Rio mendapat senjata itu dari kebun tempat ia bekerja. Pistol itu tergeletak di gudang dan mereka diam-diam mengambilnya . Rio sangat berniat untuk menggunakannya demi menyelamatkan teman-teman kami dari tentara komunis. Yang lain pun sepertinya sudah membulatkan tekad mereka. Membunuh mungkin hal yang mudah bagi mereka , meskipun mereka belum pernah membunuh orang sebelumnya. Namun bagiku , membunuh bukan hal yang mudah . Kalian boleh sebut aku pengecut , namun aku lebih suka memanggil diriku pacifist. Aku sering tawuran , n*****t , namun membunuh orang lain benar-benar tidak ada dalam kamusku.
Kami berkendara pulang. Aku berusaha meyakinkan mereka kalau mereka benar-benar ingin melawan , maka jalan satu-satunya adalah mencari cara untuk mengirim kabar apa yang terjadi sebenarnya ke KBRI , bahkan bila perlu ke Indonesia. Aku bilang partai komunis memiliki komputer dengan internet yang masih bekerja dan yang hanya aku butuhkan hanyalah waktu untuk menggali informasi tersebut.
“ Terus apa Vid? Setelah elu berhasil ngirim kabar ke Indonesia, terus elu mau apa lagi? “ sindir Rio. Aku tahu kemana maksud Rio dan kedua temanku ini . Namun sayang sekali kami hanya bisa menunggu tindak lanjut dari pemerintah jika kami ingin menghindari pertumpahan darah. Ketiga temanku tentu saja tidak setuju. Aku jawab jika mereka memang mau melawan , kami masih butuh tiga senjata lagi. Mereka bertiga pun terdiam
“ eh ngomong-ngomong , dari mana lu dapet tu motor? “ Togar akhirnya sadar jika aku tiba-tiba saja muncul dengan sebuah motor sore itu. Aku akhirnya menjelaskan kalau aku bertemu dan kenalan dengan seorang perawat dari jepang yang juga terjebak di pulau ini. Aku menceritakan semuanya termasuk kalau kami n*****t kilat sore ini saat di luar hujan. Mereka semua marah besar
“ AAAAH!!! n*****t!!! n*****t cewek kok gak ngajak-ngajak kita sih!!! ANJING LU!” Bentak Rio mereka melempariku dengan botol plastik lalu kami semua tertawa terbahak-bahak.
“ EH , ada temennya orang jepang juga gak? “ Tanya Benny. Aku tertawa sambil menjawab tidak.
“ dasar playboy PK lu! ( penjahat kelamin) Baru ditinggal bentar udah n*****t ama anak orang “ Sejak malam itu namaku resmi berubah dari David menjadi n*****t.
Pagi harinya kami bangun berbarengan. Mereka berangkat bonceng tiga ke tempat kerja mereka sedangkan aku berkendara ke rumah Yumi. Yumi terkejut melihatku berada di depan rumahnya pagi-pagi sekali , lalu kami pun sarapan bersama. Kami b******u sekilas lalu aku menumpang mandi di rumahnya.
Aku kembali bersantai di pos saat Yumi bekerja di klinik. Ia tidak terlalu butuh bantuan karena klinik sedang sepi. Aku memberanikan diri untuk membongkar berkas milik opsir Frans , dan menjari tahu tentang orang-orang komunis di sekitar desa ini. Prajurit-prajurit komunis ini ternyata sudah sangat dekat dengan desa kami. Salah satu berkas milik opsir Frans , yang diketik dengan mesin ketik , menjelaskan bahwa ada sebuah rumah , beberapa kilometer dari desa ini .
Rumah ini ditemukan satu setengah yang lalu setelah Opsir Frans menindaklanjuti kasus hilangnya truk milik salah satu perusahaan komunikasi Filipina , yang fungsinya untuk menyediakan jaringan internet di pulau itu. Beberapa hari setelah hilangnya truk tersebut , jaringan internet di seluruh pulau diputus namun tetap ada kemungkinan jika partai komunis entah bagaimana berhasil menukangi truk ini dan membangun jaringan komunikasi mereka sendiri.
Lalu aku menemukan satu berkas lagi. Berkas yang ditulis baru dua bulan yang lalu , tentang laporan seorang petani jika ia melihat anak gadisnya yang hilang di sebuah Villa tua di pinggir pantai, 64 kilometer dari desa ini. Petani tersebut melihat anaknya naik ke sebuah speedboat mewah , lalu berlayar meninggalkan kapal ini. Aku berhenti sampai di sana , dan mengecek peta milik Opsir Frans. Villa itu tertera dalam peta , dan mungkin lebih tepat jika disebut Resort. Resort itu mungkin satu-satunya Jalan keluar dari pulau ini , jika kami entah bagaimana bisa melarikan diri dari pulau ini.
Lalu aku tak sengaja melihat buku catatan yang di dalamnya berisi gambar rencana pistol m1911 yang menjadi barang bukti dari kasus yang ditangani Opsir Frans. Ketiga temanku tidak membawa senjata yang mereka dapat dari tempat kerja mereka. Aku ambil pistol yang mereka sembunyikan di bawa bantal , lalu sambil melihat-lihat gambar tersebut , aku berpikir untuk membongkar pistol tersebut , demi mempelajari bagian-bagiannya. Tapi tentu saja aku butuh beberapa perangkat keras.
Aku akhirnya menyalin gambar rencana itu dengan memfotonya. Aku ingat jika ada bengkel tempat aku memperbaiki motor tepat di sebelah pos kami jadi aku memutuskan untuk ke sana. Ada banyak perangkat keras dan rongsokan tua namun aku rasa aku bisa menggunakannya.
Aku berhasil membongkar pistol tersebut dan mempelajari setiap komponennya. Aku lalu menyatukan pistol itu kembali dan mengecek apakah pistol itu masih bekerja. Pistol itu masih bekerja. Aku sering mengotak-atik segala macam benda sebelumnya , dari motor , mobil , komputer , konsol game , namun itu pertama kalinya aku mengotak-atik senjata api.
Dari sana aku mengerti jika merakit pistol sepertinya tidak sesulit yang aku kira. Andai kita tahu cara kerjanya , kurasa kita bisa merakit pistol tersebut dari komponen terkecil , hingga menjadi pistol sungguhan. Di catatan Opsir Frans bahkan tertulis seorang tukang rakit senjata , bisa merakit sebuah pistol dari besi-besi tua dalam waktu kurang dari delapan jam. Tiba-tiba Yumi muncul dan aku langsung menyembunyikan semuanya.
“ Hey , lagi apa kamu di sini? “ tanya Yumi heran.
“ Enggak , cuma lihat-lihat aja . Bosen , di pos gak ada kerjaan “ Dan untungnya Yumi sepertinya percaya dengan alasanku. Kami keluar dari klinik itu dan makan siang berdua di klinik. Setelah mengantar Yumi pulang ke rumahnya , aku kembali ke bengkel dan mulai mengumpulkan barang-barang bekas yang aku butuhkan.
Malam itu , saat yang lain sudah tidur , aku kebengkel dan mulai merakit komponen-komponen pistol dari barang bekas. Aku merakit dari yang terkecil , sampai yang terbesar , lalu menyatukannya. Dan ketika semuanya selesai , aku bahkan tak percaya aku melakukannya. Sebuah pistol m1911 buatanku sendiri. Aku pergi ke hutan , mengisi pistol itu dengan sebutir peluru milik temanku dan
“ Dor!!”
Pistol itu meletus dan tembakanku mengenai kaleng sasaran. Pistol itu bekerja , meskipun tidak sesempurna pistol yang aku tiru. Aku mengambil kembali catridge peluru yang tergeletak di tanah dan aku berpikir untuk merakit peluruku sendiri , jika diperlukan. Aku kembali ke pos polisi dan jam menunjukkan jam 3 pagi. Ketika temanku bangun , aku menunjukkan mereka karya yang aku buat
“ Lu maling pistol orang? “ celetuk Benny
“ Bukan , gue ngerakitnya “ jawabku
“ ANJING LU TOT!! Lu ngerakit itu , cuma semalam? “
Aku mengangguk. Aku menuliskan daftar benda yang aku butuhkan dan aku meminta mereka untuk mencarinya. Aku juga menjelaskan jika pistol buatanku itu , mungkin masih sangat rapuh , namun setidaknya dapat kami gunakan untuk sementara. Aku mencuri istirahat ketika Yumi bekerja , dan merakit senjata serta peluru saat malam hari.
Ketiga temanku itu , sama sekali tidak berani mencoba karena mereka tidak yakin mereka punya bakat untuk itu. Mereka tidak yakin mereka dapat mengubah kunci inggris tua menjadi komponen pistol , atau mengubah kuningan tua , bom ikan , sulfur dan arang menjadi beberapa butir peluru. Aku memang suka menukang dan mengotak-atik sesuatu dari aku baru belajar berjalan. Namun aku tidak menyangka akan sampai sejauh ini.
Lima hari kemudian , kami sudah mempunyai empat pistol m1911 , satu kotak peluru yang kurang lebih berisi 50 butir. Suatu Sore , kami berkendara cukup jauh dari desa , dan mulai belajar menembak. Satu lagi yang paling penting yang kami butuhkan adalah , keberanian dan kepercayaan diri.
“ Di mana rumah yang kamu ceritain itu Tot? “
Dan akhirnya , dengan apa yang kami sudah kami punya saat itu, kami nekat untuk menyerbu rumah yang aku lihat dari berkas laporan Opsir Frans. Sekaligus memulai tawuran pertama dengan senjata api. Rumah itu hanya sepuluh menit berkendara dari desa, dan ada kurang lebih empat orang yang menjaganya. Tiga orang lagi ngobrol di luar sambil mendengarkan musik. Dan dua lagi di dalam . Ada yang lagi tidur , dan ada yang lagi n*****t ama perek
“Ohhh! Ohhh ! ahhh!!! Ngghhh!”
Bahkan suara desahan p***k itu bisa kami dari luar rumah. Dari jendela aku melihat b******n itu menyodok-nyodok p***k itu. dari belakang, sambil meremas buah dadanya. Genjotannya makin cepat dan tak lama b******n itu mendongakkan kepalanya dan sepertinya crot di dalam v****a p***k itu. Aku sudah mengacungkan senjata tapi aku belum menembak. Aku berhasil merakit senjata , tapi bukan berarti aku berani menembakkannya. Rio akhirnya melepas tembakkan lebih dulu , menembakkan lima peluru ke b******n yang lagi duduk-duduk di luar
Dua orang kena dan mati di tempat , dan dua tembakan Rio meleset. Si kampret yang ketiga hampir menembak kami tapi aku akhirnya memberanikan diri melepas tiga tembakan. Dua meleset dan satu kena tepat di jidat. b******n yang lagi n*****t itu langsung mengambil senapannya dan berlindung. Tiba-tiba seseorang menembaki kami dari balik jendela rumah dan kami berdua terkena tembakan. Rio di lengan kanan sedangkan aku di paha kiri , paha kanan dan persendian kanan. Dia pake senjata uzi dan terus memberondong peluru ke posisi kami.
Si b******n yang telanjang bulat bahkan menembak uzi ke arah kami. Rio kembali tertembak di kaki kanan. Benny dan Togar akhirnya menyerbu dari pintu belakang dan menembak mati mereka berdua. Aku tertembak dan terluka cukup parah. Itu malam pertama aku membunuh orang lain. Togar langsung berlari menyelamatkan kami sedangkan Benny langsung buka celana dan memperkosa p***k itu. Rio duduk di lantai dan aku duduk di kursi plastik. Tidak ada komputer di rumah ini. Dan Truknya juga sudah tidak ada. Togar tiba-tiba lari dan berkendara meninggalkan kami.
“ ANJING!! Kita gimana nih!!!”
Aku hanya geleng-geleng kepala. Rio , yang masih bisa jalan , berjalan ke gudang mereka dan menemukan setumpuk barang-barang bekas di gudang mereka. Ada banyak sampah amunisi , besi-besi tua , majalah-majalah porno jepang , senjata-senjata rusak seperti uzi , AR-15 , senapan bolt action rakitan , dan senapan mesin RPK. Tidak sampai setengah jam dua motor parkir di depan rumah dan kami kira kami bakalan mati. Untungnya , Togar kembali dengan dokter tua dari klinik dan pacar baruku , Yumi
Yumi langsung menamparku. Dia memaki-makiku dalam bahasa jepang yang kira-kira artinya aku sudah bertindak bodoh seperti orang gila. Aku lalu tertawa terbahak-bahak. Yumi mulai nangis lalu dia dan Bu dokter langsung mengobati luka tembak kami. Yumi tidak menyukai Benny , karena ia mendengar Benny memperkosa p***k itu semalaman.
Dampak buruk dari operasi nekat kami itu adalah Yumi merajuk dan tidak menegurku berhari-hari , lalu aku dan Rio hampir mati , dan nama kami tercoreng dari orang-orang kampung karena Benny memperkosa p*****r dari kampung sebelah semalaman dan tentara komunis mungkin akan menyerbu desa kami jika tahu kalau pembunuh rekan mereka bersembunyi di sana. Tapi setidaknya kami menemukan barang bekas yang mungkin bisa kami manfaatkan , bahkan kami berhasil mengumpulkan uang ribuan peso serta senjata musuh yang masih berfungsi .
Kami gagal untuk menemukan komputer yang akan kami gunakan untuk mengirim pesan ke Indonesia dan KBRI. Jika kami pulang sesuai jadwal kami seharusnya pulang dua hari yang lalu , yang artinya kami semua sudah menghilang dua hari. Orang tua kami sudah pasti panik , namun pemerintah Indonesia mungkin tidak akan berpikir kalau kami diculik , dibantai dan terisolir di pulau ini sampai seseorang mengabari mereka. Tentara komunis sepertinya tidak akan meminta tebusan untuk kami semua , karena sebelumnya mereka membunuh teman-temanku , dan membawa lari cewek-cewek yang menurut mereka paling cantik. Jadi aku takut kami akan terlupakan di pulau ini.
Jera? Jujur aku sempat terpikir saat aku tertembak namun aku akhirnya sadar jika aku bisa terbunuh di pulau ini, jika aku diam saja. Kami akhirnya mengembangkan rencana kami , dengan menggali berkas laporan milik opsir Frans yang terkait tentang Partai komunis , tidak peduli itu bertahun-tahun yang lalu. Tentara komunis telah melakukan kesalahan dengan tidak menyerang kami lebih dahulu setelah operasi yang setengah gagal itu. Dan kami berjanji mereka akan menyesalinya.