Chapter 9 Di dampingi Rizuka

1041 Kata
Tiba jam pulang sekolah semua murid keluar dari kelas termasuk Bisma. Mang Salim telah mengantongi nama siswa yang tidak boleh di biarkan keluar dari gerbang. Beberapa murid tetap tinggal untuk mengetahui siapa siswa yang akan mendapatkan pelajaran tambahan. "Bagi murid yang tidak memiliki kepentingan di sekolah silahkan bubar, orangtua kalian menunggu di rumah," ucap Pak Kris. "Ya, Bapak. Kita kan penasaran mau lihat siapa orangnya." "Memangnya kenapa kalau kalian tahu siapa orangnya? Apa kalian akan ikut masuk meluangkan waktu untuk membimbing?" Siswa-siswi itu diam dan menggeleng. "Makanya Bapak meminta kalian pulang, belajar yang rajin. Kertas ulangan ini akan Bapak periksa lagi, Bapak akan lihat siapa yang akan ikut bergabung besok sepulang sekolah," ucap Pak Kris. Sontak saja murid-muridnya merasa kaget. "Kami pulang, Pak. Kami akan belajar yang rajin," ucap mereka dan segera berlalu dari sana. Zui dan Gengnya memilih menunggu di kantin sambil makan siang. Mereka akan ke kelas saat mendapatkan kabar dari Bu Vita. Sesuai dengan apa yang wali kelas itu sampaikan sebelumnya. Pak Kris bertugas mengumpulkan anak laki-laki yang akan mendapatkan pelajaran tambahan. "Radit, masuk. Bisma, Andra, Arga, Asep. Semua nama yang disebutkan silahkan masuk ke kelas," ucap Pak Kris. Bisma tak menyangka jika beberapa siswa ikut menemaninya. 'Ternyata banyak juga yang bego,' Batin pemuda itu. Semua murid akan duduk berdampingan, melihat itu Pak Kris langsung menegur. "Kalian duduk terpisah, jangan berdampingan karena akan ada murid yang akan mengawasi kalian." Mereka mendongak menatap Pak Kris kecuali Bisma. "Wah, cewek nggak, Pak?" tanya salah satu murid. "Kamu jangan mikirin cewek saja. Pikirkan nilai ulangan kamu yang jebol, kalian tidak malu? Sebagian dari kalian adalah anak seorang pejabat. Apa kata orang jika kalian tidak lulus." Bisma memutar bola matanya, jengah mendengar nasehat itu berulang kali. "Ingat, jika dalam dua hari ini kalian tidak mendapatkan kemajuan. Kami akan menghubungi kedua orangtua kalian. Terserah jika mereka mau menyewa guru les atau apapun." Bisma terbelalak, Ayahnya pasti akan membunuhnya jika tahu kabar ini. Bu Vita datang memasuki kelas dan membagikan kertas ulangan yang dikerjakan sebelumnya. "Ini masih ulangan latihan. Tunjukkan jika kalian memang ingin berusaha." Kertas dibagikan, semua siswa kini melihat kertas ulangan mereka masing-masing. Bisma dan yang lainnya mengeluarkan alat tulis. "Jangan asal mengisi jawaban itu, tapi pikirkan jawaban yang sesuai sebelum kalian memulainya. Ingat, ini kesempatan terakhir yang kami berikan. Kami ingin melihat adakah perubahan yang bisa kalian tunjukan." "Baik, Bu," seru siswa yang ada di ruangan itu. "Silahkan kerjakan sekarang," ucap Pak Kris. Semua murid tampak berpikir keras mengerjakan soal ulangannya, tetapi sangat berbeda dengan yang lain. Bisma terlihat sangat santai. 10 menit, 30 menit, satu jam. Waktu berlalu dengan cepat. "Waktu habis, apa kalian sudah selesai?" tanya Pak Kris. "Sudah, Pak," ucap para siswa serentak. Mereka akan mengumpulkan tugasnya, "Tidak usah dikumpulkan, bukan kami yang akan memeriksa lembar jawaban kalian," ucap Pak Kris. Bu Vita memanggil murid-murid cerdas, lima terbaik dari kelasnya. "Anak-anak, masuk." Zui dan ke empat siswa lainnya memasuki ruangan. Pandangan Zui dan Bisma bertemu sejenak, lalu bersamaan menoleh ke arah yang lain. "Nana, silahkan ke meja Andra," ucap Bu Vita. "Baik, Bu." Nana berjalan pelan menuju ke meja Andra. "Duwi, silahkan ke meja Asep dan Zui ke meja Bisma." Duwi dan Nana langsung menoleh ke Zui. Mereka sangat khawatir jika Zui benar-benar berakhir dengan Bisma. "Bu, biar saya bertukar tempat dengan Zui," ucap Duwi. Bu Vita menolak dan Bisma merasa tercekat. "Tidak, Zui akan memeriksa pekerjaan Bisma, yang lain silahkan duduk dan memeriksa meja masing-masing." Duwi dan Nana bergantian melirik ke arah Zui, Bisma sadar kedua sahabat Zui itu sangat menjaga gadis itu. "Semua jawabanmu salah," ucap Zui tanpa melihat ke arah Bisma. Pemuda itu berdecih, bahkan Zui belum membuka lembar kedua. "Kerjakan kembali," ucap Zui melempar kertas ulangan Bisma pelan. Pemuda itu menatapnya kesal, Bisma akan membalasnya tapi Bu Vita dan Pak Kris fokus memperhatikan mereka. Bisma kembali memeriksa tugasnya dan menjawab sekenanya. Hal itu membuat Zui kesal. Zui geram dan akan menegur Bisma. "Bisa baca nggak sih! Kita belajar ini minggu lalu, masa nggak ada yang nyampe di otak lo!" Nana lebih dulu menggertak Andrew. Bu Vita dan Pak Kris tidak ikut campur, mereka menyerahkan semuanya pada murid pilihan mereka. "Eh, Sep. Lo ke sekolah bawa buku kan?" tanya Duwi. Gadis itu mengeluarkan taring karena Asep mengisi lembar jawaban hanya setengahnya. "Lo inget-inget dulu sebelum isi lembar jawaban. Jangan asal gini, lo udah SMA bukan anak SD lagi!" Bisma menatap Asep kasihan, pandangan Bisma beralih dan kaget karena Zui menatapnya lekat. "Kenapa lo!" ucap Bisma spontan. Seisi kelas kini menatap mereka berdua. "Isi dengan benar sebelum gue berubah jadi macan. Lo, nggak mau nginep di sini kan?" Zui mengancam. Bu Vita dan Pak Kris berusaha menahan tawa, Zui gadis yang lemah lembut. Tapi, saat berhadapan dengan Bisma dia selalu berubah menjai pribadi yang tak terduga. "Ngarang lo," timpal Bisma kesal dan fokus pada kertas ujiannya. "Gue nggak bercanda. Kegiatan ini dilakukan untuk mengubah cara pikir kalian. Kalau nggak ada perubahan pihak sekolah ...." "Pihak sekolah akan menghubungi kedua orangtua kamu," ucap Bu Vita memotong ucapan Zui. Bisma menelan salivanya dengan susah payah. Malam ini ada jadwal manggung di sebuah Cafe dan teman-temannya sudah pulang duluan. "Sial!" umpat pemuda itu. Zui mencuri dengar perkataannya. Alhasil, Bisma mengerjakan soalnya dengan serius dan kali ini mengandalkan otaknya. Zui memperhatikan lelaki itu.Jawaban Bisma kali ini lebih baik dari sebelumnya. 'Jika dia bisa kenapa selama ini selalu mengisi lembaran jawaban dengan salah?' Batin Zui. Tidak butuh waktu lama bagi Bisma menyelesaikan soalnya dan menyerahkan kembali pada Zui. Jawaban Bisma tidak semuanya benar, tapi 70% sudah baik. Rizuka tak bisa menebak siapa sebenarnya Bisma, apa dia pemuda yang bodoh atau hanya berpura-pura. "Gue yakin lo bisa menyelesaikan semua jawabannya, jangan terburu-buru yang lain juga belum selesai," Zui menyerahkan kembali kertas itu. Ucapan Zui di dengar semua orang Duwi dan Nana menoleh pada mereka, begitupun dengan Bu Vita dan Pak Kris. "Ada apa, Zui?" tanya Bu Vita. Zui menatap Bisma, lelaki itu menekan kertasnya dan tidak ingin menyerahkan. Zui sampai menggunakan tenaga untuk mengangkat tangan Bisma. "Ayolah, nanti mereka juga akan lihat." Zui berhasil mengambil kertas itu dan menyerahkan lembar jawaban milik Bisma, pada Bu Vita. Sama seperti Zui, wanita itu pun tidak menyangka. "Bisma, tolong ikut Ibu ke ruangan guru." Bisma terlihat sangat kesal, di tatapnya Zui yang tak peduli dengannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN