New York, USA.
Di sementara Fredrick merasa terlalu senang sebab dia berhasil membujuk istrinya dan menyerahkan Letty sepenuhnya pada Fredrick, di New York, Letty Van Der Lyn mengisi hari-harinya dengan latihan. Belakangan ini dia tampak stres jadi dia lebih memilih untuk menghabiskan waktu dengan kedua temannya, Briana dan Kimmy. Letty juga masih aktif kesekolah. Walau begitu banyak masalah yang terjadi, Letty juga tetap harus melanjutkan kehidupannya walau dia tidak bisa membohongi dirinya jika dia begitu merindukan ibunya.
“Hei, Letty.”
“Oh, hai Kim.”
“Mau ke kantin?” tanya Kimmy. Letty mengulum bibirnya. Hari ini di sekolah dia tampak murung seharian.
“Ayolah … kau juga butuh makan.” Kimmy menarik tangan Letty dan memaksanya berdiri. Gadis itu membawa Letty menuju kantin sekolah dimana Briana dan teman-teman sekelasnya sudah menunggunya.
“Disini …,” seru Thomas sambil melambaikan tangannya.
Tidak ada pilihan lain bagi Letty selain menurut apa kata temannya.
“Aku dan Chole sudah mengambilkan makanan untuk kalian,” ucap Briana menunjuk nampan berisi makan siang mereka.
“Terima kasih,” ucap Kimmy dan Letty bersamaan. Mereka pun duduk bergabung dengan teman-teman mereka.
“Chloe apa kau tahu siapa yang akan mengisi acara Prom Night besok?” tanya Kimmy pda teman sekelasnya yang juga duduk bersama mereka.
“Mmm … mereka masih merahasiakan bintang tamu utamanya,” ucap gadis bertubuh gempal yang duduk di samping Briana.
“Sepertinya kau harus bertanya pada Vic. Dia ketua panitia tahun ini. Dia pasti tahu,” ucap Briana.
“Thomas bisa menanyakannya,” sambung Chloe.
“Aku?” ucap Thomas sambil menunjuk dirinya. Dia menatap kekasihnya, Kimmy yang duduk di hadapannya.
“Briana bisa mati penasaran hanya karena itu, jadi bantulah dia,” ucap Kimmy.
Letty hanya menggeleng memperhatikan teman-temannya yang sedang berdebat mengenai acara perpisahan mereka yang akan di adakan nanti malam.
“Hei, guys.” Seorang pria tiba-tiba muncul. Dia membawa nampan makan siangnya dan tanpa permisi pria itu langsung mengambil tempat duduk yang kosong di samping Letty.
Briana, Kimmy, Chloe dan Thomas, tatapan mereka langsung tertuju pada pria berambut pirang ikal dengan sebuah tindik di telinga kanannya. Dua kancing kamejanya di biarkan terbuka dan pria itu tampak asik melahap cheese burger di tangannya tanpa mempedulikan orang-orang di sekitarnya.
“Itulah mengapa sampai saat ini Letty terus menolak ajakan makan malammu. Mana ada gadis yang mau makan malam dengan lelaki sepertimu,” cibir Briana.
“Serius, kau lebih tampak seperti gelandangan kelaparan di banding anak seorang pengusaha. Kau mempermalukan nama depanmu, Marshal.” Kimmy tidak mau ketinggalan untuk mengolok pria yang baru saja bergabung dengan mereka itu.
“Euw … kau menjijikan,” ucap Chloe sambil memanyunkan bibirnya.
“Aku anggap itu pujian gadis-gadis,” ucap Pria yang sejak tadi menjadi bahan olokkan teman-temannya. Dia melahap burger terakhirnya, lalu menghisap jari telunjuk dan jari tengahnya bersamaan lalu dengan cepat meminum sodanya dan di akhir pertunjukannya dia bersendawa dengan suara yang cukup kuat.
“Euw … disgusting,” keluh tiga gadis di depannya.
“Apa kau mau menjilat jariku, Brie?” goda Pria rambut ikal itu sambil menjulurkan tangannya,
“Hentikan! Dasar bodoh,” ucap Briana sambil menghempaskan tangan pria itu.
Pria rambut ikal itu tertawa terbahak-bahak, Dia tampak menikmati hiburannya sementara di sampingnya, Letty tampak acuh dan seolah tak perduli dengan situasi yang sedang terjadi di sampingnya. Pikirannya seolah meninggalkan raganya. Dia tidak bisa berhenti memikirkan kedua orang tuanya.
“Letty …,” panggil pria rambut ikal itu.
Letty tidak menggubrish lalu pria itu memutar wajahnya. Dia melirik teman-teman Letty namun teman-temannya hanya mengangkat bahu sambil menggelengkan kepala.
“Letty,” panggilnya lagi sambil menggoyangkan tangannya di depan wajah Letty.
“Eh?” Letty akhirnya menggubrish. Dia tampak kaget lalu langsung memutar wajahnya. “Marshall?” ucap Letty sambil mengerutkan alisnya.
“Seriously?” Marshal menarik wajahnya sambil mengerutkan dahinya. “Aku bahkan sudah disini sejak sepuluh menit yang lalu dan kau baru menyadarinya?” ucap Marshal sambil menggelengkan kepalanya.
“Maaf,” ucap Letty. Dia meraih soda di depannya lalu menyesapnya.
“Letty, ku perhatikan belakangan ini kau tampak murung. Maaf jika aku lancing, tapi kau tidak terlihat seperti biasanya. Maksudku, apa kau baik-baik saja?” tanya Chloe.
Letty hanya menarik senyum simpul. Dia menggelengkan kepala.
“Apa masalahnya belum selesai?” tanya Briana. Dia dan Kimmy yang paham betul masalah yang sedang di hadapi sahabatnya itu.
Letty menghela napas panjang. Dia berusaha untuk tersenyum. Semua orang sedang menatapnya dan tidak mungkin dia menceritakan masalah pribadinya kepada teman-teman sekelasnya.
“Aku hanya memikirkan soal pesta dansa,” dusta Letty.
“Benarkah? Apakah serumit itu sampai-sampai mempengaruhi suasana hatimu? Damn, baby kau tidak perlu cemas. Katakan padaku, apa yang membuatmu cemas.” Marshal memutar tubuhnya menghadap Letty.
Sejujurnya Letty sangat malas dan tidak ingin meladeni pria itu namun, Letty juga harus berusaha menghindari pertanyaan teman-temannya yang lain.
“Aku …”
“Darling, kau tidak perlu cemas dengan pesta dansa. Kau tahu ada aku disini. Kita akan ke Prom Night bersama dan aku akan selalu setia menjadi teman dansamu, oke.” Marshal meraih tangan Letty. Letty memaksakan senyum di wajahnya.
“Ya, sepertinya kau benar. Aku hanya berlebihan,” ucap Letty. Marshal tersenyum sambil menganggukan kepalanya. Pria itu merasa menang.
“Oh my God, guys ….” Tiba-tiba Kimmy menginterupsi. Wajahnya tampak kaget sambil melihat ponselnya.
“Ada apa?” tanya Briana penasaran.
“Selena Gomez, Justin Bieber, Shawn Mandes, Calvin Haris, oh my God!”
“Apa maksudmu, Kim?” Chloe juga ikut penasaran.
“Mereka akan tampil di Prom Night,” ucap Kimmy antusias.
“Really?” tanya Letty.
“Hmm …” Kimmy mengangguk antusias. “Vic yang memberitahuku.”
“Uwh … tomorrow will be so much fun. I want to go crazy tomorrow.” Briana tampak sangat antusias menanti acara prom night mereka.
“Alright … it’s time to go hunt,” ucap Letty. Dia bersiap untuk berdiri.
Teman-temannya paham betul maksud perkataan Letty barusan kecuali Marshal dan Thomas.
“Kita pergi sekarang?” tanya Letty.
“Tentu,” sahut teman-temannya.
“Hey, where you girls going?” tanya Marshal.
“Apa maksudmu kemana, tentu saja ke mall,” ucap Chloe.
Bergegas Marshal berdiri dan merapikan pakaiannya. Sementara Thomas yang sejak tadi berdiam diri, dia ikut berdiri saat Kimmy mengisyaratkan dengan kepalanya untuk menyuruh pacarnya itu ikut dengan mereka.
“Kau sedang apa?” tanya Letty sambil menatap Marshal.
“Tentu saja ikut dengan kalian.”
“Apa?!” pekik gadis-gadis itu.
“Harus ada yang menjaga kalian nona-nona,” tambah Marshall. Dia berjalan menghampiri gadis-gadis itu. Berdiri di antara Briana dan Letty lalu menaruh tangannya di pundak kedua gadis itu. “Bisa kita berangkat sekarang?”
Briana dan Letty kompak menggelengkan kepala mereka.
“Terserah,” ucap Letty.
“Hei Brie, biar saja dia ikut. Bukankah itu bagus? Dia bisa jadi dompet kita hari ini,” bisik Chloe.
Briana mengerutkan dahi sambil mengulum bibirnya. Gadis itu tampak berpikir sejenak. Dia menatap Letty dan Letty hanya terkekeh pelan.
“Let’s go,” ucap Letty sambil menggerakan kepalanya.
Mereka langsung melesat dengan mobil sport mereka menuju Central Park. Kembali menjadi pusat perhatian ketika anak-anak dari konglongmerat Amerika itu memasuki pusat perbelanjaan. Sorot kamera kembali menyambut mereka namun, para remaja ini seolah sudah sangat biasa dengan semua ini.
“Kamera sialan!” umpat Chloe. Putri pemilik Barnett Garage itu tampak kesal saat orang-orang tidak mau berhenti mengambil gambarnya. Sementara yang lainnya tampak tidak perduli kecuali Marshal Hamilton si bungsu dari Hamilton Publisher, media cetak terbesar di New York. Dia tampak menikmati sorotan kamera dengan terus menebar pesonanya.
“Kalian lihat itu, dia Marshal Hamilton,” teriak gadis-gadis yang berpapasan dengan mereka.
“Ayolah ,,, jangan katakana itu gadis-gadis,” ucap Marshal sambil tersenyum.
“Oh Damn!” Sementara yang lain tampak gusar dengan itu.
Letty dan teman-temannya akhirnya tiba di tempat favorite mereka dan mereka langsung memilih-milih pakaian yang nantinya akan mereka gunakan. Tidak hanya berburu pakaian, sepatu, make up dan tas juga tak luput dari mata mereka. Hampir satu jam mereka habiskan untuk berburu pakaian dan asesoris.
“Sialan, Thomas.” Marshal menghampiri temannya Thomas yang sedang duduk di ruang tunggu. Pria itu tampak santai sambil memainkan game di ponselnya.
“Kenapa, kau mulai bosan?” ucap Thomas.
“Sialan. Gadis-gadis itu seolah tidak lelah memilih banyak pakaian padahal mereka hanya membutuhkan satu dan dua pakaian saja,” celoteh Marshal yang sontak mengundak gelak tawa dari Thomas.
“Kau mengeluh padahal baru sehari menemani mereka berbelanja. Bisa kau bayangkan bagaimana nasibku? Selama tiga tahun aku menjadi satu-satunya pria yang menjadi penonton setia ketika gadis-gadis itu sibuk memilih pakaian mereka.”
“Really?” ucap Marshal dengan wajah terkejut.
Thomas bergumam sambil menganggukan kepalanya.
“Wah, kurasa kau pantas masuk rekor dunia,” ucap Marshal.
“Hei, Marshal ...,” seru Briana dari kejauhan.
“Pergilah. Sepertinya mereka telah selesai,” ucap Thomas.
“Hah … syukurlah.” Marshal pun berdiri dan bergegas menghampiri gadis-gadis itu.
“Bisa tolong bawakan ini di meja kasir?” ucap Briana sambil menyerahkan belanjaan mereka.
Marshal menarik napas panjang sambil memutar bola mata kesal.
“Well, bukannya kau berjani untuk menjadi pengawal pribadi kami hari ini?” ucap Chloe.
“Ya … ya, baiklah.” Marshal dengan malas meraih kotak berisi pakaian mereka dan bergegas menbawanya ke meja kasir.
“Totalnya 23.000 dolar, tuan.”
“What?” pekik Marshal pelan. “Ap, maksud- sial. 23,000 dolar hanya untuk ini?” Marshal begitu kaget mendengar harga yang harus dia bayar untuk pakaian yang di berikan Briana.
“Biar aku yang bayar.”
Marshal memutar tubuhnya. Dia tampak terkejut ketika menyadari Letty sudah berdiri di sampingnya.
“Tolong.” Letty menyerahkan kartu kreditnya kepada petugas kasir namun dengan cepat Marshal menarik tangan Letty.
“Apa maksudmu, aku yang bayar. Tolong gunakan ini,” ucap Marshal sambil menyerahkan kartu kreditnya.
“Sudalah, Lagi pula ini pakaian kami, tidak perlu seperti itu,” ucap Letty.
“Tidak, tidak.” Marshal meraih kartu kredit Letty dari tangan petugas kasir dan menggantinya dengan miliknya. “Itu bukan apa-apa.”
Letty tersenyum. Dia mengambil kembali kartu kreditnya.
“Hei, apa kau mau ke salon setelah ini?” tanya Briana.
“Mmm ... Aku lapar. Nanti aku menyusul,” ucap Letty.
Briana dan Chloe mengangguk.
“Girls, aku dan Thomas juga harus berpamitan,” ucap Kimmy.
“Kalau begitu biar aku yang menemani Letty makan malam,” ucap Marshal.
Mereka akhirnya memutuskan untuk berpisah di butik langganan mereka.
“Kemarikan tasmu,” ucap Marshal sambil meraih tas berisi belanjaan Letty.
“Terima kasih,” ucap Letty.
“Anytime sweety. Ohya, kemana kita akan makan?” ucap Marshal sambil terus berjalan keluar mall.
“Mmm … West Side, ada restoran Jepang favoritku di sana.”
“Oke. Apa pun keinginan anda, tuan putri.”