Episode 5
Bunga Liar di Pinggir Jalan
“ Cinta yang indah.... kenapa kita harus berpisah.... “
“ Xiao! Xiao!! “
Dua kali mimpi buruk di malam yang sama. Aku tidak pernah seperti ini. Mia ikut terbangun saat aku berteriak. Ia melihatku bingung. Ia usap belakang kepalaku perlahan-lahan , berusaha menenangkanku . Sudah lebih dari 12 jam aku meningap di Pemandian ini , dan sepertinya aku harus pergi.
“ kamu mau cerita soal masalahmu?” aku menggelengkan kepalaku. Aku segera berdiri , lalu meraih handukku.
“ kamu udah mau pulang?” tanya Mia.
“ kurasa ya ... “
“ kapan kamu ke sini lagi?” aku menatapnya dan menjawab
“ kalau aku punya uang , mungkin aku akan ke sini lagi, menemui kamu “
“ begitu... “ Mia tampak kecewa. Ia kenakan kembali bikininya , lalu ia keluar sebentar untuk mengambil pakaianku. Tak lama , ia kembali dengan pakaianku , lalu membantuku mengenakan kembali pakaianku.
“ nah , sudah rapi , ganteng , persis seperti Raden-raden “ godanya
“ oh iya ... ini ....” tak lupa aku memberinya uang kerjanya.
“ eh ? Oh iya aku lupa “ ia ambil uang itu lalu ia masukkan ke dalam bikininya.
“ makasih ya “ aku mengangguk. Ia mengantarku ke resespsionis dan kami berpisah.
Aku keluar meninggalkan pemandian itu dan langsung menaiki kudaku. Hari masih pagi . Waktu itu matahari baru terbit. Dan setelah semua omong kosong itu , aku bingung ingin aku apakan masa mudaku yang kedua. Maksudku , petualangan macam apa yang aku cari.
Aku berkendara tanpa arah , melamun di atas kudaku. Remaja-remaja mulai berjalan kaki menuju sekolah mereka. Kebanyakan anak saudagar atau bangsawan. Luna pasti sangat pintar , karena ia bisa sekolah di sekolah rakyat, di kondisi ekonominya yang bisa dibilang , sangat kekurangan.
Ah , lagi-lagi aku memikirkan gadis itu. Aku pun ingat , kalau aku memberinya Iphoneku. Gadis itu memang terlalu manis dan terlalu lugu untuk menjadi seorang Pramuria. Lalu , aku pun berandai-andai , kiranya apa yang sedang ia lakukan saat ini.
Aku kembali ke kampung itu. Orang-orang kembali melototiku namun aku tak peduli. Aku berkuda di jalanan lumpur yang becek itu , lalu berhenti di rumah di mana bibi Luna berdiri di depannya.
Si Bibi rupanya masih sangat muda dan cantik. Mungkin kira-kira 30 memasuki 40. Bajunya kumal , wajahnya agak kotor, tapi dari bentuk wajah dan tatapannya masih sangat cantik.
“ ada apa ya den? “ tanyanya sopan. Karena bajuku baru dicuci di pemandian, jadi tentu saja penampilanku sangat rapi seperti raden-raden.
“ Lunanya ada Bu? “ Si Bibi langsung tersenyum cerah. Maklum , di zaman kerajaan , kalau ada pria yang bertamu ke rumah , bisa saja dia berniat mempersunting gadis di rumah itu.
“ Luna? Tadi dia berjalan ke warung untuk membeli nasi. Mungkin masih di sana “ ucap si bibi sopan.
“ saya ke sana dulu ya bibi. “ si bibi mengangguk.
Aku lalu turun dan mengaitkan kudaku di rumah Luna. Lalu aku berjalan ke warung yang letaknya tidak begitu jauh dari rumah Luna. Aku berdiri di luar warung itu , dan aku melihatnya. Hanya saja , Martin dan para bajingannya sedang mengganggu ketengannya. Luna tidak lagi mengenakan gaun dan jaket ala barat. Saat itu ia mengenakan daster , dan jaket musim dingin yang sudah kotor dan kusam
“ Lu kok sombong banget sih Lun sama gue .... senyum dikit boleh dong. Emang berapa sih harga senyum elo? “ Martin mengejek Luna karena ia tahu Luna seorang Pramuria di bogor.
“ Bacot ” Jawab Luna dingin . Martin tertawa lalu meludah di lantai
“ Masih songong lu ya? Sok jual mahal? Emang berapa harga diri elo? Gue beli!! Tapi kasih gua diskon boleh doooong!!!” Kesal, Luna berbalik membentaknya
“ Anjing kamu!! Emang susah ya ngomong sama Kacang Ijo miskin yang gak pernah sekolah!!” martin sangat marah saat Luna menghinanya Kacang Ijo karena kacang ijo adalah hinaan untuk militer Indonesia , yang mulanya dimulai oleh Laskar Kerajaan. Saking marahnya Martin menampar Luna keras-keras sehingga Luna terjatuh
“ Aww!!” Dan tak sengaja Iphone Luna terjatuh
“ Telepon aku!!” Tapi Martin menginjak Iphone itu dengan kakinya
“ l***e murahan! Isep k****l Gue! Atau gue hancurin rongsokan ini!!” Geram aku langsung melangkah maju dan berteriak
“ CUKUP!! “ cukup satu kata dan semua orang menoleh kepadaku.
“ cuih! “ Martin dan komplotannya berbalik menghadapku
“ balik lagi ni bocah! Udah bosen hidup lu? “ gertaknya. Mereka berlima dan aku sendirian. Luna seketika ketakutan. Ia ambil Iphone itu , lalu ia peluk, dan ia menangis ketakutan sambil menatap kepadaku.
“ Saya rasa mungkin kamu yang bosan hidup ... “ sahutku dingin
“ Gitu ya? Yakin ? “
Martin lalu memberi isyarat kepada teman-temannya untuk tidak melempar pisau mereka. Ia memberi isyarat seolah hanya dialah yang berhak membunuhku. Kami saling bertatapan dan pertarungan antar koboi terjadi. Martin, pelempar pisau tercepat dan diyakini paling mematikan di seluruh bogor, melawan aku , Si peniru yang mengaku Edi Koboi. Secepat kilat ia cabut pisau belati dari pinggangnya , lalu ia arahkan ke arahku dan
“ DOR!!” “ KYAAAAA!”
Luna menjerit begitu mendengar suara letupan. Semua itu terjadi dalam kedipan mata. Belati itu terpental begitu diterjang timah panas. Martin terbelalak seolah tak percaya dengan apa yang terjadi.
“ aku bisa saja membunuhmu , dan anak-anak ingusan ini , tapi aku masih mengkasihanimu , bocah sialan “
Tanpa sepatah kata pun kelima temannya mengangkat kedua tangan mereka dan melarikan diri. Martin , yang merasa harga dirinya terinjak-injak , masih diam membatu. Aku bisa saja menangkapnya tapi aku tidak melakukannya. Si bocah berbaju loreng itu masih terdiam
“ Luna... ayo “
Pramuria muda itu lalu menghapus air matanya dan berjalan menghampiriku. Kusimpan kembali remington itu ke sarungnya, lalu kugandeng tangannya. Kunaikkan dia ke atas kuda lalu kubawa ia pergi dari kampung itu sejenak.
“ Kenapa kau kembali? “ tanyanya lembut, ketika kami berjalan-jalan di jalan utama.
“ Cuma mampir saja. “ sahutku.
“ Terima kasih... tapi... kita mau kemana? “
“ bagaimana kalau melihat-lihat kebun teh "
Kuajak dia ke tepi kebun teh dan melihat-lihat pemandangan. Ia masih terguncang karena kejadian itu. Kubelikan dia teh hangat , dari kedai kaki lima tempat para pekerja dan pengendara kuda duduk untuk bersantai.
“ Ini minum dulu teh nya .... “ ia ambil teh itu dan menjawab
“ makasih ya ... tapi kamu gak perlu baik gini kok sama aku. “ Jawabnya jutek. Aku tertawa geli.
“ kenapa ada yang lucu? “ tanyanya dengan nada jutek. Kuacak-acak rambutnya dan menjawab
“ kamu lucu ”
“ Kamu menyebalkan “ Sahutnya dingin.
Ia rapikan rambutnya lalu Ia minum teh itu , sambil menghangatkan kedua tangannya. Itulah kata-kata yang ia ucapkan selama kencan kami yang pertama itu. Aku bingung dengan apa yang harus aku lakukan di masa mudaku ini , namun sepertinya aku akan sering-sering menemui gadis ini. Ia keluarkan Iphone pemberianku itu , dan menulis sesuatu di aplikasi memo. Kurasa dengan bantuan siri, ia sudah agak mengerti cara menggunakannya. Gambar depan dan layar kuncinya pun sudah ia ubah dengan foto selfienya. Foto selifie yang kaku tapi lucu.
“ Aku mau pulang “ ucapnya dingin.
“ boleh , aku antar ya ? “ godaku genit.
“ terserah “
Kubantu ia naik kembali ke atas kuda, lalu kuantar dia pulang ke rumahnya. Ia sudah tidak menagis lagi. Tapi ia masih sedikit malu-malu. Kami berkuda saat matahari mulai terbenam , dan tiba kurang lebih saat menjelang Isa. Kubantu ia turun dari kuda dan sebelum masuk ke rumahnya , ia sempat mengucapkan
“ terima kasih ya , tapi aku rasa... aku rasa kamu gak perlu kembali ke sini lagi. Dan teleponnya .. “ Luna hampir ingin mengembalikan Iphone itu kepadaku namun aku langsung menjawab
“ Tidak ... ambil saja... dan aku akan datang besok dan besoknya lagi, untuk menganggumu “ tanpa mengucapkan apa pun , ia langsung berbalik dan masuk ke rumah bibinya. Dan kurasa , seperti itulah kencan pertamaku di masa mudaku. Rupanya bukan dengan Bona , gadis muda yang mirip dengan istriku, tapi Luna Tan , si Pramuria muda yang kadang jutek kadang juga lucu.