12. Sunrise

1607 Kata
        Pelupuk mata Letty mulai bergerak. Sedetik kemudian matanya terbuka.             “Hah … syukurlah.” Chester menarik napas panjang sambil membawa punggungnya ke sandaran sofa. Dia bersyukur obat yang di berikan pelayan hotel, yang katanya bisa meredakan mabuk itu, akhirnya bekerja dan membuat Letty siuman.             “You, okay?” tanya Chester saat Letty membuka matanya.             “What the …?” Letty bangun. Sedikit terkejut saat matanya sibuk menyapu sekeliling. “Dimana kita?” tanya Letty.             Chester menarik napas panjang. Dia berdiri dari duduknya lalu menghampiri Letty yang tampak bingung di atas ranjang king size. Chester mengulurkan tangannya lalu berucap, “Mau melihat sunrise? Kita masih punya waktu.”             Letty melenguh. Dia butuh beberapa detik untuk mengumpulkan kesadarannya. Terlalu banyak alkohol yang masuk ke tubuhnya membuat kepalanya pening. “Argh…!” Dia menggeram sambil mengacak rambutnya.             “What the damned thing I just did.” Letty menangkupkan wajahnya. Mengusapnya dengan kasar lalu kemudian dia meraih tangan Chester. Berdiri dari ranjang, Chester menuntun Letty menuju balkon luar. Disanalah Letty seolah menemukan sesuatu yang langsung membuat suasana hatinya membaik.             “Beautiful …,” gumam Letty. Dia menarik napas dalam-dalam, menikmati udara pagi dengan pemandangan matahari terbit di depannya. Kolam renang yang tenang seolah ikut menenangkan pikirannya yang beberapa jam yang lalu menjadi kacau bahkan dia sendiri tidak bisa menggambarkan bagaimana perasaannya saat itu.             “Selamat ulang tahun,” ucap Chester. Letty terkekeh mendengarnya.             “Haruskah kau mengucapkannya lagi?” ucap Letty. Chester hanya tersenyum menanggapinya.             Letty kembali menatap pemandangan di depannya. Dia merentangkan tangannya seolah menyapa sang mentari yang sedang memandanginya. Chester tidak bisa melarikan matanya menatap majikannya. Walau hampir setiap saat dia bisa memandangi Letty namun, pagi ini Letty tampak berbeda di matanya. Padahal dia sering mendapat pemandangan seperti ini di hari-hari sebelumnya namun, tetap saja pagi ini Letty tetap tampak mengagumkan di matanya.             “Cade,” panggil Letty.             “Hmm ….” Chester hanya menyahutnya dengan bergumam.             “Kau tahu, hari ini aku merasa aku telah dewasa. Maksudku, aku akan menikmati hari-hariku selanjutnya. Punya SIM, punya kartu identitas pribadi dan aku bebas melakukan apa pun.”             “Ya, aku tahu.”             Letty berbalik. Matanya langsung bertabrakan dengan mata Chester. Dia memutar tubuhnya lalu berhadapan dengan Chester.             “Kau telah menemaniku sejak aku berumur tujuh tahun. Kau, adalah guruku. Teman berlatih, pengawal, dan aku selalu mengatakan jika kau satu-satunya sahabatku.”             Chester hanya menanggapinya dengan mengulum bibir sambil menaikan setengah bahunya.             “Hari ini hari ulang tahunku dan aku ingin bertanya sesuatu yang sebenarnya sudah sangat lama ingin ku tanyakan,” ucap Letty.             Chester mengangkat setengah alisnya saat mata Letty menatapnya dengan serius.             “Well, bisakah nyonya muda langsung bertanya saja?” ucap Chester.             Letty menarik napas panjang lalu melipat kedua tangannya di depan d**a. Dia berjalan semakin dekat menghampiri Chester. Menatapnya semakin lekat.             “Sebenarnya aku punya pertanyaan yang sudah sangat lama ingin sekali kutanyakan namun, aku sangat bingung kepada siapa aku harus bertanya. Sebelum aku mengatakan pertanyaanku, maukah ... kau, mengatakan apa pun yang kau ketahui dengan jujur?”             “Kau membuatku gugup, Letty, sungguh.” Chester terkekeh di akhir kalimatnya.             “Aku sedang tidak bercanda Cade, aku serius,” ucap Letty.             Chester berdehem sambil memperbaiki mimik wajahnya. “Well, sekarang katakan,” ucap Chester. `           “Sudah berapa lama kau bekerja untuk keluargaku. Maksudku, kepada ayahku,” ucap Letty.             “Sepuluh tahun,” jawab Chester.             “Hmm … jika, aku bertanya sejak kapan ayahmu bekerja untuk ayahku, apa kau bisa memberiku jawaban?” tanya Letty.             “Ketika aku mulai mengerti tentang apa itu warna dan menghafal abjad, di saat yang sama aku selalu bertanya kemana ayahku. Apa yang dia lakukan dan saat aku berumur sembilan tahun, aku di bawa kerumahmu untuk  menjadi pengawalmu,” jawab Chester.             Letty mengangkat kedua alisnya lalu memalingkan wajahnya. Dia kembali menatap matahari yang mulai bergerak naik.             “Kalau begitu kau mungkin sama seperti aku. Sepertinya memang tak ada jawaban untuk pertanyaanku kecuali aku bertanya langsung pada ayahku,” ucap Letty.             Chester menghampiri Letty. Dia berdiri di samping Letty.             “Lalu, apakah yang membuatmu enggan menanyakannya langsung kepada tuan besar? Jika melihat kedekatan kalian, kau bahkan menceritakan semua hal yang kau alami saat di sekolah kepada ayahmu. Tapi kali ini, pertanyaan apa yang membuatmu tidak bisa bertanya langsung pada ayahmu, hah?” ucap Chester.             Letty memalingkan wajahnya menatap Chester sambil mengerutkan dahinya.             “Oh … maaf jika membuatmu tersinggung,” ucap Chester.             Letty menggeleng dengan cepat. “Kau tidak mengerti, Cade. Bagaimana bisa aku bertanya, dad apa kau memiliki sebuah bisnis di luar bisnis koorporasimu? Kenapa kau dikelilingi ratusan anak buah yang mahir berkelahi dan menggunakan senjata?” Letty berbalik dan menatap Chester lagi. “Apakah ayahku akan memberikan jawaban sesuai yang aku harapkan?” lanjutnya.             Chester berdehem lalu membuang mukanya. Perkataan Letty sedikit mengusik pikirannya. Dia tidak menyangka Letty akan berpikir sampai sejauh itu. Pria itu jelas tahu siapa Fredrick Van Der Lyn dan apa yang bisa dia lakukan. Posisi dan jabatan apa, serta kekuasaan seperti apa yang dimiliki Fredrick. Sejak kecil, dia memang mengetahui apa pekerjaan ayahnya namun, dia pun diminta untuk menutup mulutnya. Sebelum Fredrick memberinya perintah, dia tidak boleh mengatakan apa pun pada Letty.             “Apa kau tidak pernah bertanya pada ayahmu apa pekerjaan ayahmu, Cade?” tanya Letty.             Chester menggeleng dengan cepat. “Tidak,” ucapnya.             Letty menghembuskan napas berat mendengar jawaban Chester.             “Tapi … kenapa tidak kau tanyakan saja hari ini?” ucap Chester. Letty berbalik lagi. Dia mengangkat setengah alisnya sambil menatap Chester dengan tatapan bingung.  “Ya, maksudku hari ini hari ulang tahunmu. Ayahmu akan memberikan semua yang kau inginkan. Bisa saja dia memberikan jawaban atas semua pertanyaanmu.”             Letty meremas bibirnya. Alisnya mengerut tampak mempertimbangkan ucapan Chester.             “Apa ayahku akan meladeni aku?” ucap Letty.             “Kita tidak akan pernah tahu sebelum mencobanya,” jawab Chester.             Letty sempat mengerutkan dahi lagi sebelum perlahan kepalanya mulai mengangguk. “Mari kita buktikan,” ucap Letty.             Letty mengerutkan dahi saat mendengar bunyi ponsel dari dalam. Dia langsung menarik dirinya dan berjalan kedalam. Meraih ponselnya di atas nakas, Letty mengerutkan dahi saat melihat layar ponselnya.             “Daddy?” gumam Letty lalu menekan ikon hijau di layar ponselnya.             “Letty? Astaga!” pekik suara di sebarang telepon. Suaranya terdengar panik. “Dimana kau, hah?” lanjutnya.             “Maaf, aku pergi sebentar. Aku akan segera kembali,” ucap Letty dengan nada santai.             Fredrick terkekeh di seberang telepon. “Haruskah kau mencoba mesinnya, hari ini?”             “Hmm … aku terlalu tidak sabaran, kau tahu aku, Dad.”             “Oke, oke. Kalau begitu lekas kemari. Kau harus siap-siap untuk pestamu, nak.”             “Yah, aku akan segera kembali. Ohya dad,”             “Hmmm,”             “Bisakah ....” Letty menjeda kalimatnya. Dia berpaling mendapati Chester yang tengah berjalan menghampirinya. Seolah mencari keberanian dari tatapan Chester, Letty pun menarik napas sebelum melanjutkan kalimatnya, “Bisakah kau luangkan waktu untukku? Maksudku, ada yang ingin ku tanyakan padamu.”             Fredrick terkekeh di sebarang telepon. “Astaga, ada apa denganmu? Kita berada satu rumah dan kau meminta izin untuk bicara padaku? Apakah begini jika seorang putri telah beranjak dewasa?” ucap Fredrick.             Letty tertawa hambar menanggapi ucapan ayahnya.             “Kau punya 24 jam untuk bertanya apa pun padaku tanpa meminta izin, nak,” lanjut Fredrick.             Letty merasa sedikit lega dalam hatinya. Tapi, di saat yang sama dia juga merasa begitu gugup. “Well, Dad, sampai bertemu di rumah,” ucap Letty.             “Ya, baiklah. Ohya, jangan coba menerbangkan mobilmu, nak,” ucap Fredrick. Letty terkekeh lagi mendengarnya.             “Aku mencintaimu, Dad,” ucap Letty lalu mematikan sambungan telepon.             “Hah ….” Letty membawa tangannya yang terkatup di depan d**a sambil menengadah ke atas. Ada sebuah kelegaan dalam hati Letty namun juga rasa penasaran yang semakin mendominasi.             Gadis itu telah menunggu selama sepuluh tahun untuk bisa mengutarakan apa yang selama ini dirasakannya. Rasa penasaran yang belakangan ini mulai menghantuinya. Hari ini, Letty akan mencoba menanyakan sesuatu yang selama ini membebani pikirannya. Untuk itu, jantungnya langsung berdegup dua kali lebih cepat ketika dia mematikan sambungan telepon.             “Cade, kau pernah bertanya padaku apa cita-citaku. Hari ini, akan ku katakana apa cita-citaku,” ucap Letty. Dia bersiap meraih sepatu booth-nya.             “Ohya? kalau begitu katakan,” ucap Chester.             “Aku ingin menjadi ….” Letty bergegas memasukan kakinya kedalam sepatunya. Berdiri ketika dia yakin sepatunya telah terpasang dengan rapi di kakinya. Dia mendongak menatap Chester. Senyum sumringah menungging di bibir manisnya. Letty sangat bahagia. Mengalahkan tujuh orang preman tanpa senjata membuatnya semakin yakin oleh tekadnya yang telah dia bentuk sejak berumur delapan tahun. “Aku ingin menjadi seorang agen rahasia.”             “Pffftt!” Chester terkekeh mendengar ucapan Letty.             Letty menaikan setengah alisnya, “Ada yang lucu?” ucap Letty.             Chester masih melanjutkan kekehannya yang mulai berubah menjadi tawa. Dia menggelengkan kepala sambil menggerakan tangannya. “Bagaimana bisa kau memikirkan pekerjaan itu, hah?” ucap Chester sambil menahan tawanya.             Letty mengerutkan dahi. Dia berkacak pinggang lalu berkata, “Kenapa, apa itu terlalu aneh?”             “Tentu saja,” tukas Chester. Namun, sedetik kemudian dia menyadari sesuatu hingga di perlu memohon maaf. Chester berdehem saat matanya menangkap arti tatapan tidak bersahabat Letty. “Well, aku sungguh minta maaf. Tapi, Letty, aku akan mendukung apa pun yang akan kau lakukan nanti,” ucap Chester. Dalam hati Chester bergidik memikirkan keputusan Letty.             “Ayo,” ucap Letty sambil menggerakan kepalanya.             “Kita akan kembali?” tanya Chester,             Letty  menggeleng dengan cepat. Dia berbalik lalu melempar kunci mobilnya yang langsung di tangkap oleh Cade.             “Kita ke butik Eveline. Ibuku mengirim pesan kalau aku harus mampir kesana. Hah … ibuku akan menyuruhku memakai gaun seharian ini. Hal seperti inilah yang kadang membuatku tidak ingin berulang tahun.”              Chester terkekeh untuk kesekian kalinya. Letty berbalik dan sontak membuat Chester berhenti terkekeh.             “Ya … kau bisa sepuasnya menertawakanku hari ini,” ucap Letty dengan nada santai tapi tetap mampu membuat Chester kembali pada sikap formalnya.             “Maafkan aku, nyonya muda.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN