Marshall dan Letty tiba di sebuah restoran Jepang yang terletak di West Side. Sesampainya di sana mereka langsung di sambut oleh pelayan wanita berwajah Asia. Wanita itu membungkukan badannya sembilan puluh derajat kemudian mengucapkan, "Selamat datang, silahkan pilih tempat duduk anda."
Marshall mememilih tempat duduk di dekat jendela agar mereka bisa melihat pemandangan di luar. Pengunjung restoran juga tidak banyak jadi mereka bisa mendapat sedikit privasi.
Kembali pelayan wanita itu menghampiri mereka sambil membawa sebuah buku menu di tangannya kemudian dengan santun dia menyerahkan buku menu itu di meja tampat Letty dan Marshal duduk.
"Aku ingin shabu-shabu, tonkatsu dan chirashizushi," ucap Letty dengan menggunakan bahasa Jepang.
"Woah … aku baru tahu jika kau bisa berbahasa Jepang dengan lancar," ucap Marshall.
"Aku ikut les bahasa Jepang sejak umurku lima tahun. Ayahku yang menyuruhku, sebab dia memiliki beberapa rekan kerja dari Jepang,” tutur Letty. Marshall mengulum bibirnya sambil mengangguk pelan. “Oh ya, kau mau pesan apa?” Letty lanjut bertanya.
"Aku tidak terlalu suka Japanese food samakan saja dengan mu," ucap Marshall.
"Buatkan dua porsi untuk makanan yang ku sebutkan tadi dan minumnya, zake saja," ucap Letty masih dengan menggunakan bahasa Jepang.
Pelayan itu mengangguk. Dia berucap permisi sambil membungkukan badannya kemudian dia pergi untuk menyiapkan pesanan Letty.
Tidak butuh waktu lama kemudian pesanan Letty dan Marshal sudah di sajikan oleh para pelayan restoran. Letty tampak begitu semangat melihat hidangan di hadapannya.
"Oh ya, apa kau sudah mendapatkan pasangan untuk acara besok?" ucap Letty di sela-sela mengunyah makanannya.
"Kau," jawab Marshall.
"Sayang sekali aku sudah punya pasangan untuk kesana,"
“Siapa?” Marshal bertanya sambil menaikan setengah alisnya.
“Chester,” jawab Letty dengan santai.
Ujung atas bibir Marshal terangkat sementara alisnya mengerut. “Letty, kau tahu siapa saja yang harus ke prom night dan siapa yang tidak di perbolehkan kesana, kan?
Letty hanya membalasnya dengan tersenyum sambil menaikan setengah alisnya. Dia sengaja tidak menjawab pertanyaan Marshal dan malah menyibukan dirinya dengan mengunya makanan di depannya.
“Ck ….” Marshal berdecak kesal sambil memutar bola mata dengan malas. “Chester bukan siswa di sekolah kita," ketus Marshall.
"Aku hanya bercanda, bodoh. Jemput aku pukul 7,jika kau terlambat aku akan pergi dengan Chester," ucap Letty.
“Siap, bos.” Marshal mengangkat ibu jarinya di depan wajah Letty sambil bibirnya memasang senyum konyol. Letty menggelengkan kepalanya.
Saat mereka sedang menikmati makan malam mereka dengan canda tawa dan obrolan ringan, tiba-tiba ponsel Letty berbunyi dan tertera nama Leonard di layar ponselnya. Ketika melihat nama adiknya di layar ponsel, Letty langsung menekan dial hijau.
“Katakan, Leo.”
“Mom dan Dad sudah di rumah,” ucap Leo dari seberang telepon.
"Benarkah?" Letty memastikan.
" Apa aku terdengar bercanda?” Suara Leo mulai terdengar ketus di ujung sambungan telepon.
"Ba-baiklah aku akan segera ke sana," ucap Letty kemudian mematikan sambungan teleponya.
"Siapa?" tanya Marshall.
"Aku harus kembali sekarang juga, orang tuaku telah kembali dari Belanda.”
"Baiklah aku akan mengantarmu." Marshal berdiri sambil merapikan dirinya.
"Tidak. Tidak perlu. Jemput saja aku besok. Aku buru-buru sampai bertemu besok," ucap Letty. Tanpa berlama-lama Letty langsung berdiri dan meraih kunci mobilnya dan melesat keluar restoran. Sejurus kemudian Letty telah mengendarai mobilnya menuju mansion mewahnya. Mobil Letty melesat dengan cepat dia bahkan melanggar beberapa lampu merah. Beruntung tidak ada polisi yang mengejarnya. Tapi, ketika mobil Letty melewati 14th street Letty menginjak remnya secara tiba-tiba.
"Hell! di mana matamu," teriak Letty saat seorang pengendara ducati tiba-tiba menyalit mobilnya. Letty sampai hilang kendali sebab pengendara itu terkesan memepet mobil Letty.
Letty kembali menancap gas dan menyusul pengendara motor itu. Dalam hati, Letty menggerutu, “Setidaknya dia harus berhenti dan minta maafkan?"
Letty menginjak pedal gas sambil membunyikan klaksonnya dan memperingatkan pengendara itu untuk berhenti. Namun si pengendara terus meliuk-liukkan motornya melewati beberapa mobil di hadapanya.
"Apa kau menantangku?" Letty bergumam. Spidometer Letty terus naik, naik dan naik. Dia berusaha menyejajarkan ferarri-nya dengan ducati yang berusaha mengelabui Letty.
Pengendara ducati itu akhirnya berhenti di jalan yang sepi dan terbilang jarang di lalu orang. Mobil Letty berhenti tepat di belakang motor itu, sedangkan si pengendara masih duduk di atas jok motor tanpa melepas helmnya.
Letty turun dari mobilnya dan segera menghampiri pengendara motor yang sudah membuatnya jengkel.
"Kau!!" seru Letty. Letty begitu geram dengan pengendara motor ini, karena hampir membuat dia celaka dan parahnya dia bahkan tidak berhenti meski telah di peringati.
"Turun dari motormu," lagi teriak Letty. Namun seseorang di balik helm hitam full face yang memakai skinny jeans dan jaket kulit berwarna coklat dengan sepatu boots itu masih diam di tempatnya. Dia bahkan tidak turun dari kendaraannya.
Letty semakin geram dengan orang di hadapannya ini. Dia berjalan mendekati pengendara misterius ini dan saat dia berdiri tepat di depan motor tersebut, ekspresi wajahnya berubah total. Yang tadinya Letty begitu geram, kini berubah kaget. Jantungnya berdegup kencang saat melihat sosok di balik helm ini.
Mata coklat hazel itu, mata yang pernah membuat Letty sulit bernafas. Mata yang pernah membuat Letty hilang kendali bahkan mati gaya.
"Dia, dia pria waktu itu," batin Letty.
Pengendara motor tersebut langsung membuka helmnya saat mengetahui siapa yang berusaha mengejarnya sejak tadi, sementara Letty malah sibuk memperhatikan wajah di hadapannya, wajah yang pernah dia lihat sebelumnya.
"Maafkan aku nona, aku terburu-buru. Aku di kejar seseorang, kuharap kau bisa mengerti. Akan ku ganti kerugian yang kau alami," ucap pengendara motor yang ternyata seorang pria yang wajahnya tidak asing lagi bagi Letty.
Letty berusaha mengontrol dirinya, dengan memperbaiki posisi berdirinya sambil berdehem.
"Seharusnya kau lebih berhati-hati. Kau bisa melukai seseorang dan maaf tuan, uangmu tidak bisa membeli nyawa seseorang," ucap Letty. Tiba-tiba Letty merasa canggung, padahal beberapa saat yang lalu Dia begitu ingin menampar wajah di balik helm itu.
"Aku sungguh menyesal nona kumohon maafkan aku," ucap Lelaki itu. Letty kembali terpesona saat melihat wajah tampan dan memelas dihadapannya. Jantungnya seolah merespon perasaan gugupnya dengan berdetak lebih cepat.
"Apa hanya aku yang mengingat wajahnya? Apa dia tidak ingat aku? Sial. Mengapa aku tidak bisa menatap matanya lebih lama agar aku tahu apa yang dia pikirkan." Lagi-lagi Letty membatin sambil membuang muka.
"Maaf, sepertinya kita pernah bertemu," ucap Pria itu sambil terus memperhatikan wajah Letty. "Ya. Kau gadis yang aku temui di Space Ibiza. Benarkan?"
"God, ternyata dia mengingatku," batin Letty. Kedua kakinya tampak gelisah di bawah sana. Letty memilih untuk membuang muka sambil menyilangkan kedua tangannya di d**a. Entah apa yang membuat dadanya berdebar-debar, dan bahkan kedua pipinya mulai terasa panas.
"Oh, aku sungguh menyesal. Tapi sebagai permintaan maafku bisakah aku mengajakumu makan malam?" Lagi ucap pria itu.
Letty memalingkan wajahnya lagi menatap pria itu. Apa katanya tadi? Makan malam? Letty ingin sekali mengatakan “Iya, oke, boleh, ayo.” Apa saja namun, bibirnya seolah mengatup dengan kuat dan tak bisa mengatakan apa pun.
Kemudian Letty ingat sesuatu jika sebenarnya dia harus buru-buru ke rumahnya.
“Oh sial ….” Letty memukul dahinya pelan. Dengan cepat dia memutar lututnya. Hendak berbalik dan pergi dari sana.
“Hei, nona ...,” panggil pria itu.
"Lain kali saja. Aku buru-buru,” ucap Letty. Dia pikir dia telah berhasil pergi namun sesuatu tiba-tiba mencekal tangannya dan membuat langkahnya terhenti. Letty pun kembali memutar tubuhnya.
"Kalau begitu … apa kata lain kali itu benar-benar akan datang?" ucap pria itu.
Suasana disini begitu gelap. Hanya ada sorotan lampu dari mobil Letty namun, Letty bisa dengan jelas melihat sepasang mata coklat yang tengah menatapnya lekat-lekat. Lebih parah lagi ketika Letty merasakan jantungnya seolah mendadak berhenti berdetak. Entah apa yang sedang dia rasakan saat ini. Mata itu seolah menyihirnya, memaksanya untuk diam di tempat.
Letty menelan salivanya dengan susah payah. Butuh usaha baginya untuk bisa memalingkan wajahnya dari tatapan itu. Tapi, perlahan namun pasti dia pun mengangguk, bibirnya tersenyum kaku saat Letty berhasil memalingkan wajahnya.
"Ku harap kita akan bertemu kembali nona," ucap Pria itu. Tanpa berlama-lama Letty segera melepaskan tangan lelaki itu dan berlari kecil ke mobilnya.
“Hufght ….” Letty membuang napas panjang sambil membulatkan matanya dan menggelengkan kepalanya. Dia berada di mobilnya dan segera kakinya menginjak pedal gas. Mobilnya melesat dengan cepat seiring dengan jantungnya yang masih berdetak meningkat. “Oh my, God what am I do it, what am I do it ….” Letty perlu mengusap dadanya untuk bisa menenangkan jantungnya yang sepertinya sebentar lagi akan melompat dan menertawakan dia.
Sementara di tempat sebelumnya, pria yang tidak sengaja menyenggol mobil Letty masih terdiam di tempatnya. Pria itu adalah Alexander Oliver. Alex terus tersenyum menatap ferarri f6 America yang melaju dengan kecepatan tinggi hingga mobil itu menghilang dari penglihatannya. Namun sedetik kemudian Alex berdecak kesal. "Sial aku lupa menanyakan nomor teleponya." Alex menepuk dahinya pelan.
“Wow … tuan Alexander Oliver yang tampan dan di gilai banyak wanita, sepertinya takdir terus mempertemukanmu dengan gadis Amerika itu.” Alex menggelengkan kepalanya lagi. “Tunggu sampai aku membawamu ke ranjangku,” ucap Alex. Dia berseringai di akhir kalimatnya.
Drtt … Drtt ...
Ponsel Alex bergetar saat dia sedang memuja dirinya sendiri sambil terus berdecak kagum
"Katakan Vic," ucap Alex.
"Pamerannya akan segera di mulai tuan,” ucap lawan bicara Alex dari seberang telepon.
“Baik. Aku segera kesana.” Alex menutup sambungan telepon dan dengan cepat dia melesatkan ducatinya. Dia terus tersenyum sepanjang perjalanan. Matanya merekam dengan jelas pemilik mata abu-abu itu.