang sudah menunggu sang suami dengan pakaian dinas terbaiknya, mendengus kesal. Ia bahkan melempar ponselnya ke atas ranjang dengan pelan dan mulai memikirkan sesuatu.
Sebagai wanita yang punya libido cukup tinggi, Saras agak kesulitan untuk mengendalikan nafsunya sendiri. Apa lagi malam ini harusnya ia habiskan dengan bertempur panas dengan sang suami, tapi Reindra malah tidak datang dan memutuskan untuk sibuk dengan usaha barunya.
Saras pun tanpa pikir panjang meraih kembali ponselnya dan mulai menghubungi seseorang. Seorang pria yang dulu pernah menjadi mantan kekasihnya dan sampai saat ini masih menjalin hubungan baik dengannya. Bahkan mereka cukup sering berhubungan secara diam-diam tanpa sepengetahuan Reindra.
Selingkuh? Ya, Saras memang bukan tipe wanita yang setia. Harusnya Reindra menyadari hal itu, sebab sebelum menikah saja, Saras bersedia berhubungan bak suami dan istri dengan pria bernama Reindra itu.
Akan tetapi Reindra sudah termakan buaian manis Saras dan kemolekan tubuh wanita itu selama ini. Tidak hanya kemolekan tubuh Saras, tapi juga permainan panasnya di ranjang membuat Reindra candu.
Saras memang tidak mencintai lagi mantan kekasihnya itu. Bahkan jika boleh di terawang hatinya Saras, wanita itu juga tidak terlalu mencintai suaminya. Tapi terkadang ia masih membutuhkan teman ngobrol dan kehangatan dari lelaki dan kepuasan itu ia dapatkan dari sang mantan kekasih dan nafkah lahir ia dapatkan dari Reindra.
“Boi, kamu sibuk nggak?” tanya Saras ketika panggilan suara itu terangkat.
“Aku sedang sendirian di apartemen. Memangnya kenapa, Saras?”
“Boleh nggak aku main ke situ.”
“Mau main ke sini, boleh dong? Mau nginep juga boleh.”
“Aku bete sendirian di rumah. Suami aku nggak pulang.”
“Kenapa? Lagi sama istri pertamanya ya?”
“Katanya sih enggak. Beliau lagi sibuk dengan pekerjaannya.”
“Kalau aku saja yang ke sana, bagaimana?”
“Eh, jangan dong ... Bagaimana kalau nanti tiba-tiba dia pulang, bisa dibunuh aku sama dia.”
“Hahaha ... Aku hanya bercanda, Saras ... Mau aku jemput?”
“Nggak usah, aku mau naik taksi online saja.”
“Oke, aku akan tunggu kamu.”
“Aku berangkat sekarang ya ....”
“Iya, Sayang ....”
Panggilan suara itu pun terputus. Saras segera bersiap. Ia sama sekali tidak mengganti pakaian dinas malam itu, melainkan melampisinya saja dengan dress panjang tanpa lengan. Lalu Saras mengambil sebuah cargigan untuk menutupi lengannya yang terbuka. Wanita itu pun segera menyambar tas, memasukkan ponselnya ke dalam tas dan keluar dari kamar.
Saras mulai memesan taksi online dan ia langsung mendapatkannya. Saras mengunci pintu rumah dan menunggu taksi pesanannya.
Tidak lama, taksi itu datang. Saras masuk dan taksi itu pun segera berlalu ketika Saras mulai duduk di atasnya dengan baik. Jarak apartemen teman lelaki Saras tidak terlalu jauh dari kediamannya. Lima belas menit naik taksi, taksi itu pun berhenti di halaman sebuah apartemen yang cukup besar di Jakarta.
Saras turun dari mobil seraya mengucapkan terima kasih karena ia sudah membayar taksi itu lewat aplikasi. Ia merapikan pakaiannya sejenak dan mulai berjalan dengan anggun menuju unit tempat sang mantan berada.
“Hai, Sayang ... akhirnya kamu datang juga.” Kehadiran Saras langsung disambut hangat oleh sang lelaki. Pria itu memeluk Saras dan langsung melumat bibir sang wanita dengan brutal.
Saras yang memang sudah kepanasan tentu membalas lumatan itu dengan lebih sadi lagi.
Mereka bergumul bibir di ruang tengah apartemen milik teman laki-laki Saras. Tanpa rasa berdosa sedikit pun terhadap Reindra, Saras begitu menikmati pergumulan itu hingga suara erangan dan desahan pun keluar dari bibir wanita itu membuat suasana semakin memanas.
Sebuah erangan panjang terdengar keluar dari bibir Saras ketika teman pria yang ia panggil boi menghisap kuat bibir itu dan melepaskannya dengan brutal.
“Kamu masih saja nikmat, Sayang,” lirih sang pria.
“Kamu juga ....”
“Kita lanjutkan di dalam.” Sang pria menunjuk ke arah kamar.
Saras mengangguk dan membiarkan sang pria menggendong tubuhnya masuk ke dalam kamar.
Sesampai di dalam kamar, sang pria langsung merebahkan tubuh Saras ke atas ranjang. Membuka pakaian Saras dan kembali melumat tubuh istri ke dua Reindra itu tanpa melepask pakaian dinas yang seharusnya ia gunakan untuk penarik perhatian Reindra. Tapi nyatanya, malam ini ia malah bercinta dengan lelaki lain yang merupakan mantan kekasihnya.
Sang pria begitu menikmati setiap inci tubuh Saras. Gunung kembar sintal itu ia remas dengan kuat hingga Saras pun kembali mengerang keras
“Pakain ini menganggu pemandanganku, kita lepaskan saja,” ucap teman pria Saras.
Saras mengangguk dan membiarkan teman prianya melepas baju dinas malam itu. Kini, tubuh indah Saras sudah polos tanpa sehelai benang pun. Sang pria semakin panas, meremas dan membuat pemanasan agar permainan inti mereka tidak mengecewakan.
Hingga beberapa menit berselang, suara Saras pun menyelesaikan pemanasan itu.
“Sekarang, Sayang ... Aku sudah tidak tahan.”
“Masa sekarang? Aku masih mau main-main, Sayang.”
“Tapi aku sudah tidak tahan, aahhh ....” Saras kembali mengerang ketika jari-jemari pria bernama Boi itu terus menyesap ke dalam liang surganya.
“Aku masih ingin main-main,” lirihnya seraya terus menggerakkan tangannya dengan ritme yang lebih cepat.
“Fu*k you, Boi ... Sekarang!!”
Sang pria mengangguk. Ia pun tanpa menunggu lagi langsung menancapkan rudalnya dengan kuat ke dalam milik Saras. Membuat penyatuan yang membuat Saras semakin mengerang tegang. Wanita itu seketika lupa dengan suaminya. Apa lagi ketika sang pria mulai mempercepat pergerakannya, Saras semakin tidak terkendali.
***
Waktu sudah menunjukkan pukul satu malam. Reindra masih juga belum terlelap. Masih terpikir oleh pria itu nasib malang yang kini menimpa Ayunda. Kehilangan suami tercinta, hutang yang menumpuk lalu keluarga mertua yang sangat membencinya bahkan begitu tega mengusirnya dari rumahnya sendiri.
Reindra tidak habis pikir dengan semua itu hingga ia pun tidak mampu memejamkan mata karenanya.
Bagaimana bisa wanita secantik dan sebaik Ayunda bisa merasakan penderitaan sedalam itu? Ayunda, andai saja kamu mau menikah denganku, aku akan pastikan kamu tidak akan lagi merasakan sakit dan terluka seperti sekarang. Tapi sayangnya kamu begitu sulit untuk ditaklukkan. Tidak apa-apa, Ayunda. Semoga dengan sedikit usahaku ini bisa membantumu dan anak-anakmu.
Reindra menatap rencana usaha yang sudah ia susun di laptopnya. Memastikan jika semuanya terencana dengan matang dan Ayunda bisa bekerja dan menjalankan usahanya dengan sangat baik.
Reindra mulai merebahkan tubuhnya ke atas ranjang. Sama sekali tidak ada rasa rindu kepada Saras yang selama ini memang mampu memuaskannya di ranjang. Otak, hati dan pikirannya hanya dipenuhi nama Ayunda. Wanita yang baru dua bulan menjanda.