BAB 8 Mengambil Menantu

1385 Kata
Seorang pria terduduk setelah merasakan pusing pada bagian kepala, ia mengusap wajahnya dan melihat sekeliling kamar. Ini bukan kamarnya apalagi kantor tempat kerjanya. "Dimana ini." ucapnya lalu turun dari tempat tidur. "Gira, kamu sudah bangun." Pria yang bernama Gira itu lantas terkejut karena perempuan yang tiba-tiba datang dari arah kamar mandi. "Apa yang kamu lakukan?" tanya Gira bingung. Perempuan tersebut bukan menjawab tapi malah mendekati Gira, meletakkan handuk dipundak Gira dan mendekati telinga pria itu. "Mandi dulu, aku tungguin." bisiknya dan tersenyum. Gira memejamkan mata mencium aroma dari tubuh perempuan itu, tentu saja sebagai pria normal Gira merasakan keinginan yang diluar kendalinya. "Apa yang terjadi semalam?" Gira menatap kedua mata Julia. Perempuan itu masih dengan senyumnya lalu menggeleng pelan. "Julia, saya tanya." "Tidak ada. Kita hanya tertidur." "Lalu kenapa harus satu ranjang." "Jadi kamu mau aku tidur di sofa, atau di balkon kamar. Lagipula ini kamarku, terserah aku mau tidur dimana." "Salahmu sendiri kenapa menculik pria, saya akan melaporkan ini kepada polisi." Julia berdecak pelan, tidak memperdulikan tatapan tajam Gira ia pun keluar dari kamar. "Julia, sudah bangun." sapa Amber yang juga baru sampai di meja makan. Julia menganggukkan kepala, dia lalu mendudukkan dirinya di kursi, tangannya mengambil buah dan memakannya. "Kamu kenapa keramas, bukannya hari ini sekolah libur?" Julia mengusap rambutnya yang memang basah karena tadi tidak sempat mengeringkan. "Iya Ma. Gerah aja, makanya keramas. Kayak Mama gak aja." "Kamu itu belum menikah, jangan-jangan tadi malam kalian.." "Gak ada Ma, Gira udah keburu tidur, mana sempat aku merayu dia." "Kamu itu kalau ngomong jangan sembarangan, kalau Papa kamu dengar bisa dihajar itu Gira." "Iya Mama. Gak ada ngapa-ngapain kok. Serius ini." Amber hanya mengangguk, tangannya sibuk menyiapkan piring di meja makan dan menyiapkan makanan untuk Anwar. Pria yang kebetulan sudah berjalan menuju ke arah mereka, tidak tertinggal bodyguard yang berada di belakangnya. "Makan dulu Pa." "Iya Ma. Julia, Gira dimana?" Anwar menoleh pada Julia setelah memberikan kecupan manis di pipi Amber. "Masih di kamar Pa. Masih ngambek dia karena Papa culik." ucap Julia. "Sudah tua masih ngambek. Kamu susul sana ajak makan, setelah itu kita bicarakan tentang kalian." "Mau diikat gak Pa?" "Apa yang diikat. Gira kamu ikat, untuk apa?" "Biar gak kabur kan." Anwar menghembuskan nafasnya, kepalanya menggeleng dan menyuruh Julia agar segera membawa calon suaminya itu ke ruang makan. Julia berjalan menuju kamarnya, tanpa mengetuk pintu Julia langsung mendorong dan tidak menemukan Gira di kamar tersebut. "Kemana dia. Gira, kamu dimana?" Julia terus mencari sampai di balkon kamar, dan tetap tidak menemukan Gira. Julia menyipitkan matanya, melihat pintu kamar mandi yang tidak tertutup. "Gira, kamu didalam?" Julia memutuskan mengetuk pintu dan tidak mendapatkan respon. Julia yang penasaran juga khawatir memundurkan langkahnya, mengambil ancang-ancang untuk mendobrak pintu kamar mandi tersebut. Setelah menghitung sampai tiga Julia berlari dan pintu kamar mandi terbuka. Kedua mata Julia terbuka lebar saat tahu bahwa pintu itu tidak terkunci yang menyebabkan dirinya terhempas kuat ke depan. "Gira..!!" Julia berteriak karena rasa kesal kepada pria itu. Sudah lelah mencari kini ia terjatuh di dalam kamar mandi. "Iya." Gira datang dan berdiri di depan Julia. "Iya apanya. Kamu tadi kemana sih, punya kekuatan immortal atau pindah ke alam gaib." ucap Julia kesal. "Saya tidak menemukan baju, kamu pikir saya mau memakai baju mini milikmu itu." ucap Gira menatap Julia yang masih terduduk di lantai kamar mandi tanpa ekspresi. "Lalu baju yang kamu pakai baju siapa?" "Milik kakakmu, untung saja masih ada yang baru. Kamu pasti senang jika saya tidak memakai baju di hadapanmu kan." "Dih, jangan kebanyakan menghayal deh. Udah cepat tolong aku, sakit banget tau belakang aku." "Saya baru tahu kalau kamu suka tidur di kamar mandi." Julia memutar bola matanya, mengangkat tangannya kepada Gira. Gira menarik lengan Julia dengan cepat, tapi kedua kaki Julia yang masih berada di kamar mandi seketika terpeleset hingga beban tubuhnya jatuh menimpa Gira. "Hah, sial hari-hariku kalau selalu bersama denganmu. Dengar, saya bisa memberikan kenikmatan itu jika kamu mau jangan membodohi dirimu seperti ini Julia." "Aku benar-benar menyukaimu Gira." Gira meremas kedua bahu Julia, kedua mata mereka bertemu dan saling menatap tajam. "Tapi saya tidak." "Lalu kenapa kamu menatapku seperti menginginkan aku waktu itu." "Kapan, saya bahkan tidak ingat dimana kita pernah bertemu sebelumnya." "Di pasar, aku menyapamu dan kita mengobrol. Kamu menatapku dengan senyuman kamu, kamu juga menyapa Mama." "Julia, kamu kira saya menyapa dan menatapmu itu karena menyukaimu. Itu bentuk sopan pada orang." "Tidak, tatapan mata kamu beda Gira." "Apa yang ada didalam otakmu. Kalau saya bilang bahwa saya sudah menikah, bagaimana?" Julia mengernyitkan keningnya menatap Gira yang hanya tersenyum tipis. Mereka masih berbaring di atas lantai dan Julia yang berada di atas tubuh Gira. "Tidak mungkin." "Bisa saja mungkin. Saya bahkan belum mengenalkan kamu kepada keluarga saya, kamu hanya tahu saya Gira, CEO PT. All Mine, dan pria yang kamu temui di pasar." Julia terkekeh geli, ia menutup mulutnya dan menggelengkan kepala. "Kamu salah sayang. Aku sudah tahu tentang keluargamu, karena itu kita akan secepatnya menikah." kata Julia dengan sengaja membaringkan kepalanya pada bahu Gira dan mengusap leher pria dibawahnya itu. Gira memegang kuat tangan Julia menghempaskan kuat tangan itu bersama Julia yang sudah tidak berada di atas tubuhnya lagi. "Kita tidak akan pernah menikah." ucap tegas Gira, suara dinginnya memenuhi kamar di pagi hari itu. *** "Selamat datang calon mantu saya. Bagaimana, apa tidurmu nyenyak tadi malam?" Anwar tersenyum menyambut Gira yang baru tiba dan berjalan bersama Julia mendekati meja makan. Gira melihat pada Anwar dan sekeliling rumah tersebut, banyak juga penjaganya pikir Gira di dalam hatinya. "Apa yang om mau dari saya?" tanya Gira spontan menadapat tatapan tajam dari Julia. "Aku sudah bilang panggil Papa, bukan om." "Apa masalahmu, dia papamu karena itu saya panggil om." Julia berdecak sudah lelah berdebat dengan Gira, dia kemudian mengambil piring dan menyiapkan makanan ke dalam piring pria itu. Anwar hanya tertawa dan menganggukkan kepalanya. "Tenang saja Gira. Orangtuamu sudah mengetahui hal ini, dan mereka akan datang besok." ucap Anwar. "Untuk apa mereka datang, biarkan saya yang pergi sendiri dan lepaskan saya." "Iya itu tergantung dari Julia. Kalau dia mau melepaskan kamu, saya akan lepaskan. Tapi kalau tidak hubungan kalian akan tetap berlanjut." kata Anwar yang mendapat decakan keras dari Gira. "Sudah-sudah, lebih baik kita makan dulu. Tidak baik bertengkar di depan makanan, nanti tidak jadi daging." Amber menengahi perdebatan di meja makan tersebut, hanya dirinya yang sedari tadi diam dan mendengarkan, kini harus segera ditenangkan agar makanan dimeja tidak melayang. Setelah menyelesaikan sarapan yang lebih tepatnya untuk makan siang karena sudah jam 10.50. Sekarang Gira dan Julia sudah duduk di sofa ruang tengah bersama dengan Anwar dan juga Amber. "Mau dimulai sekarang Tuan?" tanya Ajay yang datang membawa gunting ditangannya menghampiri Anwar. "Iya, sebentar saya cuci tangan dulu." Anwar kemudian bangkit dan mencuci tangannya, sudah selesai ia langsung menghampiri Ajay, mengambil gunting lalu mendekati Gira. "Om mau ngapain?" Gira mundur ketika Anwar yang sudah memegang rambutnya mengarahkan gunting di rambut Gira. "Tenang Gira, ini sebagai tanda kalau kamu sudah resmi diterima dirumah saya dan menjadi menantu saya." "Apa?" "Semacam adat Gira. Sudah ikuti saja." "Bagaimana saya, Julia apa yang kamu lakukan?" "Nah, sudah selesai. Susah sekali menggunting rambutmu, terlepas terus, kamu terlalu banyak memakai minyak rambut jadinya licin." Anwar memasukkan rambut Gira yang sudah ia gunting tadi ke dalam botol yang dilapisi kain emas. Gira merasakan pusing di kepalanya, dia benar-benar dibuat bingung dan heran dengan keluarga Julia itu. Bolehkah ia gila dan amnesia sebentar saja, pikir Gira. "Apalagi sekarang?" tanya Gira menatap Julia yang ada disampingnya. "Sudah selesai. Tapi.." Julia menatap Gira malu-malu, dia bangun dari duduknya dan secepat kilat langsung duduk di pangkuan Gira. Bukan hanya Gira yang terkejut namun Anwar dan Amber juga sama terkejutnya karena kelakuan Julia. "Turun Julia. Kamu tidak malu dilihat orangtuamu." Gira berkata mengisyaratkan matanya agar Julia segera turun dari kedua pahanya itu. "Tidak mau. Aku sudah menahan untuk tidak mencium kamu semalam." "Apa yang kamu.." Gira berusaha melepaskan Julia dan memindahkan Julia dari dirinya, tapi semakin ia paksa Julia malah memeluk dirinya dan mengeratkan pelukannya pada leher Gira. "Saya bisa berbuat kasar, Julia. Turun sekarang." ucap Gira, suaranya bahkan berubah dingin. Julia menatap dalam kedua mata Gira, wajahnya semakin dekat dan dekat hingga ujung hidungnya mencapai ujung hidung milik Gira. Kedua mata Julia lalu turun menatap bibir tipis Gira, seperti terhipnotis Julia langsung mencium bibir tersebut dan mengulumnya sebentar sampai ia melepaskan. "Aduh..!!" "Papa..!!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN