“Za pulang bareng yuk.” Ajak Alfa.
“Boleh.” Ponsel Forza bergetar, ada pesan masuk dari dosennya.
Pak Gavin
Bisa keruangan saya sekarang? Udah nggak ada kelas lagi kan?
Me
Baik pak.
“Sorry Fa gue nggak jadi balik bareng, di panggil pak Gavin ke ruangannya.” Kata Forza.
“Mau gue tungguin?” tanya Alfa.
“Nggak usah, gue balik sendiri saja.” Jawab Forza.
“Ya udah gue balik dulu ya kalau ada apa – apa telfon gue.” Alfa pamit pergi.
“Siiippp.”
Forza berjalan menuju ruang kerja Gavin.
Tok tok tok
“Masuk.”
“Sore, ada keperluan apa Bapak meminta saya kesini.” tanya Forza.
“Duduk dulu Za, nggak sopan banget sih berdiri leher saya cape dongaknya.” kata Gavin dan Forza pun duduk.
“Maaf pak.” Gavin mengangguk.
“Saya mau minta tolong, besok pagi saya ada jadwal operasi pagi dan ternyata berbarengan sama kelas di adik tingkat kamu, saya bisa minta tolong besok kamu anterin materinya suruh di copy dan di pelajari pertemuan selanjutnya akan saya adakan kuis.” Kata Gavin.
“Oke, sudah nggak ada lagi kan pak? Kalau nggak ada lagi saya permisi pulang.” Pamit Forza dan diapun melangkah untuk keluar tapi belum juga pintu terbuka dia kembali di panggil.
“Forza.” Kata Gavin
“Ya.” Jawab Forza yang menghentikan tangannya, gagal membuka pintu dan membalikkan badannya.
“Mmm... kamu pulang naik apa?” tanya Gavin.
“Ojol pak.” Jawab Forza.
“Saya anterin ya.” Ajak Gavin.
“Nggak usah pak makasih, kebetulan saya mau mampir ke toko buku dulu.” Tolak Forza.
“Nggak apa saya temenin, sekalian saya mau lihat – lihat buku baru.” Jawab Gavin.
“Tapi pak.”
“Nggak ada penolakan, ayo keluar.” Forza mengangguk pasrah dan mengikuti Gavin menuju parkiran khusus dosen.
Di dalam mobil masih saja hening, belum juga ada yang mengawali pembicaraan hingga beberapa menit kemudian.
“Ekhem, Za mau ke toko buku yang di Mall depan atau mau di mana?” tanya Gavin sambil melirik gadisnya sebentar.
“Depan saja nggak apa pak.” Jawab Forza.
“Oke.”
Sesampainya di parkiran mereka keluar mobil menuju toko buku di lantai 3, sepanjang jalan Forza tetap diam sedangkan Gavin yang merasakan jantungnya kebat kebit karena bisa berjalan bersisian dengan gadis pujaannya mendadak nervous.
Forza sibuk mencari buku dan juga n****+, sementara Gavin mengekor di belakangnya.
“Maaf pak, apa Bapak nggak jadi nyari buku? Dari tadi ngikutin saya terus.” Protes Forza yang merasa risih karena terus di ikuti.
“Oh ya, ini juga sekalian nyari kamu jangan ke pedean deh saya nggak ngikutin kamu kok tapi memang lagi nyari.” Dusta Gavin, padahal dia memang sengaja mengikuti Forza.
“Oke kalau gitu saya mau nyari n****+ dulu, permisi pak.” ‘Gila deketan sama pak Gavin bener – bener bikin frustasi nggak cuman jadi pusat perhatian orang sekarang ini jantung juga kenapa degupnya malah kenceng banget sih.’ Batin Forza.
Gavin yang melihat Forza canggung, ia pun merasakan debaran dijantungnya makin kencang karena dia merasa Forza merasakan apa yang Gavin rasakan juga.
Setelah 2 jam lebih menunggu Forza yang entah berada di mana akhirnya Forza datang dan mendekati Gavin.
“Maaf pak kelamaan ya, saya kalau di toko buku lama makanya tadi saya nolak bareng bapak.” Forza merasa nggak enak karena sudah membuat dosennya menunggu lama.
“Nggak kok, saya juga baru duduk di sini. Udah nyari buku dan novelnya?” Forza mengangguk.
“Ya udah kita ke kasir.” Ajak Gavin.
Sesampainya di kasir, Gavin meletakan buku yang akan dia beli menjadi satu dengan milik Forza.
“Mbak ini satuin aja semuanya.” kata Gavin.
“Nggak usah pak, pisah saja mba.” Tolak Forza
“Nggak apa Za itung – itung traktiran dari saya karena besok mau minta tolong ke kamu.” jawab Gavin tersenyum.
“Nggak usah pak, lagian saya tulus bantuin Bapak besok jadi saya bayar sendiri saja.”
“Nggak Za jangan nolak karena saya gak suka penolakan, mba satuin saja semua.nya.” putus Gavin dan Forza hanya mengangguk.
“Semua totalnya jadi 745.000 mas.” Kata mbak kasir.
“Oke.”
Setelah menyelesaikan p********n mereka keluar toko buku hendak pulang.
“Za saya lapar kita makan dulu ya di depan ada restoran jepang” ajak Gavin
“Bapak makan saja nggak apa saya pulang naik ojol.” Tolak Forza.
“Kita kesininya bareng loh Za, temani saya makan ya kan tadi saya udah temani kamu nyari buku.” Gavin berusaha agar bisa tetap bersama Forza.
“Saya nggak minta bapak buat temani saya, bapak sendiri yang minta.” Protes forza karena memang begitu adanya Forza nggak minta di temani.
“Iya tahu, udah nggak usah di bahas... buruan saya udah lapar banget kamu nggak kasian kalau saya pingsan di sini.” Gavin segera menggandeng tangan Forza dan menariknya masuk ke dalam restoran jepang.
“Kamu mau pesan yang mana?”
“Saya minum saja pak, juice alpukat.”
“Oke, mba pesan Shushi 2, juice alpukat satu dan lemon tea satu.” Kata Gabin pada waiters.
Menunggu pesanan datang mereka diam membisu, asyik dengan ponsel masing – masing.
Tak berapa lama pesanan mereka sampai.
“Lapar banget ya pak sampai pesan 2 porsi gitu.” Kata Forza yang melihat pesanan dosennya itu 2 porsi.
“Saya cukup satu porsi Za, yang satunya buat kamu masa saya makan kamu liatin doang, mana tega saya Za.” Jawab Gavin.
“Saya kan udah bilang minum aja pak.” Tolak Forza.
“Gak usah protes, ayo makan sekarang jangan lupa berdo’a.”
Forza benar – benar merasa dongkol hari ini, hari pertama kuliah dan hari pertama menjadi PJ Gavin tapi hidupnya berasa gak tenang. Selesai makan mereka berjalan keluar menuju parkiran.
“Vin.” Suara wanita tersdengar dari belakang membuat Forza dan Gavin belik badan untuk melihat siapa pemilik suara itu.
“Hai sin, apa kabar?”
“Baik, lu gimana kabarnya ?”
“Alhamdulilah baik juga.”
“Cewek baru lagi vin, ya ampun tiap ketemu sama lu pasti beda mulu ceweknya.” Cerocos Sindy.
“Belum sin minta do’anya saja, Forza kenalin ini Sindy teman saya waktu SMA dan Sindy kenalin ini Forza.” Kata Gavin sambil melirik Firza yang masih bingung, mungkin karena mendengar ucapan Gavin yang malah minta di do’ain.
“Sindy.” Sindy mengulurkan tangannya.
“Forza.” Jawabnya sambil membalas uluran tangan Sindy.
“Kirain gue cewek lu vin, kalau di godain dia jangan mau ya dek soalnya playboy.” Kata Sindy sambil tertawa membuat Forza cengo.
“Gak usah buka kartu juga kali Sin, lagian kalau Forza mau dan kita memang berjodoh gue bisa apa.”
“Itu sih pengennya lu aja, dapat cewek kinclong begini.” Jawab Sindy.
“Gue duluan ya Sin, bentar lagi berangkat nguli di Rs.” Pamit Gavin, makin lama makin nggak bener obrolan Sindy kalau tetap dilanjutin.
“Oke, hati – hati ya.” Jawab Sindy.
“Pak Gavin saya naik ojol aja ya.”
“Kenapa?”
“Tadi bapak bilang mau berangkat ke Rs.”
“Masih lama Za, masih ada waktu kok buat anterin kamu.”
“Rumah saya jauh pak.”
“Sejauh apapun saya anterin, pakai pesawat pun saya bersedia mengantarmu pulang.”
“Terserah Bapak saja.”
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 30 menit mobil Gavin sampai di sebuah rumah 2 lantai yang sederhana namun terlihat nyaman.
“Terima kasih karena Bapak sudah mengantar saya.”
“Sama – sama Za, saya nggak di ajakin mampir nih?”
“Kalau Bapak mau mampir mari silahkan.”
“Saat ini saya tolak dulu ya tawaran mampirnya, next time saya akan mampir.”
“Baik pak, kalau begitu permisi selamat malam pak.” Pamit Forza.
“Malam, sweet dream Za.” Gavin tersenyum begitu manisnya membuat Forza menjadi salting.