Chapter 8 PANGGILAN UNTUK NANA DAN DUWI

1336 Kata
Rizuka terus memikirkan tawaran Bu Vita untuk mengajari Bisma sepulang sekolah nanti, konsentrasi gadis cantik itu menjadi terganggu karena hal ini. Rizuka hanya bisa membayangkan jika Bisma akan berdebat dengannya sepanjang waktu. "Oh, tidak. Aku pasti sudah gila jika menyetujui untuk mengajari cowok ngeselin itu," ucapnya bergidik. Zui segera memasukan perlengkapan belajar ke dalam tas, dia pun menemui kedua orangtuanya untuk sarapan bersama. "Selamat pagi, Yah. Pagi, Bunda," ucap Zui dan mencium pipi Mahendra dan Rihana. "Pagi, Sayang." Kedua orang tuanya menoleh bersamaan. "Kok mukanya suntuk gitu, nggak semangat seperti biasanya," ucap sang Ayah. Zui mengoles roti dengan selai coklat, gadis itu terlihat lemas dan makan seperlunya saja. "Nggak apa-apa, Yah. Zui hanya kepikiran sesuatu," ucapnya. "Tumben, apa ada pelajaran yang tidak bisa kamu selesaikan?" tanya Rihana penasaran. Zui menggeleng lemah. "Nggak, Bunda. Kemarin itu Bu Vita, wali kelas Zui meminta tolong untuk membimbing salah satu siswa di sekolah. Jadi, kayaknya Zui bakal pulang telat," ucapnya. "Oh ya, kok dibimbing sama Zui kenapa nggak sama Bu Vita aja langsung?" tanya Rihana. Mahendra- Ayah Zui asyik menikmati nasi gorengnya. "Itu dia, Bunda. Sebenarnya Zui nggak mengiyakan tapi sepertinya Bu Vita salah paham." Rihana melihat raut wajah tidak suka dari putrinya. "Sudahlah, Bu Vita pasti yakin kalau kamu bisa bantu dia, menolong sesama itu baik loh, Zi." Zui menghela napas, Ayahnya selalu menilai sesuatu dari positifnya dan tidak pernah berpikir jauh tentang apapun. Zui juga tidak mau Ayah dan Bundanya kepikiran jika menceritakan siapa siswa yang akan di ajarnya nanti. "Ayah sudah selesai, nih. Mau bareng nggak?" tanya Mahendra pada putrinya. Zui mengangguk dan meraih tas sekolahnya.Tidak lupa gadis itu menghabiskan s**u hangat buatan Bundanya. "Zui berangkat, Bunda. Jangan tunggu Zui, nanti akan pulang telat," ucapnya dan mencium tangan sang Ibunda. "Iya, Sayang. Semangat belajarnya, ya." Zui melangkah keluar lebih dulu dan menunggu Ayahnya selesai memakai sepatu. Mahendra keluar setelah berpamitan pada istrinya. Zui masih nggak mood dengan tampang lusuh saat Ayahnya masuk ke mobil dan bersiap mengemudi. "Kita berangkat," ucap Mahendra bersemangat. Mobil meninggalkan rumah. Zui masih dengan tampang betenya. "Jangan lihat siapa yang kamu tolong, Zui. Tapi, lihat harapan setelahnya." "Maksud Ayah, apa?" tanya Zui menatap Ayahnya lurus. "Bu Vita menggantungkan harapan dan kepercayaan sama kamu, Nak. Jangan kecewakan siapa-siapa. Selagi kamu bisa kenapa nggak, ya, 'kan?" "Baiklah, Yah. Ayah benar," ucap Zui lemah. Mahendra tersenyum dan mengusap kepala putrinya dengan sayang. Beberapa menit kemudian, mereka tiba di sekolah, Zui langsung keluar dari mobil. Bisma pun baru tiba dan berpapasan dengan gadis itu. "Zui," panggil Mahendra. Bisma dan Zui menoleh bersamaan ke arah Ayah Zui. "Ada apa, Yah?" Mahendra menggeleng dan tersenyum. "Nggak sayang, Ayah hanya mau bilang semangat," ucapnya. Zui tersenyum sedang Bisma berlalu, pemuda itu menganggap apa yang dilakukan Ayah Zui tadi kekanak-kanakan. "Sip, Ayah juga." Zui melambaikan tangan dan tersenyum ke arah Mahendra. Sang Ayah pun meninggalkan sekolah dengan tenang setelah melihat senyum kembali di wajah Rizuka. Bisma berangkat awal kali ini karena tidak mau bertemu dengan Ayahnya, melihat Zui tersenyum ceria. Bukan Bisma namanya jika tidak usil. "Woy, itu Bokap lo, ya?" tanya Bisma. Pemuda itu berada tepat di depan gerbang sekolah, Zui hanya menatapnya dan tidak berniat untuk menimpali ucapan pemuda itu. "Bokap lo unik," ucap Bisma saat Rizuka melaluinya. Gadis itu mengepalkan tangan dan menoleh ke arah pemuda itu. "Kenapa, lo? Gua kan cuman nanya nggak ngeledek, aneh!" Bisma menubruk bahunya dan meninggalkan Zui. Pemuda itu senang karena telah berhasil membuat Zui kesal. "Ish, nyebelin banget sih nih orang!" Gadis itu berusaha untuk sabar. Ting ting ting ting. Lonceng berbunyi dan kelas akan dimulai, semua siswa sudah duduk di kursinya masing-masing termasuk Zui dan Bisma. Mereka kembali mengerjakan ulangan setelah Pak Guru Kris membagi kertas tugas. "Selamat pagi anak-anak," sapa lelaki itu. "Pagi, Pak!" "Semoga tadi malam kalian belajar dengan serius. Beberapa lembar jawaban dari kalian sangat mengecewakan. Kalian akan tetap tinggal di sekolah nanti. Bapak akan mengumumkan nama yang akan tetap tinggal setelah jam pulang sekolah." "Tinggal! Maksud bapak gimana?" tanya salah satu dari siswa. "Tinggal untuk mendapatkan pelajaran tambahan," ucap Pak Kris. "Huuu!" seru beberapa siswa yang tidak terima dengan informasi yang disampaikan. "Diam, semuanya diam!" Pak Guru memukul meja dengan penggaris besar yang terbuat dari kayu. "Jika menolak apa yang telah di jadwalkan oleh pihak sekolah, maka tidak ada pilihan bagi kami untuk menghubungi orangtua kalian," tegas Pak Guru berucap. Tak ada suara atau bantahan lagi. Zui menatap ke sekeliling, artinya bukan hanya ada dia dan Bisma nanti, tapi ada beberapa siswa yang lain juga. "Oh Tuhan," ucap Zui pelan dan menyentuh kepalanya. Bisma mendengar ucapan gadis itu. 'Ada apa dengannya? kenapa dia seperti shock begitu, dasar aneh,' Batin Bisma "Kerjakan tugas kalian, waktu kalian tidaklah banyak." "Baik, Pak." Waktu berlalu, konsentrasi Zui sedikit terganggu memikirkan pertemuan nanti. Duwi dan Nana memperhatikan Zui dengan seksama. Bahkan Bisma ikut heran karena Zui belum selesai juga. 'Apa sesulit itu tugasnya, kenapa dia lama sekali menyelesaikannya,' Batin Bisma. Bisma tidak peduli dengan kertas jawaban miliknya, entah itu jawaban benar atau salah. Bisma hanya turut hadir, dia yakin Ayahnya bisa mengurus semuanya nanti. Waktu berlalu, menit kini berganti dengan jam. "Oke, waktunya hampir habis, yang sudah selesai silahkan dikumpulkan," ucap Pak Kris. Zui tersadar dan melihat jam di pergelangan tangan kirinya, gadis itu terbelalak dan segera mengisi lembar jawaban yang sebagian belum terisi. Zui terburu-buru, Duwi dan Nana yang telah selesai terus memerhatikan sahabatnya. "Oke, sedikit lagi. Silahkan langsung di kumpulkan yang telah selesai," pinta Pak Kris. Beruntung Zui dapat menyelesaikan tugasnya tepat waktu. "Shut." Nana mengkode Zui. Gadis itu menoleh dengan wajah lega. "Ada apa?" bisik Zui. "Soalnya sulit? Tumben nyelesainnya lama?" Zui cengengesan, tidak mungkin baginya untuk jujur sekarang. Apalagi Bisma seolah menguping pembicaraan mereka. "Anak-anak, untuk siswi-siswi silahkan keluar dan untuk siswa tetap di sini Bapak akan menyebutkan nama yang akan tetap tinggal. Sesuai apa yang Bapak sampaikan di awal kelas tadi." "Ya, Pak. Kita mau ke kantin, lapar, Pak," keluh sebagian siswa yang ada. "Hanya sebentar, nggak sampai sepuluh menit. Jangan drama kamu," ucap Pak Kris. Tawa menggelegar mengisi ruangan. "Ha ha ha ha," tawa renyah dari siswi-siswi yang akan keluar ruangan. "Berarti kami udah boleh keluar, Pak?" sahut Nana. Pak Kris mengangguk membuat murid perempuan langsung meninggalkan tempat setelah mengumpulkan tugas. Bisma terlihat bete di tempatnya. Zui berlalu bersama Gengnya. "Hey, dengar-dengar ada beberapa siswi yang akan tetap tinggal mengawasi anak laki-laki yang di beri pelajaran tambahan nanti sore," ucap Duwi saat tiba di lorong. Zui terpaku di tempatnya. "Oh ya, seru dong," timpal Nana. Pikiran gadis itu melayang jauh. "Kok seru, Na?" tanya Zui heran. "Iya, banyak yang 'pedekate' ntar, he he he," ucap Nana tertawa renyah. Duwi menatap Nana datar. "Apaan sih, emang ada stok cowok cakep di kelas kita? Nggak ada 'kan. Ada sih satu, tapi kelakuan bikin tobat," ucap Duwi. Nana dan Zui kompak menatap kepo kepadanya. "Maksud gue Bisma, ya elah penasaran banget," Duwi menertawakan wajah masam dari kedua sahabatnya setelah nama Bisma disebut. "Nana, Duwi." Bu Vita mendekati keduanya. "Iya, Bu." "Kalian tolong tetap tinggal setelah pulang sekolah, Ibu mohon bantuannya untuk mengawasi beberapa murid menjalani pelajaran tambahan." Sontak saja ketiganya terkejut. "Kami, Bu?" Duwi dan Nana menunjuk diri mereka masing-masing dengan wajah kaget. "Ya, kenapa? Zui juga akan tetap tinggal, kok. Kalian nggak mau kan. Seangkatan kalian ada yang tetap tinggal sedang kalian sudah lulus." Duwi dan Nana terpaksa mengangguk patuh. "Terima kasih waktunya, kalian memang anak yang cerdas dan baik hati." Duwi dan Nana tampak lemas setelah kepergian Bu Vita. "Ya, rencana buat bersenang-senang pulang sekolah batal deh," ucap Nana. Zui hanya mengangguk sebagai balasan. "Positif aja, Na. Siapa tahu setelah ini lo bisa dapat pacar," ledek Duwi. "Apaan, lu aja ngakuin hanya cowok ngeselin itu yang ganteng," ucap Nana ketus. Zui tanpa sadar tersenyum melihat sahabatnya. "Tapi, kan. Banyak yang hatinya lebih lagi dari Bisma, atau siapa tahu lo dapat Bisma. Lo ajarin deh tuh ubah jadi cowok baik-baik, ya kan Zui?" tanya Duwi. Zui sedikit kelabakan "Kok, tanya gue sih?" Kedua sahabatnya menatap aneh. "Iya dong, kan hanya lo yang di sini. Masa gua tanya tembok."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN