THE DATE

1122 Kata
Ting Tong!    Rolfie yang tadinya berada di dapur untuk minum, segera bergegas ketika mendengar bel pintu berbunyi. Ia berjalan cepat untuk tiba di pintu, tapi mama mertuanya lebih dulu ada di sana dan membuka pintu besar itu.    "Eh besan!" girangnya.     Rolfie yang terkejut lantas melangkah semakin dekat dan memastikan. Ah benar saja, itu orang tuanya. Rolfie bisa melihat bagaimana senyuman kedua orangtuanya itu nampak begitu cerah di hadapan mama mertua. Mama dan mama Key berpelukan sejenak, sementara papa mertuanya yang baru saja menghampiri pintu depan langsung berjabat tangan dengan sang papa.    Ada sebuah perasaan lega dari batin Rolfie ketika mengetahui mama dan papanya datang. Karena kemarin, rasanya sang mama bahkan sudah enggan menatap dirinya lagi.    Rolfie tersenyum meski tak ada yang melihat dirinya kini. Ia baru saja akan menghampiri dapur dan membuatkan minuman, namun ternyata Key sudah lebih dulu di sana, bahkan minuman berupa jus jeruk tersebut sudah tertata rapi di atas nampan dan siap untuk diminum.    Key sempat memandang Rolfie meski sesaat, masih tak ada senyuman. Gadis cantik itu berjalan begitu saja melewati Rolfie setelah sebelumnya berucap di hadapan Rolfie. "Ayo," begitu katanya.    Senyuman Rolfie langsung memudar. Ia sangat senang kedua orang tuanya datang, namun demi dunia dan seisinya, ia tak pernah berharap momen ini akan terjadi.    Dengan berat hati, Rolfie melangkah di belakang Key yang sudah lebih dulu tiba di ruang tamu dan meletakkan minuman itu di atas meja. Rolfie lantas duduk di sebelah Key, sementara kedua orang tua mereka duduk bersisian di sofa utama yang panjang.    "Ini tumben banget orang tua Rolfie kesini," kata mama Key girang. "Kumpul keluarga nih ceritanya," lanjutnya.    "Fie, Angel lagi main di kamarnya, bawa ke sini," pinta papa Key.    "Nggak usah," pekik Keyrina, membuat semuanya terdiam. "Miss Dossie," panggil Key pada asisten rumah tangganya itu yang sedang lewat membawa kemoceng.    "Iya non?" kata miss Dossie.    "Tolong ke kamar Angel, jagain dia, jangan sampe keluar," kata Key.    "Oh, baik non."    Miss Dossie lantas langsung bergegas pergi ke kamar Angel untuk menuruti perintah Keyrina.    "Loh, kenapa sayang?" tanya mama Key bingung.    "Kita cuma perlu ngomong bareng-bareng," balas Key.    "Ngomongin apa?" Key ambil napas, lalu tanpa pikir panjang. "Key mau cerai sama Rolfie." Sontak, semua terkejut. Kecuali mama Rolfie.    "Kenapa Key?" kata papa panik.    "Key sama Rolfie udah nggak bisa bareng-bareng lagi," kata Key.    "Hey son, kamu nggak bilang apa-apa soal ini ke papa," kata papa Rolfie pada putranya, namun Rolfie hanya menunduk terdiam.    "Key sama Rolfie udah ngerasa nggak cocok. Kita udah nggak bisa sama-sama lagi," timpal Key, menjawab kebisuan suaminya.    "Tapi gimana sama Angel? Kamu juga kan lagi hamil," kata mama Rolfie.    "Itu bakal kita tentuin nanti, yang penting sekarang intinya kita berdua mau pisah."    "Enggak Key, mama nggak setuju," kata mama Key.    "Tapi kita udah nggak bisa bareng lagi, Mah. Key sama Rolfie udah nggak cocok."    "Kalian cuma lagi diambang masalah, solusi terbaik itu bukan perceraian!"    "Tapi Key bener-bener udah nggak bisa bareng-bareng Rolfie lagi, Mah."    "Rolfie laki-laki yang baik, dia bertanggung jawab jadi suami dan ayah. Apa alesan kamu mau pisah sama dia?" Sejenak, Rolfie merasa agak lega karena mendapat pembelaan.    "Pokoknya Key udah ngerasa nggak cocok. Key mau pisah sama dia."    "Enggak, pokoknya mama nggak setuju!"    "Papa juga nggak setuju Key," timpal papa Key. Key memandang mereka agak marah. "Dulu mama sama papa pisah juga nggak minta persetujuan Key kan?!"    Sejenak, mama dan papa Key terdiam dimakan pedasnya omongan itu.    "Key, mama juga nggak setuju kamu pisah sama Rolfie," kini mama Rolfie yang berpendapat.    "Papa juga, kalo kalian punya masalah kan bisa diselesaikan baik-baik," kata papa Rolfie.    "Maaf, mah, pah. Tapi kali ini udah nggak ada solusi lagi. Ini cara paling benar," kata Key.    "Nggak ada yang benar dari perceraian!" kata mama Key.    "Tapi, mah... Harus berapa kali lagi Key bilang, Key udah nggak bisa bareng-bareng sama Rolfie."    "Ya tapi kan...    "Udah udah, stop!" pertegas papa Key.    Seisi ruangan langsung terdiam ketika suara lantang papa memecahkan suasana ini. Ia lantas memandang lembut ke arah Key, putri tercintanya.    "Key," gumamnya pelan, dibalas tatapan oleh Key. "Kalopun emang kamu ngerasa perceraian itu jalan terbaik, kamu tetep nggak bisa pisah sama Rolfie, seenggaknya sampe bayi di perutmu lahir," lanjut papa.    "Tapi Key bisa pisah rumah sama Rolfie, dia bisa pulang ke orang tuanya. Nanti kalo bayi ini lahir, secepatnya kita bakal ke pengadilan."    "Nggak segampang itu sayang. Rolfie tetep harus ada sama kamu. Kamu, Angel, dan bayi yang bahkan belum lahir ini, semua itu tanggung jawab dia. Kamu udah bukan tanggung jawab mama papa lagi, jangan pikir kita berdua ada di sini sekarang itu bisa mengganti posisi Rolfie sebagai penanggung jawab hidup kamu."    "Tapi Key nggak bisa bareng sama dia lagi, papa."    "Kalo Rolfie itu laki-laki pemabuk, kasar, sering keluar nggak jelas tanpa sepengetahuan kamu, papa bakal setuju banget kalian pisah. Tapi selama Rolfie masih mencari nafkah buat keluarga ini, masih bertanggung jawab sama kamu dan anak-anak kamu, dia nggak bisa pergi. Dia harus ada dan terus jadi pemimpin keluarga ini." Keyrina terdiam.    "Bakalan jadi sebuah masalah yang lebih besar kalo Rolfie ninggalin perempuan hamil yang masih sah sebagai istrinya. Dia tetap harus ada di sini. Sama kamu," lanjut papa. Key hela napas, seperti tidak ikhlas. "Yaudah, tapi nanti kalo Key udah melahirkan, kita bakal secepatnya cerai." Papa tersenyum kecut, lalu mengelus kepala Key.    "Ada syaratnya," kata papa.    Tak hanya Key, semua orang yang ada di ruang tamu ini sontak terkejut dan bingung, kecuali papa sendiri.    "Syarat apa?" kata Key.    "Selama satu bulan lebih ke depan sampai kamu melahirkan, papa minta, setiap hari sebelum kalian berpisah, kalian lakukan hal yang dulu kalian lakukan di hari pertama menikah," kata papa. Key mengerutkan dahinya. Begitupun Rolfie.    "Hari setelah kalian pulang dari resepsi pernikahan, hari dimana Rolfie menggendong kamu yang masih memakai gaun pengantin, coba kamu berdua inget-inget, hal apa aja yang dulu kalian lakuin? Hal-hal indah yang mungkin sekarang nggak pernah lagi terjadi," lanjut papa. Key dan Rolfie lantas saling menatap, namun sepersekian detik setelahnya, kembali memalingkan pandangan.    "Pasti ada banyak hal indah yang dulu kalian lakukan di hari-hari paling manis itu, lakukan sekarang," kata papa lagi.    "Mama setuju," timpal mama Key.    "Yes, that's a great idea. Papa setuju," kata papa Rolfie.    "Mama juga setuju," kini mama Rolfie.    Key dan Rolfie masih sama-sama bungkam. Mereka sama-sama tidak tau apa yang harus dikatakan sebagai bentuk pengelekan terhadap hal ini.    "Yaudah, nanti kita coba."    Rolfie yang tadi masih menunduk langsung mendongak tidak percaya bahwa Keyrina menyetujui hal itu.    Rolfie menatap ke arah Key yang masih menunduk dan memasang wajah juteknya. Ia lantas beralih memandang orang tuanya dan mertuanya, ada senyuman tipis di wajah mereka semua, menandakan kebahagiaan yang belum tentu juga berakhir bahagia.    "Tapi Key bakal tetep pisah sama Rolfie," timpal Key setelahnya. Membuat hati yang tadi mulai kembali bangkit untuk utuh, menjadi hancur berkeping-keping. Untuk kesekian kalinya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN