Manhattan, New York
______________________
Sebulan kemudian Fredrick kembali ke New York untuk kembali memantau perusahaannya. Dia juga sangat merindukan istri dan kedua putranya. Fredrick berencana akan mengunjungi Leonard yang sedang bersekolah di New Jersey. Namun, baru saja dia menginjakan kaki di mansionnya Elena sudah menyerbunya dengan ribuan pertanyaan. Tentu saja mereka kembali terlibat pertengkaran.
"Aku ingin melihat putriku, Fred," ucap Elena dengan nada tinggi. Dia menatap mata Fredrick dengan tatapan yang di penuhi dengan amarah.
Fredrick hanya diam tanpa kata. Dia bersedia menerima semua makian Elena, karena menurutnya Elena pantas melakukan hal itu padanya.
"Elena, aku ...." Fredrick berpikir sejenak. Pikirannya kalut, haruskah ia memberitahukan perbuatannya pada Elena?
Fredrick menarik nafas panjang kemudian menghembuskannya perlahan ke udara bebas. Frederick menatap mata Elena dengan tatapan lembut dan tenang walau sepasang mata hadapannya sedang menatap Fredrick dengan tatapan tajam.
"Elena sebenarnya Letty sedang di Miami. Dia sedang menjalani latihan sebelum menjadi pemimpin Black Glow," ucap Fredrick. Dia berusaha setenang mungkin berharap Elena tidak akan menamparnya kembali.
Elena terdiam. Dia menatap Fredrick dengan tatapan nanar. Nafasnya bergemuruh membuat dadanya naik turun sejak awal perbincangan mereka. Sebulan belakangan ini Elena tidak bisa tidur dengan tenang, Elena selalu memimpikan Letty yang sedang menjerit meminta tolong, dan apa yang di dengarnya barusan sudah cukup membuktikan bahwa keadaan Letty sedang tidak baik-baik saja. Elena tahu cepat atau lambat hal ini akan terjadi, dimana Fredrick akan memaksa Letty untuk mengikuti jejaknya. Elena tahu Letty akan sangat menolak ajakan Fredrick karena Letty adalah seorang wanita yang menentang keras narkotika dan obat-obatan terlarang. Namun, apa yang terjadi padanya saat ini, Fredrick ayah Letty-lah yang memakasa Letty terlibat dalam situasi dimana dia harus menjadi pimpinan sebuah organisasi rahasia ilegal di Amerika.
"Elena," lagi panggil Fredrick sambil menggerakan lengan kekarnya meraih tubuh Elena, namun dengan cepat Elena menepisnya. Tatapan Elena menjadi kosong, tubuhnya bergetar, lututnya lemas seraya pandangannya yang memburam. Detik selanjutnya Elena pingsan di depan Fredrick.
"Elena...," panggil Fredrick sambil menepuk pelan wajah Elena. Fredrick segera membopong tubuh Elena ke ranjang dan hal selanjutnya yang dia lakukan adalah menelepon dokter.
*****
Beberapa jam berlalu, kemudian akhirnya seorang dokter keluarga kepercayaan Fredrick, tiba di mansion mewah milik Van Der Lyn.
"Tuan besar, dokter Smicht sudah tiba," sery pelayan dari seberang pintu yang sengaja tidak di kunci Fredrick. Fredrick langsung mempersilahkan dokter Smicht untuk masuk dan memeriksa keadaan isterinya.
Dokter Smicht mulai memeriksa keadaan Elena menggunkan stetoskop yang di gantung di lehernya, kemudian memeriksa tekanan darah Elena.
"Nyonya Van Der Lyn mengalami depresi ringan. Nyonya Van Der Lyn juga kurang istirahat dan kurang asupan makanan sehingga membuat tekanan darahnya menurun dan tubuhnya melemah. Saya akan memberikan beberapa suplemen vitamin yang akan membantu memperkuat tubuhnya, namun saya juga menyarankan agar Nyonya Van Der Lyn tidak boleh terlalu stres," tutur dokter Smicht saat selesai memeriksa Elena. Dokter Smicht kemudian memberikan beberapa obat untuk diberikan kepada Elena. Setelah semuanya selesai dokter Smicht pun pamit kepada Fredrick.
Fredrick kembali duduk di samping Elena sambil mengusap lembut Puncak kepala Elena kemudian memberinya kecupan.
"Aku sudah terlalu banyak mengecewakanmu, Elena. Namun percayalah aku melakukan semua ini untuk kita semua. Aku sudah terlanjur masuk kedalam kegelapan yang tidak berujung. Jika aku berhenti sekarang maka nyawa kalianlah taruhannya. Kumohon setelah ini jangan pernah bertindak bodoh. Aku sangat mencintaimu," ucap Fredrick di depan wajah Elena yang masih tidak sadarkan diri, Fredrick tersenyum kemudian mengecup bibir Elena sebelum berdiri dari ranjangnya.
Fredrick berjalan menuju ke sisi lain mansion mewahnya dan mendapati putranya sedang menonton film kartun favoritnya. Gelak tawanya memenuhi ruangan ini seakan dunia ini hanya miliknya seorang. Fredrick pun ikut tersenyum melihat tingkah putranya yang semakin beranjak besar.
"Halo, jagoan," ucap Fredrick sambil meraih tubuh putranya dari belakang. Dia mengangkat tubuh mungil itu lalu memutar-mutarkan tubuh putranya ke udara membuat tawanya kembali pecah. Fredrick menurunkan Lennox saat Lennox mengeluh karena perutnya yang sakit akibat terlalu banyak tertawa.
"Dad, kau sudah kembali? Dimana kakak?" tanya Lennox dengan wajah polosnya.
"Mm ... kakak masih ada urusan, sayang, dia masih di Miami"
"Miami?" sergah Lennox dengan cepat. "Apa dia masih berlayar di kapal pesiar milikku?" lagi ucap Lennox dengan menunjuk dirinya saat menyebutkan kalimat 'milikku' dengan lantang.
Fredrick terkekeh. "Milikmu, heh?" ucap Fredrick.
"Of course mine," ucap Lennox sambil mengangguk-angguk dan menunjuk dadanya dengan jari-jari kecilnya.
Fredrick meraih hidung putranya lalu mencubitnya dengan gemas. "Kau harus tumbuh menjadi dewasa. Setidaknya umurmu dua puluh tahun lalu kau bisa memiliki kapal pesiar itu," ucap Fredrick dengan wajah serius. Lennox berpikir sejenak seperti layaknya orang dewasa yang sedang bernegosiasi dengan lawan bisnisnya.
"Oke, tidak masalah, aku tinggal menunggu sepuluh tahun lagi," ucap bocah itu yang sukses membuat Fredrick tertawa.
"Katakan bagaimana sekolahmu," tanya Fredrick. Lalu mulailah Lennox menceritakan kisah sekolahnya pada Fredrick.
Di samping itu, di kamar utama mansion ini Elena telah sadarkan diri namun dia masih merasa sangat lemah. Kepalanya pening, tubuhnya terasa sakit di semua bagian.
"Nyonya besar," ucap Marie yang dari tadi menjaga Elena sejak Fredrick keluar dari kamarnya. Marie membantu Elena untuk duduk.
"Dimana Fredrick?" tanya Elena sambil memegang kepalanya yang masih terasa pening.
"Tuan besar mengajak tuan Lennox jalan-jalan. Katanya mereka akan ke New Jersey malam ini"
"Ambilkan ponselku," perintah Elena dengan tegas. Hatinya kembali khawatir, cepat-cepat dia menghubungi Fredrick dan Fredrick mengangkatnya pada nada sambung ketiga.
"Elena, kau sudah siuman?" ucap Fredrick.
"Tidak usah basa-basi kembalikan putraku," ucap Elena sarkastik.
"Elena kau pikir aku ini siapa, hah? Aku ini ayah mereka aku berhak menghabiskan waktuku bersama mereka. Aku bukan penjahat yang akan menculik dan menjual anakku. Berhentilah bersikap seperti kanak-kanak. Perhatikan saja kesehatanmu dan selama kau masih sakit aku yang akan mengurus anak-anak."
"Apa mak-.. Haloo, halo!" Elena melihat layar ponselnya dan ternyata sambungan teleponnya telah di putuskan sepihak oleh Fredrick. Elena menggeram kesal kemudian membanting ponselnya.
"Nyonya, maafkan saya jika saya lancang, tapi dokter menyarankan agar anda tidak boleh stres," ucap Marie sambil memungut ponsel Elena kemudian menaruhnya di atas nakas.
Elena mendengus kesal. Namun, di balik semua itu Elena seolah mendapat sebuah ide. Dia pun memanggil Marie. "Marie, apa kau tahu rumah lama Fredrick yang di Miami?" ucap Elena pada wanita paruh baya di hadapannya yang sudah bekerja pada Fredrick sejak usia mereka masih belia.
Marie berpikir sejenak, dia tahu keluarga Van Der Lyn memiliki sebuah vila di Miami. Mereka selalu berkunjung kesana saat liburan musim panas, namun yang dia ketahui rumah itu sudah lama tidak di kunjungi. Fredrick ataupun Lucas tidak pernah lagi kesana sejak kejadian tewasnya ibu mereka di sana.
"Marie?" panggil Elena saat melihat Marie yang sedang melamun.
"Y-ya Nyonya, ma-maafkan aku," ucap Marie tergesa-gesa. Elena melihat tangan Marie yang bergetar, wajahnya pucat ketakutan.
"Ada apa Marie? duduklah," ucap Elena sambil meraih tangan Marie dan menuntunnya ke tepian ranjang untuk duduk.
Elena mengelus lengan Marie yang ketakutan. "Tidak apa-apa Marie. Kau tahu sesuatu sedang terjadi pada keluarga kami. Aku tidak bisa menceritakannya, hanya saja aku memerlukan bantuanmu," ucap Elena.
Marie mendongak dan menatap wajah Elena. "Katakan apa yang bisa aku bantu, Nyonya," ucap Marie.
"Antarkan aku ke rumah lama Fredrick di Miami. Putriku terkurung di sana dan aku akan pergi membebaskannya," ucap Elena.
Marie berpikir sejenak. Dia tidak tahu apa yang sedang terjadi tapi dia harus bisa menolong nyonya besarnya. "Baik, Nyonya," ucap Marie pasrah.
"Terima kasih, Marie," ucap Elena.
Tanpa berlama-lama Elena langsung membeli dua tiket ke Miami dengan penerbangan paling cepat dan malam itu juga mereka terbang ke Miami.
Di dalam pesawat Elena banyak bertanya kepada Marie tentang rumah itu. Marie menceritakan seluk beluk rumah tersebut dan segala sudut ruangan yang masih tersimpan jelas di ingatannya.
Pukul 03.00am waktu Miami, akhirnya pesawat yang mereka tumpangi pun tiba di Miami. Kurang lebih tiga jam mereka berada di dalam pesawat.
Marie menuntun Elena turun dari pesawat. Mereka bergegas keluar bandara dan Marie langsung mencegat taksi. Dia menyebutkan alamat yang hendak mereka datangi dan taksi itu segera membawa mereka pergi dari sana. Sebenarnya Marie cukup khawatir dengan kepergian mereka yang tiba-tiba tanpa pengawal dan yang menjadi beban pikirannya adalah kondisi Elena yang masih lemah. Namun, Elena terus mendesak Marie agar segera membawanya ke Miami tanpa memberitahu siapapun dan Marie terpaksa menuruti perkataan Elena karena dia juga khawatir dengan keadaan Letty.
Tiga puluh menit kemudian taksi yang mereka tumpangi berhenti di sebuah vila di tepi pantai Miami. Rumah klasik yang masih terkesan mewah untuk sebuah rumah yang sudah lama tidak di huni dan yang lebih penting, dua orang penjaga sedang berdiri di depan gerbang. Tanpa berlama-lama Elena langsung pergi menghampiri dua orang lelaki bertubuh kekar dengan seragam serba hitam.
"Buka gerbangnya," perintah Elena kepada dua orang penjaga gerbang itu. Wajah mereka terlalu asing di mata Elena, mungkin mereka pengawal baru Fredrick.
"Maaf, Nyonya anda tidak boleh masuk. Pergilah," ucap salah satu dari mereka.
"Aku isteri Fredricksen Van Der Lyn dan aku memerintahkan kalian untuk membuka gerbangnya." Lagi ucap Elena dengan nada tegas. Dia menatap tajam dua orang yang sedang menghalangi pintu gerbang di depannya.
Kedua lelaki itu lalu saling melempar tatapan. Mereka cukup terkejut mendengar perkataan wanita di hadapan mereka. Mereka ragu, namun saat melihat raut wajah Elena, mereka mulai bertanya-tanya dalam hati, mungkinkah wanita di hadapan mereka adalah istri dari bos besar?
Elena mulai geram. Dia akhirnya bertindak. Dia berjalan cepat dan melewati dua orang berbadan kekar itu tanpa rasa takut sekali pun. Awalnya kedua lelaki itu akan menghadang jalan Elena namun akhirnya Marie datang dan memberi penjelasan kepada mereka.
"Nyonya Van Der Lyn ingin menemui suaminya. Tuan besar yang menyuruh kami untuk datang, percayalah jika kalian berani menyentuh kulit Nyonya Van Der Lyn maka kepalamulah gantinya," ucap Marie dengan berani dan berhasil membuat kedua pria itu mundur dan membiarkan kedua wanita itu untuk masuk.
Elena berlari kecil menuju pintu masuk mansion ini, dan ternyata Burce sedang berdiri di depan pintu. Bruce sendiri kaget akan kedatangan Elena yang tiba-tiba.
"Nyonya besar," ucap Bruce sambil membungkuk dan memberi hormat pada Elena.
"Terkutuk kalian bersama bos kalian yang bersekongkol menindas putriku," ucap Elena dengan nada sarkasme disertai tatapan membunuh.
"Maaf nyonya, kami hanya menjalankan perintah," ucap Bruce membela dirinya.
Elena membuang muka, tanpa berniat membalas ucapan Bruce "Marie ayo," ucap Elena. Marie mengambil satu langkah kedepan untuk membukakan pintu masuk untuk Elena. Bergegas Elena masuk. Dia dan Marie mulai menyusuri setiap ruangan sambil memanggil nama Letty namun, dari semua ruangan yang mereka datangi, tak satu pun tanda yang bisa menunjukkan bahwa Letty berada di sana. Elena semakin khawatir. Jantungnya mulai berdegup kencang namun, dia tidak menyerah.
"Marie apa kau menemukan Letty?" tanya Elena dengan tergesa-gesa saat mereka kembali bertemu di ruangan utama.
"Belum nyonya," ucap Marie. Dia sama paniknya dengan Elena. Sebelumnya Elena menyuruh Marie untuk memeriksa di bagian lain mansion dan kembali bertemu di ruang utama, namun keduanya tidak berhasil menemukan Letty.
"Sial!" Elena memijat dahinya sambil berkacak pinggang. "Dimana b******n itu menyembunyikan Letty," lanjut Elena. Dia mulai frustasi.
"Nyonya ...." Marie kembali bersuara. Sesuatu tiba-tiba melintas di pikirannya. "Masih ada sebuah rungan yang belum kita periksa. Tapi kurasa tuan besar tidak mungkin melakukannya."
Elena berjalan cepat menghampiri Marie. "Apa pun akan dia lakukan untuk mengikuti kemauannya. Jika kau berpikir itu mustahil, maka itu sangatlah mungkin jika itu menyangkut dengan Fredrick. Sekarang katakan, apa ada ruangan lain selain yang sudah kita kunjungi?"
Marie melotot. Bulu kuduknya tiba-tiba berdiri hingga dia perlu memeluk tubuhnya. "Se-sebuah ruangan bawah tanah. Se-seperti penjara," ucap Marie terbata-bata.
Elena mengerutkan dahi sambil menatap ke arah Marie yang berbicara pelan seperti berbisik. Namun Elena dapat mendengar dengan jelas kata Penjara.
"Penjara bawah tanah?" ulang Elena memastikan bahwa yang dia dengar barusan adalah benar. Marie mengangguk.
"Ayo cepat kita kesana." Elena langsung menarik tangan Marie. Mereka berjalan dengan tergesa-gesa.
Marie segera membawa Elena ke belakang mansion dan di sana terdapat sebuah pintu. Marie mendorongnya dan pintu pun berbalik membawa Elena dan Marie ke balik pintu dan di sana terdapat anak tangga yang menurun. Ada sebuah cahaya di bawah sana. Marie berjalan di depan sementara Elena mengekorinya dari belakang. Satu anak tangga lagi dan mereka sampai di depan sebuah pintu yang dilapisi baja dan menggunakan keamanan canggih. Elena mendekati pintu tersebut dan mengamati bentuknya.
"Kau yakin putriku berada di dalam sana?" tanya Elena tanpa melihat ke belakang ke arah di mana Marie sedang berdiri memperhatikan majikannya.
"Aku tidak yakin Nyonya, hanya saja tinggal ruangan ini yang belum kita periksa," ucap Marie. Elena menyentuh tempat keamanan pintu tersebut dengan jemarinya.
"Sial, ini menggunakan password dan sidik jari," ucap Elena saat melihat layar kecil di samping pintu yang merupakan satu-satunya jalan masuk ke dalam. Tepat setelah itu Elena merasakan pintu tersebut bergerak dan sepertinya seseorang akan keluar, dan betapa kagetnya dia saat melihat siapa orang di balik pintu besi itu.
"Lucas?"
____________
To Be Continue
follow i********: : (inezhseflina)