Part 1 : Cinta yang Hangat di musim yang dingin ( eps. 6 )

1561 Kata
Episode 6 Cinta dan Masa Lalu Aku kembali berkemah di hutan malam itu. Hanya beralas kantong tidur dengan pohon rindang dan pemandangan langit malam sebagai atapnya. Api unggun menghangatkan tubuh dari hawa dingin. Hanya dengan semua itu , aku tidur mengakhiri hari yang cukup menyenangkan itu. Namun ketika aku tertidur , lagi-lagi aku mimpi buruk Aku terbangun ketika aku mendengar suara ringkikan kuda. Aku bangkit dari kantung tidurku, dan memastikan kalau kudaku baik-baik saja. Kuda itu masih pada tempatnya. Namun tiba-tiba aku mendengar suara langkah kuda yang lain, dan ketika menoleh, aku melihat kuda hitam milikku yang biasa aku tunggangi sebelum aku kembali muda. “ RICHARD!! Cuit! Cuit!” aku bersiul memanggil kudaku Richard. Kuda itu lalu mendekat. Aku senang bisa kembali reuni dengannya. Kuda Arab berwarna hitam yang larinya jauh lebih kencang dan lebih jauh dari kuda keturunan eropa yang kucuri ini. Kutepuk lalu kuelus pelan kudaku itu, melepas rindu setelah lama tidak bertemu. “ kuda itu , dia tidak menurut kepada semua orang “ Dan tiba-tiba Bona muncul. Dengan pakaian yang persis sama dengan yang dikenakan Xiao ketika musim dingin. Celana jeans , kaos gucci dan mantel berwarna hitam dengan rambut terurai. Dan tentu saja sarung pistol di pinggang sebelah kanan dengan revolve taurus 82 di dalamnya “ Siapa sebenarnya kamu? “ tanyanya bingung “ kamu mirip dengannya .... mirip sekali “ ucapnya. Lalu dia duduk di depan bekas api unggun yang sudah mati. Aku tidak mengatakan apa-apa. Aku hanya duduk di seberangnya, lalu mengeluarkan roti dari tas kudaku. “ Mau roti? “ ia lalu mengambil dan memakan roti itu. “ Bahkan selera roti kalian juga sama. Katakan.... apa kau cucu kakek yang selama ini beliau rahasiakan? “ ia menatapku tajam. Aku menjawab dengan menggelengkan kepalaku “ Kemana kakek pergi? “ aku menjawab “ kurasa aku tidak tahu .... “ “ jadi benar kau cucu kakek .... walau di catatan itu , ia tidak pernah punya anak. “ ia lalu memakan roti itu sampai habis. “ mungkin .... mungkin kau hanya merindukannya . “ sahutku. Ia tersenyum dengan manisnya. “ beliau seperti Ayahku sendiri.... sudah pasti aku mengkhawatirkan beliau “ Dan ia pun kembali berdiri. “ Kau boleh ambil kuda itu ... “ ucapnya sebelum beranjak pergi. “ Bona Tunggu .... “ Lalu ia berhenti dan kembali berbalik menatapku “ Bahkan kau tahu namaku .... jangan khawatir, mobilku terparkir tak jauh dari sini. “ Lalu ia berjalan pergi. Entah kenapa aku hanya diam. Aku tidak memanggilnya , aku tidak mengejarnya, aku hanya membiarkan ia berjalan pergi. Kupindahkan pelana kuda itu ke punggung Richard, lalu aku berkendara kembali ke jalan utama. Aku melihat mobil Innova Bona turun menuju kota bogor. Sekarang aku seperti tidak ingin ia tahu kalau aku adalah Ayah angkatnya. Aku dapat kesedihan di tatap matanya. Aku seperti dapat melihat , isi pikirannya , kini penuh dengan tanda tanya. Seolah ia bertanya-tanya , siapa pria itu? Kenapa wajahnya mirip kakek? Kenapa Richard dan anjing itu mirip dengannya? Padahal aku tahu, Kakek tidak pernah punya cucu. Ia mungkin akhirnya menduga kalau aku adalah Kakek yang kembali muda, namun ia tahu itu terlalu mustahil . Dan ditengah lamunan itu , mobil Bona akhirnya menghilang dan tak terlihat lagi. Jalanan seketika sepi. Semua orang tiba-tiba saja enggan keluar ke jalan. Aku melihat dua laskar yang pernah menyapaku , bersembunyi di dalam pos keamanan. Aku terheran-heran. Biasanya jalan ini penuh dengan pejalan kaki atau pun penunggang kuda . Namun tak seperti biasanya, semua orang seperti ketakutan. “ Edi koboi “ dan aku kembali mendengar suara itu, Martin ABRI. Aku menoleh kebelakang dan ia sudah dibelakangku , dengan seragam loreng dan baret merahnya. “ Astaga! Itu dia Martin ABRI!!” “ Dia yang sering merampok kereta api itu kan ? “ Kali ini tidak seperti sebelumnya. Ia kini naik motor yang sepertinya peninggalan Dinas TNI , dan kali ini mereka semua menggunakan senjata api. Walaupun bukan senjata api peninggalan TNI tapi setidaknya mereka lebih barbahaya. Mereka menggunakan Revolver taurus 82 , revolver yang sama seperti yang digunakan oleh Bona. Double action dan meskipun kalibernya lebih kecil, tentu saja lebih berbahaya dari pada remington buatan kerajaan. Dan ada satu orang yang menggunakan shotgun pompa, sepertinya rampasan dari Laskar. Dua dari lima anak buahnya kini menyandera Bibi dan teman baik Luna, Mia Wong. Sedikit saja kesalahan , kepala mereka dan kepalaku sendiri bisa meletus. “ Ada apa ini? Mana Luna? Apa maumu? “ martin lantas tertawa. “ Ah iya Luna , dia tidak di rumah tapi aku akan menemukannya. Tidak , akan kutembak dia di tempat. “ Lima lawan satu , dan sebenarnya dua laskar penakut itu bisa menolongku. Tapi mereka adalah perampok profesional yan sering merampok kereta . Mungkin itu sebabnya mereka takut. “ habisi bocah ini “ seolah tau ia mungkin akan terbunuh dari adu tembak itu , Martin membalikkan motornya dan memberi aba-aba kepada anak buahnya untuk menembakku ditembat. “ DOR!! DOR!! DOR! DOR !DOR! “ Aku menembak ke lima anak buahnya tepat di kepala merela. Mia dan Bibinya Luna langsung melarikan diri. Dan ketika aku ingin menembak Martin “ JELEDAR!!” Seseorang menembakku dari kejauhan. “ARRRGHH!!!” aku tertembak di bagian d**a sebelah kanan. Mereka menembak sekali lagi namun tembakan kedua meleset. Rupanya ada dua anak buah Martin yang menggunakan senapan Mauser , menunggu di belakang dan sudah bersiaga menembakku. Mereka lalu maju sementara Martin melarikan diri dengan kudanya seperti seorang pengecut. Kuacungkan senjataku pada mereka dan “ DOR!! DOR!!” kubunuh mereka di tempat. “ HIYA!!” kupacu kudaku dan langsung mengejar Martin yang berencana membunuh Luna. Ia naik motor dan aku naik kuda. Motornya bisa berlari mencapai 100 km sementara kudaku mustahil bisa secepat itu. Aku memotong Jalan untuk mengejarnya. “ DOR!! DOR!! “ Dia beberapa kali menembakku namun meleset. Motor itu melesat kencang dan sampai lebih dahulu di kampung. Dari kejauhan aku melihat Luna , berdiri di tengah jalan sempit dan diam tercengang sementara Martin mengacungkan senjatanya pada dia. Aku acungkan senjataku namun Martin masih terlalu jauh. Lalu dari salah satu rumah kayu itu, Bona keluar dengan santainya. Lalu sekejap mata “ DOR!!” Motor itu terjatuh dan Martin seketika terhempas. Bona menembaknya tepat di kepala, dengan senjata yang sama persis seperti yang ia gunakan. Ia lalu menatapku dingin dan berjalan pergi. Ia tidak naik mobil itu , ia mungkin berjalan kaki ke kampung itu dan entah bagaimana ia tahu Martin akan ke sana. Ia merogoh emas batangan dari saku Martin , lalu melemparnya kepadaku. “ aku yang membayar mereka untuk membunuhmu. Aku kira kau membunuh kakekku , tapi aku rasa aku salah. Anggap saja , tembakan itu , permintaan maaf bagiku “ Lalu dengan santainya , Bona berjalan pergi meninggalkanku. Luna masih membatu. Tak kuduga , orang suruhan Bona nyaris membunuh aku dan orang tak berdosa di sekitarku. Luna tak kalah terkejut. Seseorang hampir membunuhnya tepat di depan matanya. Aku turun dari kuda dan menghampirinya. Lalu ia terduduk dan menangis sejadi-jadinya. Laskar Kerajaan hanya datang untuk membersihkan mayat mereka. Aku diberi uang 500 ribu karena mereka mengira aku menghabisi Martin ABRI dan komplotannya. Mereka menyita seluruh senjata , kecuali masing-masing satu senapan Mauser dan shotgun pompa, yang sempat aku amankan. Luna agak tenang setelah kembali ke rumahnya. Ia memeluk Bibinya dan akhirnya mereka berdamai. Mia juga memeluk Luna dan tak lupa meminta maaf pada Bibinya jika ia membuat hidup Luna semakin rumit. Yah , karena Mia lah yang pertama kali mengajak Luna untuk terjun ke dunia perlendiran. Malam itu , mereka mengajakku menginap di gubuk kayu mereka. Aku menerima dan mereka menghidangkan sepotong roti sebagai tanpa terima kasih mereka. Luna masih tidak mengucapkan satu patah kata pun , namun malam itu , ia menghidangkan kopi untukku. Malam itu ia duduk di sampingku dan kami menyantap roti bersama-sama . Malam itu aku tidur di kamar Bibi luna , sementara Luna tidur berdua dengan bibinya. “ saya permisi dulu , Bibi ... Luna .... Mia.... “ Aku membungkukkan badanku dan pamit pergi setelah semalam menginap. Luna masih diam tanpa kata. Aku sempat ingin memberikan emas itu pada Bibi Luna , tapi diluar dugaan , walaupun sempat terkejut, si Bibi menolaknya. Luna seperti tidak ingin berbicara denganku lagi. Jadi pagi itu , aku pamit pergi , dan aku berniat untuk pindah dari Bogor , memulai petualanganku yang sebenarnya. “ Kamu selalu diterima disini .... “ Ucap Si Bibi sebelum aku pergi. “ Jaga diri baik-baik, musim dingin sebentar lagi ... “ Mia juga mengucapkan kata perpisahan. Hanya Luna yang masih memilih diam. Aku naik dari kudaku dan berkendara pergi dari kampung itu. “ EDI!!!!!” Ketika aku sudah cukup jauh, aku melihat Luna berlari menghampiriku. Wajahnya memerah dan air matanya berlinang-linang. Ia berlari sekencang-kencangnya sambil menenteng sebuah jaket bulu tua. “ Luna? “ aku lekas turun dari kudaku. Sambil terengah-engah dan menangis tersedu-sedu , ia berkata kepadaku “ Kau sudah memberiku telepon itu , dan aku menyukainya. Jika kau sudi, terimalah Jaket ini, jaket milik Ayahku dahulu . Kau tahu... sebentar lagi musim dingin , dan kau mungkin butuh jaket musim dingin. “ “ Oh Luna ..... “ Aku menarik tangannya dan langsung kucumbu bibirnya dengan gemas. Ia semulanya terkejut namun ia pun menutup matanya dan membalas ciumanku. Aku memeluknya dan ia memelukku. Ciuman yang hangat , di tengah hawa dingin yang mulai turun. Kupeluk ia erat, meluapkan apa yang kurasakan saat itu. Saat itulah aku sadar, kalau musim semi , telah kembali setelah sekian lama menghilang dari hidupku.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN