BAB 7 Diperdaya Cinta

1401 Kata
Julia dan Katie saat ini sudah berdiri dan menundukkan kepala didepan Anwar. Julia mengangkat wajahnya melihat raut wajah Anwar yang memerah karena marah, kemudian Julia menatap Katie yang hanya tersenyum gusar karena dialah Anwar sekarang tahu apa yang sudah terjadi antara Julia dan Gira. "Lihat apa yang kamu lakukan. Aku bilang diam saja." bisik Julia pada Katie. "Lebih baik daripada kamu mengandung anak Gira diluar pernikahan." "Apa yang, darimana kamu tahu aku akan mengandung." Katie mengangkat bahunya dan menghembuskan nafas. "Kamu juga tidak tahu bagaimana kejadiannya kan, bisa saja dia menanamkan benih itu padamu." "Katie, jangan.." "Diam..! aku tidak menyuruh kalian berdua untuk bicara. Sekarang, Katie ceritakan pada om yang sebenarnya terjadi." Anwar berucap keras menghentikan perdebatan Julia dan Katie, dia lalu mengarahkan kursinya untuk menghadap pada Katie. Katie dengan pelan menolehkan kepalanya pada Julia, kemudian ia berdehem mulai menceritakan saat dia menelepon Julia siang itu dan mengetahui Julia yang berada di kantor Gira, kemudian berlanjut pada obrolan mereka tentang Julia yang memberitahu Katie tentang apa yang Gira lakukan pada Julia. "Pria itu, rupanya memang mau aku bunuh." "Papa." "Kamu membelanya Julia, kamu sudah direnggut oleh pria itu sekarang kamu masih menginginkan dia." Julia menarik nafasnya perlahan, dia tidak bisa berkata keras karena sekarang papanya sedang marah yang hanya akan sia-sia jika dia mendebatnya. Julia berjalan mendekati Anwar, ia berlutut dan menggenggam tangan Anwar melihat pada wajah papanya itu. "Semua salah Julia, Pa. Julia yang menemuinya kembali, Julia bertemu dengan Gira saat di bank dan dia sempat menyapaku walaupun sebatas formal. Julia berpikir takdir memang berpihak pada Julia, bagaimana juga perjuangan Julia untuk menikah dengan Gira belum berakhir, aku akan terus mendekati Gira makanya aku ke kantornya." "Julia, apa yang kamu lakukan itu sama saja menjatuhkan harga dirimu nak. Satu bulan yang lalu Gira sudah menolak kamu secara terang-terangan bahkan dia menghina kita dan memperlakukan kamu seperti barang." "Tidak Pa. Jika Gira menolak, dia pasti sudah mengusirku saat dikantornya tadi siang, bahkan aku diantar pulang ke rumah." "Sadarlah Julia. Kamu seperti terhipnotis oleh Gira sehingga membenarkan apa yang pria itu lakukan." "Kamu tidak tahu Katie. Tapi, Papa harus percaya denganku. Aku benar-benar menginginkan Gira. Jemput dia." "Sudah Julia. Sia-sia saja kita menjemput Gira, tidak akan berhasil seperti sebelumnya." Amber datang lalu mendekati Julia, tangannya mengusap rambut Julia dan menganggukkan kepalanya. "Tapi Mama." Anwar berdiri dari duduknya, langkahnya berjalan menjauh sampai di pintu depan rumah. Tatapan matanya lurus kemudian ia menghembuskan nafas pelan. "Ajay, Bobby. Pergilah menjemput Gira. Kalian tahu dimana pria itu, bawa dia ke rumah ini." ucap Anwar yang dengan cepat dijalankan oleh Ajay dan Bobby, kedua bodyguard itu langsung menaiki mobil dan menjalankan keluar dari halaman rumah. "Papa, serius." Julia yang sudah berada di belakang Anwar lantas membuat pria itu membalikkan badannya menatap sendu kepada Julia. "Demi anakku. Tapi jika Gira menyakitimu atau meremehkan kamu lagi, Papa akan langsung memberinya pelajaran dengan tangan Papa sendiri." "Terima kasih Papa Anwar." Julia memeluk erat Anwar yang dihadiahi kecupan pada puncak kepala Julia. Anwar menatap kepada Amber dan Katie yang berdiri disebelah Amber, kedua perempuan itu hanya saling menatap dan tersenyum ragu. Bagaimanapun juga hal itu pernah terjadi sebulan sebelumnya dan berakhir gagal. Apa yang diharapkan Julia kali ini entah kembali diremehkan dan gagal atau dia berhasil membawa Gira ke rumahnya. *** Dikantornya Gira baru selesai mencuci muka dan hendak menuju tempat tidur yang tersedia di ruang sebelah tempat kerjanya, pintu yang menghubungkan antara ruang kerja dan tempat dirinya beristirahat kemudian terbuka, Gira bersiap berbaring dan memejamkan matanya. Ketika kedua matanya terbuka, Gira meronta dengan kuat, ia terkejut saat mendapati kedua tangannya yang sudah terikat dan mulutnya yang juga diikat dengan kain. Gira menatap marah kepada dua orang pria didepannya, yang satu dia belum mengenal tapi yang satunya dia masih ingat, wajah pria yang dulu sempat ingin menculiknya sama seperti saat ini. "Apa tidak masalah kita membawanya seperti ini?" tanya Ajay kepada Bobby yang berada disebelahnya saat melihat pakaian Gira hanya hanya mengenakan kaos putih lengan pendek yang tipis dan celana kolor bergambar princess Elsa. "Kau mau menggantikan bajunya." Ajay menggelengkan kepalanya dan membenarkan ucapan Bobby untuk tetap membawa Gira dalam kondisi seperti itu. "Lagipula tidak masalah, mungkin Nona Julia akan semakin menyukai pria ini yang kelihatannya sangat seksi." ucap Bobby kemudian diikuti oleh tawanya. Gira memberontak dan hendak berdiri, namun Ajay yang segera menahannya lantas menutup hidung Gira dengan kain yang sebelumnya sudah ia berikan obat tidur. "Bagus Ajay. Pria ini sama saja seperti Nona Julia, suka memberontak dan tidak suka menurut." "Sudah. Kita harus cepat membawanya sebelum ada orang yang melihat." Ajay dan Bobby segera menyeret Gira untuk berjalan bersama mereka menuju lantai bawah. Sampai di mobil Gira mereka letakkan di kursi belakang dengan tangannya yang masih terikat tapi bagian mulutnya sudah terlepas. Bobby sesegera mungkin melajukan mobilnya membawa mereka menuju jalan ke arah rumah Anwar. Sampai di halaman rumah Anwar, pintu mobil terbuka dan memperlihatkan Gira yang berdiri lemas disebelah Bobby dan Ajay. Julia berdecak, langkahnya berlari menuju pada Gira. Dengan kuat ia merebut tangan Gira dan merangkulnya, Julia memberikan tatapan tajam pada Bobby dan Ajay lalu berjalan membawa Gira masuk ke dalam rumah. "Apa yang kalian lakukan padanya?" tanya Anwar kepada Bobby dan Ajay. "Maaf Tuan Anwar. Pak Gira banyak memberontak dan itu akan menghambat kami membawanya sampai ke mobil, jadi kami hanya memberinya obat tidur dosis kecil, mungkin sebentar lagi Pak Gira akan segera bangun." jawab Ajay dengan tegas. "Tapi tidak dengan mengikatnya kuat seperti itu, kalian lihat tangannya lecet." Julia datang dan ia melempar tali yang digunakan untuk mengikat Gira kepada Bobby. "Sudah Julia. Mereka lakukan itu ada alasannya. Terima kasih Bobby, Ajay, kalian bisa kembali bekerja." "Baik Tuan." *** Julia meletakkan baskom yang sudah diisi olehnya dengan air hangat. Dia lalu mencelupkan handuk bersih dan membasahinya, kemudian perlahan mengusapkan pada tangan Gira yang memerah karena ikatan tali. "Aku benar-benar minta maaf karena hal ini." ucap Julia sambil terus mengusap tangan Gira. "Apa yang kamu mau?" Julia terkaget-kaget ketika Gira sudah membuka matanya dan menatap marah kepada Julia. Julia memundurkan tubuhnya sesaat Gira yang bangun dari tiduran dan menghimpit jarak mereka. "Kamu mau melakukan itu kan, ayo kita lakukan sekarang yang sebenarnya. Bukan hanya sebatas kebohongan yang kamu bicarakan itu." Gira terus mendekatkan wajahnya pada Julia, membuat jarak diantara mereka sangat dekat sampai terdengar deru nafas keduanya. "Gira.." "Kenapa, kamu takut. Bukannya ini yang kamu mau, Julia." Gira tersenyum miring dan menarik tangan Julia hingga kini Julia berada di atas tubuhnya yang tidak terbalut baju. Julia terkejut karena Gira yang tiba-tiba menarik tangannya dan menyebabkan ia berada di atas tubuh pria itu dan menekan bagian bawah yang terasa menonjol, wajah Julia yang langsung berubah memerah membuat Gira tertawa mengejek. "Bagaimana, apakah muat untuk masuk ke dalam dirimu." "Apa yang kamu bicarakan, Gira." Julia menahan nafasnya, apa yang terjadi dengannya saat ini seperti tidak bisa melawan malah seperti ketakutan. "Kamu takut sayang. Jawab saya, apa ini yang kamu kamu dariku. Jawab..!?" Julia menutup kedua telinganya mendengar bentakan Gira yang tidak pernah ia dengar sebelumnya, membuat Julia hampir menangis oleh pria itu. Gira diam dengan nafas yang naik turun, menurunkan Julia dari atas tubuhnya dengan kasar sampai lengan Julia terkena ujung meja. "Gira." "Kenapa kamu terus mengganggu saya. Kenapa?" Gira menarik tengkuk Julia dan membungkam bibir milik Julia. Julia merasakan nafasnya yang tersengal lalu memukul bahu Gira dan melepaskan paksa dirinya hingga membuat ujung bibirnya berdarah. Gira yang tersadar atas apa yang ia lakukan, dan melihat ujung bibir Julia mengeluarkan darah. Langkahnya berjalan mundur, membalikkan badan, Gira berjalan menuju balkon kamar yang pintunya masih terbuka. Julia mengusap bibirnya, berdecak saat melihat Gira yang berada di balkon kamarnya. "Astaga, apa dia mau lompat." "Gira..!" Julia menarik lengan Gira dan mereka terjatuh bersama di lantai. Julia meringis merasakan bahu belakangnya yang sakit karena terjatuh ditambah dengan berat badan Gira yang menimpanya. "Gira, bangun dari atas tubuhku. Ya ampun kamu makan apa sih, berat banget." ucap Julia memukul bahu Gira. "Gira." panggil Julia sesaat tidak mendapatkan respon dari Gira. Tidak mungkin pria itu nyaman di dalam pelukannya, pikir Julia, apalagi Gira yang sangat anti menyentuh Julia secara sadarnya. Merasa khawatir dan takut Julia berusaha melepaskan dirinya dan membenarkan posisi Gira untuk telentang. Julia mendekatkan telinganya pada bagian jantung Gira memeriksa apakah jantung pria itu masih berdetak, belum yakin Julia lalu mendekatkan telinganya pada hidung Gira, hal yang sama ia rasakan jantung Gira yang masih berdetak dan nafasnya yang masih berhembus. Julia terduduk lemas, menghembuskan nafasnya lega karena dia tidak jadi menjanda.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN