Keakraban Said dan Guntur mulai terjalin sejak Said menghadiri pernikahan Farid dan Tata. Saat itu Said banyak membantu Guntur dan keluarga Nayra berkomunikasi dengan keluarga besar Tata. Hingga pada akhirnya Said meminta Guntur memanggilnya nama saja tanpa embel-embel 'Pak'. Said merasa dirinya jauh lebih mudah dibanding usia Guntur yang sudah lebih dari kepala empat, sementara dirinya masih duapuluhan. Terlebih, Guntur juga memerlukan jasa Said untuk mempercepat proses kepemilikan mobil Eropa keluaran terbaru, karena Said memiliki kedekatan dengan salah satu pemilik dealer mobil Eropa terkenal. Namun, meski Ayu ternyata masih sukar didekati, Said tetap menjaga kedekatannya dengan Guntur.
***
Sebelum Said menawarkan pempek ke Ayu,
Rema akhirnya mengetahui bahwa gadis yang diincar anaknya tidak lain adalah Ayu, gadis yang dia jumpai di pasar ikan dan kebetulan pula dia menyukainya. Rema semakin semangat mendukung Said untuk lebih dekat dengan Ayu. Bahkan Rema menyarankan Said agar mau menunggu hingga Ayu benar-benar siap untuk dinikahi. Mungkin Rema mengalami love at first sight, seperti yang dialami anaknya ketika tidak sengaja melihat kehadiran Ayu di sekolah milik keluarga besarnya.
"Lha, kamu kasih apa kek ke dia. Apa yang dia suka kamu harus tau. Kalo cuma kirim-kirim pesan, kesannya jadi menakutkan, Id. Mama kalo di posisi Ayu yah takut juga tiba-tiba ada yang ngajak kenalan. Senyum-senyum nggak jelas. Tuh, Rasti udah laporin semua tingkah kamu. Mbok ya diperbaiki. Ini beda. Bukan perempuan-perempuan yang lenje-lenje ke kamu. Mau seganteng apa kamu, kalo sikap dan gaya kamu begitu, nggak semua perempuan langsung mau deket-deket. Yang ada malah ngeri.…"
Said senyum-senyum mendengar saran mamanya, sedikit membenarkan.
"Nih. Kasih oleh-oleh ini ke depan."
"Udah, Ma. Nggak usah. Nggak enak. Aku nggak pernah kasih apa-apa ke mereka. Tiba-tiba ngasih, pasti mereka malah berpikir yang aneh-aneh tentang aku. Aku nggak mau mengganggu perasaan Ayu."
Said menyodorkan layar ponsel ke hadapan mamanya agar mamanya membaca lagi pesan terakhir dari Ayu untuk kedua kalinya.
"Nih. Mama baca lagi pesan dari Ayu yang terakhir. Aku sudah janji nggak ganggu dia lagi."
Rema menatap sedih Said. Baru kali ini dia menyaksikan sikap Said yang benar-benar menyukai seorang perempuan. Sebelumnya, Said tidak pernah pacaran. Begitu usianya menginjak duapuluh dua, Said sudah dijodohkan dan menikah. Said selalu menurut apa yang diperintah keduaorangtuanya.
Dan kali ini, ketika Said ingin mencari pasangan hidup sendiri tanpa campur tangan orang tua, Said malah menemukan kesulitan. Untungnya, mamanya menyukai gadis pilihannya.
"Ya sudah kalo begitu. Kamu simpan aja dulu sebagian makanan ini di freezer kulkas besar. Siapa tau kamu berubah pikiran," usul Rema akhirnya.
***
Sebelum Ayu memutuskan tersenyum,
Di awal-awal kepergian Farid dan Tata ke Caen, Ayu sering merasa kehilangan. Biasanya Farid dan Tata selalu mengajaknya bersenang-senang di luar rumah. Kadang naik mobil, atau naik motor. Kadang dibonceng Tata, kadang Farid memboncengnya. Kadang pergi ke mall terdekat, kadang yang terjauh sekalipun. Ayu sedih jika membayangkan saat bersenang-senang dengan dua orang itu. Rasanya cepat sekali waktu indah itu berlalu.
Rasa sedihnya terkadang memuncak jika setiap saat berpapasan dengan Said, Said cepat-cepat memasuki mobilnya.
Mula-mula Ayu memang jengah melihat Said di seberang rumahnya ketika akan pergi ke sekolah. Menurut Ayu, Said seperti sengaja ingin melihatnya dari kejauhan. Dan itu berlangsung hampir setiap hari. Tapi lama kelamaan, Said seakan membuang mukanya dari Ayu, dengan cepat-cepat mengendarai mobilnya dan menjauh. Sepertinya Said merasa keberadaannya sangat tidak diharapkan Ayu. Kadang-kadang, ada saat di mana mata mereka beradu, dan selalu Said yang duluan berpaling. Said benar-benar ingin menjaga perasaan Ayu.
Tapi Ayu salah menangkap. Ayu merasa Said tidak menyukai dirinya sejak mengirim pesan untuk tidak mengganggunya lagi. Hingga akhirnya Ayu selalu memastikan Said pergi terlebih dahulu di waktu pagi, agar perasaan sedihnya tidak berlarut-larut.
Akhirnya perasaan sedih Ayu hilang pagi ini ketika Said menyapanya dan menawarkannya makanan khas kampungnya. Ternyata Ayu salah mengartikan sikap Said selama ini terhadapnya. Said tidak membencinya.
***
Setelah cukup lama Said memastikan mobil Guntur menghilang dari pandangannya, barulah dia beranjak menuju mobilnya.
Bukan main Said senang pagi itu. Dia terus membayangkan senyum manis gadis pujaan di sepanjang perjalanan menuju kantor. Hatinya berbunga-bunga hingga dia berteriak keras sendiri di dalam mobil. Seandainya senyum itu bisa dia abadikan. Akan dia kenang seumur hidupnya. Senyum manis perdana dari Ayu untuknya.
"Rasti. Tolong kamu ambil kotak yang ada di freezer kulkas besar. Kamu cek kalo Adaannya kurang banyak, ditambah ya? Kamu bawa ke rumah Pak Guntur."
"Baik, Pak. Ada lagi?"
"Hm, kamu pastiin ke Mbok Min apa Ayu nanti pulang sekolah mau langsung makan. Kamu yang goreng di sana khusus yang Ayu makan. Soalnya kan kamu ahli goreng pempek yang pas."
"Oh. Baik, Pak..."
***
Ada kehebohan di rumah Guntur setelah beberapa saat mobil yang menjemput Ayu tiba di rumah. Semua penghuni rumah Guntur sedang berkumpul di halaman belakang. Mereka asyik menikmati pempek yang Rasti goreng.
"Yang ini khusus untuk Ayu. Tadi udah dipesan Bang Said," ujar Rasti pelan ke Ayu yang berdiri di sampingnya yang sedang menggoreng pempek di dapur rumah Guntur. Ayu hanya mengangguk pelan. Dia memang menunggu pempek Adaan kesukaannya tengah digoreng Rasti.
Tiba-tiba muncul Nayra di dapur. Dipeluknya Ayu dari belakang. Ayu balas merangkulnya.
"Pak Guntur nanya kenapa nggak sekalian Pak Saidnya diajak ke sini, Rasti. Katanya biar makan bareng," ujar Nayra ke Rasti yang tampaknya sudah siap meletakkan hasil gorengannya ke piring yang sudah Ayu siapkan.
"Wah, Nay. Pak Said itu pulangnya malem. Kadang sampe larut. Suka lembur sama rapat dadakan. Jadi keberadaan Pak Said di sini sama saja kalo dia kerja di luar negeri. Jarang di rumah," tanggap Rasti. Lalu kemudian dia juga menyiapkan cuka untuk Ayu.
"Makan di sini atau di luar? Biar Mbak bawain," tanya Rasti ke Ayu yang sudah tidak sabar menikmati pempek kesukaannya.
Ayu berpikir sesaat.
"Hm. Di luar aja,"
Rasti dengan semangat membawakan pempek khusus buat Ayu ke teras belakang yang sudah ramai dengan orang-orang yang asyik bercengkrama sambil menikmati kudapan sore pemberian dari majikannya.
"Yuk, Rasti. Sekalian ini. Masih banyak," ajak Bu Sari sambil memberi ruang ke Rasti untuk duduk leseh di sampingnya. Mbok Min yang duduk di sampingnya ikut menyuruhnya duduk.
"Makan yang banyak, Bu Sar, Mbok. Aku mah udah bosen makan ginian. Ini emang makanan keluarganya Babang Said kalo rame pada datang ke rumah sini," elak Rasti sambil merebahkan tubuhnya duduk di samping Bu Sari dan Mbok Min.
"Lo lo lo, Non? Nggak jadi duduk deket Papa?" sewot Mbok Min yang melihat Ayu yang tiba-tiba datang dan duduk di sampingnya sambil membawa makanannya.
Sebelumnya Rasti membawakan pempek Ayu ke atas meja dekat posisi Guntur duduk. Ada Nayra juga duduk di sampingnya. Tapi entah kenapa, Ayu mungkin berubah pikiran.
"Ayu mau di sini. Dekat Mbok," ujar Ayu.
"Oalaaaa. Mau Mbok suapin?" tawar Mbok Min.
Ayu menggeleng. Lalu dengan santai dia mulai menyantap pempek adaan favoritnya.
"Duuh. Baru aja kita mau nggosipin Non sama Abu Gosok. Eee, malah ke mari," rutuk Mbok Min disambut tawa Bu Sari dan Rasti. Mbok Min memang suka memberi gelar lucu-lucuan ke duda Said. Dan Ayu hanya mencibir dan tidak menanggapi godaan Mbok Min. Dia malah terus menikmati makanannya dengan santai.
Bersambung