Aku berjalan meninggalkan ruang kerja Pak Fikri dengan perasaan tidak menentu sambil melewati koridor menuju tangga turun. Didalam sana ada teman Pak Fikri yang membuat Pak Fikri menunda ucapan yang siap dia tanyakan padaku.
Kalau dipikir-pikir, Pak Fikri sedikit aneh selama beberapa hari ini. Itu terjadi setelah raut wajahnya sedikit terkejut setelah melihatku memegang buku kuliah Ilmu Komunikasi saat di bazar buku.
Sebenarnya ada apa dengan Pak Fikri? Setiap dia bertemu denganku, tatapannya dipenuhi berbagai macam pertanyaan yang siap di lontarkan kepadaku. Aku bahkan rasanya sedikit was-was dengan Pak Fikri.
Aku menuruni anak tangga satu persatu yang menjadi aktivitasku setiap hari ketika mengantar makanan untuk Pak Fikri. Ya anggap saja aku sedang berolahraga daripada memasuki lift.
Aku meletakan nampan didapur. Kesibukan didapur saat ini begitu padat karena sekarang adalah jam istirahat dan makan siang orang-orang. Tapi aku tidak perlu khawatir karena dibagian kasir sana ada temanku yang akan bekerja secara bergantian denganku.
Aku mengecek jam di pergelangan tanganku. Sudah waktunya aku mengambil air wudhu untuk melakukan sholat Zuhur. Lagi-lagi langkahku terhenti begitu melihat Pak Firki yang kini menggulung kemeja panjangnya hingga setengah siku.
Pak Fikri terlihat bersiap-siap untuk Melaksanakan sholat Zuhur. Aku menatapnya sejenak. Masya Allah.. tampan. Tapi keterbatasanku yang bukan siapapun baginya membuatku harus menahan pandanganku.
Aku memilih ke tempat wudhu khusus wanita dan bersiap untuk melakukan sholat Zuhur di mushola.
"Afrah?
"Iya Bun?"
"Bunda minta tolong ya. Antarkan roll cake rainbow ini ke sebelah."
"Tempat Fara?"
Bunda mengangguk. "Iya. Tempat Fara. Alhamdulillah kita ada rezeki hari ini. Jadi tidak ada salahnya membaginya pada Fara dan sekeluarga."
"Tapi Bun, em Afrah sungkan."
"Sungkan kenapa?"
Seketika aku terdiam. Setelah sholat magrib tadi aku melihat mobil Pak Fikri berhenti tepat didepan rumah Fara. Lalu sekarang Bunda menyuruhku kesana. Apakah aku bisa melakukannya?
"Afrah?"
"Ha?"
Bunda terlihat geleng-geleng kepala. Sebelum Bunda marah dengan cepat aku menuju kamarku. Aku memakai Khimar dan cadarku dengan rapi kemudian segera menjalankan perintah Bunda.
"Ini ya roll cake rainbownya. Jangan lama-lama berbasa-basi disana."
"Iya Bunda."
Aku memegang kotak makanan berisi roll cake rainbow tadi. Aku keluar rumah dan tidak lupa membaca doa. Meskipun dekat, tetap saja wajib membaca doa agar terhindar dari hal-hal buruk.
Sahabat Anas bin Malik radhiyallahu anhu berkata, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda;
تِهِ فَقَالَ: بِسْمِ اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ، لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ، قَالَ: يُقَالُ حِينَئِذٍ: هُدِيتَ وَكُفِيتَ وَوُقِيتَ. فَتَتَنَحَّى لَهُ الشَّيَاطِينُ، فَيَقُولُ لَهُ شَيْطَانٌ آخَرُ: كَيْفَ لَكَ بِرَجُلٍ قَدْ هُدِىَ وَكُفِىَ وَوُقِىَ
"Jika seseorang keluar dari rumahnya lalu membaca (dzikir): BISMILLAHI TAWAKKALTU ALALLAHI, LAA HAULA WA LAA QUWWATA ILLA BILLAH (dengan menyebut nama Allah, aku berserah diri kepadaNya dan tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolonganNya), maka malaikat akan berkata kepadanya:
"Sungguh kamu telah diberi petunjuk oleh Allah, dicukupkan (dalam segala keperluanmu) dan dijaga (dari semua keburukan), sehingga setan-setan tidak bisa mendekatinya dan setan yang lain berkata kepada temannya: Bagaimana (mungkin) kamu bisa (mencelakakan) seorang yang telah diberi petunjuk, dicukupkan dan dijaga oleh Allah azza wa jalla?"
(HR. Abu Dawud, no.5095 dan At-Tirmidzi, no.3426, dinyatakan shahih oleh Imam At-Tirmidzi dan Syaikh Al-Albani)
Aku pun melangkahkan kakiku menuju rumah Fara. Suara tawa dan canda anak kecil terdengar dari dalam pintu ruang tamu yang terbuka.
Tiba-tiba Pak Firki keluar dari ruang tamu Fara sambil memegang ponselnya. Pak Firki terlihat sedang menerima panggilan dari seseorang.
Seketika aku terdiam. Sebenarnya aku bisa saja cuek dan tidak perduli dengan sekitarku. Tapi sayangnya aku tidak lihai dalam bersikap hal itu.
Pikiranku tidak fokus. Akhirnya aku mengalah. Aku terlalu takut dan malu kerumah Fara meskipun aku harus menerima kemungkinan besar Bunda akan marah padaku.
"Afrah?"
DEG! Jantungku berdebar-debar. Aku sangat gugup. Baru saja aku berniat pergi tapi secepat itu Pak Fikri melihatku. Dengan perlahan aku membalikan tubuhku dan menatapnya.
"Iya Pak?"
"Em. Mumpung lagi diluar jam kerja. Bisa ngobrol sebentar?"
Lalu aku terdiam. Kedua iris biru yang aku kagumi itu menatapku serius seolah-olah pria blasteran ini siap melayangkan berbagai macam pertanyaan padaku.
Ada apa dengan Pak Fikri? Rasanya kepalaku pusing hanya untuk memikirkannya secara berlebihan.
Afrah tak berkutik.