“Bagaimana penampilanku?”
“What the …,” gumam Chester sambil mengangkat tubuhnya berdiri dari sofa. Mulutnya menganga dan matanya terpukau pada gadis dengan gaun berwarna merah tanpa tangan yang sedang berdiri sambil memutar tubuhnya di depan Chester. “You so damn sexy!” gumam Chester tanpa sadar. “Oh, maaf. Maksudku, kau sangat cantik.” Buru-buru dia mengoreksi ucapannya.
Lagi-lagi Letty terkekeh melihat sifat canggung Chester. Entah harus bagaimana dia memberitahu. Rasanya ingin sekali gadis itu mengeluarkan otak temannya. Mencucurkannya lalu membuatnya mengerti jika dia bisa mengatakan apa saja yang ingin dia katakan tanpa merasa canggung. Namun, Chester Peterson terlalu pengecut untuk bisa memenuhi permintaan Letty.
“Well Cade, apa kita harus kembali sekarang atau ak-“
“Kembali sekarang. Bukankah nyonya besar sedari tadi menelepon pemilik butik ini hanya untuk mengingatkan agar nyona muda-“
“Oke, oke Cade. Kita kembali sekarang,” tukas Letty. “Eveline,” Panggil Letty sambil memanjangkan lehernya.
“Ya, nyonya muda,” sahut seorang wanita paruh baya yang tampak sangat modis bak gadis remaja. Dia menghampiri Letty sambil membawa sebuah kotak. Lalu Eveline meminta Letty untuk duduk sementara dua orang asistennya membantu Letty memasang sepatu hak tinggi yang akan di gunakan Letty.
Sepatu kulit mahal di lapisi permata yang selaras dengan gaun merah bertabur permata itu. Elegan dan mewah, itulah kesan yang ingin di berikan Evelin Vinciguerra. Perancang kenamaan Amerika yang adalah juga rekan bisnis Fredrick. Vince Mates adalah brand-nya. Eveline telah men-design banyak gaun dan pakaian formal dan informal untuk keluarga Van Der Lyn.
“Bagaimana, kau suka?” tanya Eveline. Si perancang dunia itu bahkan rela turun tangan hanya untuk membantu Letty memasang gaun dan spatunya.
“Kau selalu tahu selera ibuku, Eve.”
“Kenapa, apa ini tidak berkenan untukmu?” tanya Eveline dengan wajah was-was ketika dia menangkap maksud ucapan Letty.
“Oh tidak, tidak.” Letty menggoyangkan telapak tangannya. “Tentu saja aku suka.” Dia kembali tersenyum, kali ini dia mengusahakannya agar terlihat natural.
“Oh syukurlah …,” gumam Eveline sambil menyapu dadanya.
“Kalau begitu aku pergi dulu, Eve,” ucap Letty sambil berpamitan. Eveline tidak rela membiarkan Letty pergi sendiri. Dia pun menemani gadis yang merupakan anak dari konglongmerat itu hingga ke mobilnya.
“Jangan lupa nanti malam,” ucap Letty. Eveline hanya mengangguk lalu membungkukan badannya. Dia berdiri lagi saat kaca mobil Letty menutup sempurna.
“Hah … aku benci sepatu hak,” keluh Letty. “Aku merindukan conversku.”
“Tahan sampai acaranya selesai, kau pasti bisa.” Chester berusaha menghibur majikannya. Dia tahu jika Letty tidak pernah menyukai sepatu hak tinggi namun kehidupan yang di jalani Letty membuatnya mau tidak mau harus menggunakan hak tinggi dan gaun bak putri raja ketika ia akan bertemu dengan keluarga besar bahkan rekan bisnis keluarganya.
Mereka tiba di halaman mansion mewah milik Van Der Lyn tepat pukul empat sore. Letty benar-benar menghabiskan dua belas jam di luar bersama Chester. Jika di hari-hari sebelumnya jadwalnya begitu padat antara sekolah dan bela diri namun, di hari ini dia bebas menikmati dua belas jam dengan jalan-jalan bersama Chester.
“Astaga …!” Lagi-lagi Letty harus terkejut hari ini. Betapa tidak, gadis itu begitu kaget saat melihat halaman rumahnya telah berubah. Sebuah panggung besar berada di selatan halaman dan berjejer kursi bernuansa putih dengan bingkai hitam di tambah sebuah panggung mini dengan dekorasi ulang tahun. Halaman rumahnya yang luas telah berubah menjadi tempat pesta.
“Cade?!” Masih dengan menyumbat mulut sambil menggelengkan mata tak percaya, Letty mencoba memanggil pengawal pribadinya. “Apa yang …?”
“Hai Sweety,” panggil seseorang. Letty berbalik, menengok sumber suara.
“Dad …,” panggilnya. Fredrick tersenyum sambil merentangkan kedua tangannya. Letty berjalan menghampiri ayahnya. Kepalanya terus menggeleng sementara wajahnya masih sangat terkejut. Dia berlari kepada ayahnya lalu menabarakan dirinya pada ayahnya. “Kau yang melakukan semua ini?” tanya Letty.
Fredrick hanya terkekeh pelan menanggapi pertanyaan ayahnya.
“Kau suka?” tanya Fredrick.
Letty menarik dirinya lalu berkata, “Kau bercanda?”
Fredrick terus tersenyum.
“Dad, berhenti membuatku terkejut hari ini, kumohon,” ucap Letty.
“Well, hari ini putri sulungku berhari ulang tahun, aku hanya sedang berusaha merayakannya,” ucap Fredrick.
“Letty ….”
Letty memalingkan wajahnya saat mendengar suara yang begitu familiar di telinganya.
“Kimmy?” gumam Letty. Dia kembali menatap ayahnya namun Fredrick hanya menaikan kedua bahunya.
“Letty ….” Seseorang kembali memanggilnya. Letty menutup mulutnya lagi saat melihat teman-teman sekolahnya ada di sini. Mereka semua memakai gaun pesta dan para pria yang bersama mereka memakai setelan tuxedo. Mereka begitu rapi, namun sangat mempesona.
“Kalian ada disini,” ucap Letty sambil menyambut satu per satu temannya yang datang sambil memberinya ciuman di pipi.
“Mana mungkin kami tidak datang di hari ulang tahunmu, hah?” ucap seorang gadis blonde bernama Kimmy yang merupakan sahabat Letty.
“Ya, lagi pula tuan Van Der Lyn yang mengundang kami.” Salah seorang gadis brunette menambahkan. Dia menatap Fredrick sambil tersenyum lalu kemudian berjabat tangan dengan Fredrick.
“Nona Mc. Vinner,” ucap Fredrick sambil menjabat tangan gadis itu.
“Astaga, tolong berhenti membuatku iri dengan Letty,” ucap gadis itu. Fredrick mengerutkan alisnya. “Ya … aku sangat iri dengan sahabatku sebab dia memiliki ayah yang sangat modis dan pengertian,” lanjutnya.
Fredrick, Letty dan beberapa orang di samping mereka terkekeh mendengar ucapan polos gadis itu.
“Kenapa apa tuan Mc. Vinner kurang memperhatikan putrinya?” goda Fredrick.
“Ya. Dia bahkan tidak ingat nama teman-temanku selain Letty Van Der Lyn. Entah apa yang terjadi padanya. Berbeda dengan anda, tuan Van Der Lyn, ayah mana yang menyia-nyiakan waktu mereka hanya untuk menghubungi teman putrinya dan memintanya untuk datang ke acara ulang tahun, bahkan lima hari sebelum hari H, lalu meminta kami merahasiakan ini dari putrinya. Ohh … Letty, bisakah kita berukar ayah?” ucap gadis itu sambil merengek pada Letty.
Sikapnya sontak mengundang gelak tawa dari Letty. Dia berbalik lalu melilitkan tangannya di pinggang ayahnya. “Mana ada yang ingin menukar ayah setampan ini, hah?” ucap Letty sambil memainkan alisnya naik turun. Dia berhasil membuat ayahnya merona di depan teman-temannya.
“Astaga, kau benar-benar membuatku iri Letty,” ucap mereka.
“Well, tuan-tuan dan nyonya-nyonya muda, selamat menikmati pesta ulang tahun putriku. Tapi maaf, aku harus membawanya,” ucap Fredrick sambil menarik pinggang putrinya. “Jadi, sampai dimana kau mencoba mesin mobilmu, hah?”
“Ah … itu, hmm … sebenarnya aku sangat penasaran. Aku terlalu asik menginjak pedal gas, jadi,”
“Sayang sekali, semalam aku masih punya satu kejutan lagi untukmu,” ucap Fredrick sambil terus membawa putrinya ke halaman belakang yang jauh dari keramaian.
Letty mengerutkan dahi. Dia mengambil satu langkah di depan ayahnya. “Apa sekarang sudah terlambat?” tanya Letty.
Fredrick mengulum bibirnya. Memasang wajah kecewa lalu berucap, “Sayang sekali.”
Letty berdecak sambil memutar bola mata dengan malas. “Harusnya tidak perlu kau ungkit, dad.”
“Well, bisakah kau melihat kebelakang?” ucap Fredrick. Letty mengerutkan dahi. Masih dengan melipat tangan di d**a, perlahan gadis itu mulai memutar tumitnya. Mengintip kecil lewat bulu matanya sebelum dia membelalak saat tubuhnya telah berputar 180 derajat.
“What the … Nirby?” Letty berbalik lagi menatap ayahnya, seolah ingin memastikan jika yang di hadapannya benar-benar subjek yang di maksud. Fredrick hanya menaikan kedua bahu sambil mengangkat kedua alisnya. “Ah ....” Letty menutup mulutnya. Matanya mulai berkaca-kaca lalu dia berlari. “Oh, bayi besarku,” gumam Letty. Dia merentangkan kedua tangannya lalu meraih tubuh beruang yang sedang duduk menantikannya.
Beruang itu menggumamkan suaranya saat Letty memeluknya. Mereka lebih terlihat seperti dua orang teman lama yang baru saja bertemu, membuat Fredrick terkekeh saat melihat tingkah putrinya.
“Oh … I miss you so much, Nirby.” Letty mendongak untuk melihat rupa beruang yang telah lama tidak di lihatnya. “Kau tumbuh dengan baik, sayangku.” Letty masih mempertahankan pelukannya. Beruang permintaannya sepuluh tahun yang lalu pada ayahnya. Fredrick sengaja membawa beruang itu dari Florida untuk menghadiri pesta ulang tahun Letty. Dia bahkan di beri tempat khusus tanpa sebuah kandang namun, karena Nirby adalah beruang jinak, bahkan tingkahnya lebih menggemaskan dari panda untuk itu, Fredrick tidak ragu mendudukannya di halaman belakang dengan anjing-anjing peliharaan keluarga.
“Letty, astaga kau disini?”
Letty berbalik. Suara itu seolah mengejutkannya membuatnya membulatkan mata saat tumitnya memutar sempurna. “Oh, hai.” Letty mengusahakan senyum di wajahnya walau terlihat sangat kaku. “Mom,” lanjutnya. Dia meremas ujung gaunnya saat melihat raut wajah Elena, ibunya.
“Astaga ….” Elena melayangkan tangan ke udara sambil memutar bola mata.
“Hahaha ….” Letty tertawa hambar. Dengan cepat dia menghampiri ibunya yang mulai terlihat kesal dan dia sangat paham apa yang membuat ibunya kesal.
“Ibuku, yang paling baik.” Letty mengecup pipi ibunya.
“Kemana sa-“ ucapan Elena terhenti ketika Letty membawa jari telunjuknya di depan bibir ibunya.
“Jangan tanyakan apa pun, kumohon, hari ini saja,” rengek Letty sambil memasang wajah memelas yang di buat-buat.
Elena hanya bisa membuang napas berat. Dia kembali mengalah. “Bailha, kalu begitu ayo, acaranya akan segera di mulai. Mereka sudah menunggumu,” ucap Elena.
Letty tersenyum lalu kembali mengecup pipi ibunya. Kemudian dia berbalik untuk menatap Nirby sekali lagi. “Ibu akan kembali, jangan nakal oke,” ucap Letty. Nirby kembali menyahut ucapan Letty dengan gumaman khas beruang. Dia seolah mengerti apa yang Letty ucapkan.
“Astaga …!” Elena kembali mendengus.
“Oke, oke, ayo kita pergi.” Letty menarik lengan ibunya. “Ohya dad,” panggil Letty. Dia berpaling dan mendapati ayahnya masih berdiri sambil melipat kedua tangannya di d**a. Fredrick kembali terabaikan. “Kita bicara setelah pestanya usai, oke.”
Fredrick mengangguk pelan. “Kapan pun kau membutuhkanku, nak,” ucap Fredrick.
Letty mengangguk. Bergegas dia dan ibunya segera ke halaman depan tempat di mana pesta ulang tahun Letty di adakan. Sudah banyak orang menunggunya di sana. Kebanyakan dari mereka adalah rekan bisnis ayahnya. Beberapa wartawan dari media terkenal di ijinkan masuk untuk meliput pesta ulang tahun putri dari orang paling kaya di Amerika itu. Hanya beberapa orang dari sekian banyak orang yang bisa Letty kenali selain dari teman-teman sekelasnya.#
“Mom, apa aku perlu merapikan penampilanku?” tanya Letty saat mereka semakin dekat dengan panggung dan sudah banyak orang yang membungkukan badan untuk menyapa mereka.
“Mmm ….” Elena mengulum bibirnya. Dia menatap Letty dari ujung kaki hingga kepala. “Astaga, rambutmu.” Dengan sigap Elena segera merapikan rambut Letty. “Oke, perfect.”
“Hai, nyonya Van Der Lyn.” Seorang wanita dengan pakaian skiny dress berwarna merah jambut menghampiri Elena. “Apa kita bisa memulai acaranya?” ucapnya.
Elena mengangguk dengan cepat. “Aku serahkan semuanya padamu, Delinda,” ucap Elena. Gadis bernama Delinda itu mengangguk lalu membungkuk dan segera meninggalkan Elena dan Letty.
Elena memanjangkan lehernya. Matanya menyapu sekeliling mencari tiga orang anggota keluarganya.
“Aku disini, sayang,” ucap Fredrick yang tiba-tiba muncul dari belakang Elena. Dia meraih pinggang Elena dan melilitkan tangannya di sana.
“Dimana putra kita, Fred?” tanya Elena. Matanya masih sibuk mencari-cari dua orang keluarganya yang tersisa.
“Ah itu, Leonard. Dia bersama Harvey,” ucap Fredrick. Dia mengangkat tangan kanannya. Leonard seolah mendapat telepati dari ayahnya. Matanya dengan peka langsung melihat kea rah di mana ayahnya sedang memberi isyarat. Leonard yang awalnya sedang berbincang dengan sepupunya, langsung berpamitan dan menghampiri ayahnya.
“Mommy …,” seru Lenox. Dia berlari saat melihat ibunya.
“Asataga, apa kau Lenox? Kau benar adikku?” Letty merentangkan tangannya untuk meraih tubuh adiknya. Dia mengangkat tubuh mungil yang berbalut tuxedo berwarna biru yang senada dengan kakaknya, Leonard.
“Kemarikan dia, nanti gaunmu lecet,” ucap Fredrick lalu meraih tubuh Lenox dan mengambil alih memeluk bocah itu.
“Kakak,” seru seorang gadis kecil yang baru tiba. Letty menunduk dan mendapati sepupunya Canadia yang tampak sangat cantik dengan balutan gaun pesta.
“Uh, cantiknya,” ucap Letty sambil meremas pelan pipi sepupunya.
"Hadirin sekalian ….” Gadis bernama Delinda itu berdiri di panggung mini. Dia adalah sekretaris Fredrick. Delinda yang merupakan sekretaris multi talenta, juga di percayakan keluarga Van Der Lyn untuk menjadi pemandu acara di pesta ulang tahun Letty hari ini. Dia memperlihatkan keahliannya dalam memandu acara. Menyapa tamu-tamu penting yang memang sudah tidak asing lagi baginya sebab, Delinda tentu menghafal seluruh tamu dan relasi Van Der Lyn. Setelah menyapa seluruh tamu, Delinda pun mengundang keluarga Fredrick Van Der Lyn untuk naik ke panggung. Mereka ada di sana, lalu Delinda kembali memperkenalkan satu-satunya putri di keluarga Fredrick.
“Letty Van Der Lyn,” ucap Delinda sambil menunjuk ke arah Letty. Semua orang bertepuk tangan menyambut putri keluarga Van Der Lyn itu. Semua orang seolah tak ingin memejamkan matanya ketika melihat betapa cantik parasnya. Gaun merah dengan butiran permata dan kristal seolah menyempurnakan penampilannya.
“Letty, di umurmu yang ke tujuh belas, adakah harapan yang ingin kau sampaikan?” tanya Delinda.
Letty tersenyum. Dia meraih alat pengeras suara yang di berikan Delinda. “Well, aku hanya berharap semuanya bahagia,” ucap Letty. Semua orang terdengar terkekeh saat mendengar jawaban polos Letty.
“Tuan dan nyona Van Der Lyn, adakah yang ingin anda sampaikan untuk putri anda?” lagi ucap Delinda. Kali ini dia menyerahkan alat pengeras suaranya kepada Fredrick.
Fredrick menarik napas. Senyumnya tak pernah memudar di wajahnya. Dia menatap putrinya sebelum wajahnya berpaling pada semua orang yang melihat mereka dari bawah panggung.
“Putriku ….” Fredrick kembali menatap Letty. Sesuatu tiba-tiba memukulnya dari dalam hatinya. Saat melihat wajah Letty, Fredrick seolah ingin menitihkan air mata, tanpa tahu alasnya. “Ah ….” Fredrick menggeleng. Orang-orang mulai mengaggumi sosok pria dengan julukan triliuner itu. “Well, aku tidak tahu apa maksud Delinda. Setiap hari aku bertemu Letty. Putriku dan aku bahkan menghabiskan waktu bersama saat di rumah. Kami adalah teman. Aku adalah teman Letty. Aku dan Elena, kami …” Fredrick kembali menatap Letty lalu beralih menatap istrinya. Dia meraih pinggang Elena, seolah mencari kekuatan di sana. Elena hanya bisa tertawa kecil saat melihat tingkah suaminya.
“Tuan Van Der Lyn memang tipikal orang yang mudah tersentuh,” ucap Leonard yang berdiri tepat di samping ayahnya. Suaranya terdengar hingga ke alat pengeras suara membuat sebagian orang terkekeh dan sebagian lagi tersentuh.
“Kami hanya ingin Letty bahagia. Dia anak sulung dan putri tunggal kami. Dia, adalah … kekayaan, kekuatan dan lambing dari keluarga kami,” lanjut Fredrick.
Letty terkekeh. Dia menggelengkan kepalanya. “Tidakah itu berlebihan, dad?” batin Letty.
Delinda kembali mengambil alih acara. Memuji betapa harmonisnya keluarga Van Der Lyn. Letty meminta Delinda untuk mengundang paman dan bibinya yaitu Lucas dan Angelie. Mereka segera bergabung ke panggung saat nama mereka di panggil. Sebuah kue ulang tahun bertema hitam putih pun di bawa ke depan. Delinda kembali mengarahkan keluarga Van Der Lyn untuk berbaris di belakang kue ulang tahun, sementara Letty berada tepat di tengah mereka.
“Tahan dulu,” ucap Delinda ketika melihat lilin telah terpasang sempurna. “Buat permohonan,” lanjutnya.
Letty memejamkan matanya. “Ku harap, keluargaku terus bahagia dan ku harap aku akan di terima di CIA,” batin Letty. Dia membuka matanya lalu meniup lilin dengan angka tujuh belas di depannya. Lagu ulang tahun kembali terdengar dan betapa terkejutnya Letty saat melihat siapa yang menyanyikan lagu ulang tahun itu.
“B, Bruno, Bruno Mars?” Letty menggagap. Menggeleng tidak percaya saat matanya melihat siapa pria yang sedang berdiri di panggung utama sambil menyanyikan lagu ulang tahun untuknya. Petasan dan confetti kembali menggema di halaman luas kediaman Van Der Lyn. Semua tamu di buat takjub saat melihat petasan bertulisakan ‘Happy Birthday our Letty’ yang baru saja di tembakan. Letty begitu senang. Dia memeluk ayah dan ibunya sambil mencium pipi mereka.
“Thank you for everything, mommy, daddy,” ucap Letty.
Pesta kembali berlanjut. Fredrick mengundang banyak penyanyi terkenal untuk menghibur undangan. Pesta ulang tahun Letty berubah menjadi konser musik saat banyak penyanyi yang bergantian menyanyikan lagu mereka. Letty benar-benar menikmati pestanya. Teman-temannya ada di sana. Mereka berpesta bersama sambil menikmati sampanye.
Hampir tengah malam saat pesta itu hampir usai. Letty mulai lelah. Kakinya terlaly sakit sebab dia terlalu banyak melompat di panggung bersama teman-temannya. Para tamu telah kembali. Semua pengisi acara sudah sangat menghibur. Tiba saatnya Letty mencari ayahnya. Dia menanti ketika tamu terakhir ayahnya berpamitan lalu memanggil ayahnya ke rooftop. Mereka ada di sana. Menikmati tengah malam berdua.
“Dad,” panggil Letty.
“Hmm,” jawab Fredrick. “Bukankah ada yang ingin kau tanyakan?” lanjutnya.
Letty berbalik. Dia mendekat pada ayahnya. Menatap ayahnya lalu berkata. “Kau tahu, sebentar lagi aku akan lulus dari high school,” ucap Letty. Fredrick mengangguk.
“Apa kau sudah memutuskan dimana kau akan meneruskan pendidikanmu? Apa kau sudah mendaftar ke universitas?” tanya Fredrick.
Letty menarik napas panjang lalu menggeleng perlahan. “Aku akan mendaftar ke universitas yang di inginkan mommy. Tapi, bolehkah aku, seandainya ….” Letty emalingkan wajahnya. Dia butuh kekuatan untuk meneruskan kalimatnya. Letty kembali mengambil napas. Jantungnya tiba-tiba berdegup kencang hingga dia perlu mengepalkan tangannya kuat di bawah sana.
“Ada apa, nak?” tanya Fredrick. Dia menyesap sampanye yang di bawahnya sebelum mereka ke rooftop.
“Dad, bagaimana jika aku ingin menjadi sesuatu yang lain."
Fredrick mengerutkan dahi. Dia menatap Letty beberapa detik lalu terkekeh. “Maksudmu?”
Letty berbalik. Dia kembali menatap ayahnya. Berdehem sebentar, untuk meyakinkan hatinya betapa dia benar-benar harus mengatakan hal itu sekarang.
“Kau tahu, aku sangat mahir bertarung. Pelatuk dan panah menjadi temanku bercerita dan samsak adalah kesayanganku,”
“Ya, aku tahu.”
“Kau tahu jika sejak kecil aku sangat ingin menjadi salah satu karakter dari film superhero.”
“Jadi?”
“Jadi, bisakah sekarang aku mewujudakannya?” ucap Letty.
Fredrick mengerutkan dahinya lagi. Dia berjalan menghampiri putrinya yang raut wajahnya telah berubah. Fredrick bisa menebak kalimat apa yang akan di ucapkan Letty setelah ini namun, dia masih berharap putrinya akan menaruh kalimat candaan di akhir kalimatnya untuk itu dia berucap, “Katakan dengan jelas.”
Letty menarik napasnya untuk kesekian kalinya. Dadanya berdebar dengan sangat kuat. “Aku ingin menjadi anggota CIA.”
“Cih…!”
Letty mengerutkan dahi. Dengan cepat dia melempar tatapan sinis pada ayahnya yang mendecih dengan suara yang cukup kuat. Selanjutnya Fredrick tertawa. Dia menyesap kembali sampanyenya. Lalu menggeleng. Tertawa lagi.
“Kenapa?”
“Apanya?”
“Daddy. Kenapa kau terawa.”
“Sebab bercandamu lucu, nak.”
“Aku tidak bercanda,” tukas Letty. Dia menghampiri ayahnya. Berada di jarak yang cukup dekat dengan ayahnya hingga Fredrick bisa melihat sorot mata putrinya. Tidak ada keraguan di sana, yang artinya ucapan Letty barusan itu serius.’
“Kau bercanda, bukan?” ucap Fredrick. Letty menggeleng.
“Aku serius,” ucap Letty. “Itu cita-citaku sejak berumur tujuh tahun,” lanjutnya.
Perkataan Letty seolah memukul kuat d**a Fredrick. Dia terus terkekeh untuk menepis sesuatu yang tiba-tiba menjalar dalam darahnya membuatnya mendidih. CIA? Bukankah Fredrick dengan susah payah menghindari, membunuh dan melenyapkan mereka? Mereka adalah parasit yang mengerjar bisnis Fredrick dan berusaha menjatuhkannya dari kerajaan bisnis dan sindikatnya. Mereka kotoran yang harus di bersihkan dan Fredrick begitu anti mendengar tiga huruf itu. Tapi, apa yang barusan dia dengar? Putrinya? Bercitaa-cita menjadi CIA sejak kecil?
Fredrick tertawa hambar. “Tidak, tidak,” gumamnya.
“Ada apa denganmu, dad?” tanya Letty.
Fredrick hanya terus menggeleng.
“Dad, jawab aku,” desak Letty.
Fredrick menyesap habis sisa minuman di botolnya lalu melempar botol itu membuat Letty terkejut bahkan melompat di depannya. Dia menatap ayahnya. Raut wajah Fredrick berubah seketika. Seolah baru saja menelan bensin dan Letty-lah yang telah melampar korek api dan membakarnya.
“Katakan jika kau tidak serius saat mengatakannya,” ucap Fredrick. Letty mengerutkan dahi. Dia menyadari perubahan sikap ayahnya. Letty mencoba meraih tangan ayahnya dan memengangnya dengan erat.
“Bukankah kau ingin aku menjadi tangguh untuk melindungi adik-adikku?” ucap Letty. Fredrick menggeleng sambil berusaha menghindari kontak mata dengan Letty. “Ya, kau yang membuatku seperti ini. Bukankah akan lebih sempurna jika aku bergabung dengan CIA?”
“Tidak!” ucap Fredrick, ketus.’
“Apa?” pekik Letty pelan.
“Itu tidak akan terjadi,” lanjut Fredrick. Nada suaranya sedikit meninggi. “Pikirkan lagi cita-citamu. Buang jauh-jauh kenginan itu dan-“
“Tapi itu tekadku. Tujuan hidupku. Aku ingin menjadi CIA agar aku bisa bertarung langsung dengan penjahat yang memiliki kejahatan serius dan perlu di lenyapkan.”
“Kejahatan khusus?” Fredrick menaikan setengah alisnya.
“Ya. Mereka yang di sebut mafia,” ucap Letty.
Jantung Fredrick memukul kuat dadanya. Dia tidak akan pernah menyangka jika putrinya akan memikirkan pekerjaan sebagai mata-mata..
“Aku ingin menghancurkan semua sindikat mafia.”
“Kau akan menjadi penerusku. Mengelola Van Der Lyn Grup,” ucap Fredrick tegas.
“Aku bisa melakukan keduanya bersamaa-“
“Tidak!” sergah Fredrick. “Ku bilang lupakan keinginan itu dan lakukan seperti yang aku perintahkan. Kau sudah menjadi anak yang penurut selama tujuh belas tahun maka, lakukan itu seumur hidupmu.”
“Apa?” Letty menggeleng. “Aku tidak percaya kau mengatakan itu, dad. Apa kau menyamakan aku dengan pesuruhmu?”
Fredrick menelan ludah. Dia membuang muka dengan kasar. Membawa tangannya lalu menepuk dahinya dengan kuat. “Apa yang telah terjadi padamu, nak?”
“Seharusnya aku yang bertanya, apa yang telah terjadi padamu, dad? Mengapa reaksimu berlebihan seperti itu, hah?”
“Berlebihan?!”
“Ya, berlebihan!” Letty ikut meninggikan suaranya. “Bahkan semua orang tua akan mendukung jika anaknya ingin menjadi bagian untuk memerangi kejahatanan. Aku hanya ingin menjadi salah satu dari mereka yang dengan berani mengungkap sindika-“
“Kau tidak tahu apa itu sindikat dan bagaimana mereka bekerja.”
Letty kembali mengerutkan kening. “Dad,” panggilnya.
Fredrick menangkupkan wajanya lalu mengusap wajahnya dengan kasar. “Turuti kata-kataku. Berhenti menginginkan pekerjaan di CIA. Kita bicara lagi nanti,” ucap Fredrick.
Letty menangkap kengerian yang tak pernah dia temukan sebelumnya pada tatapan ayahnya sebelum Fredrick meninggalkannya. Letty masih begitu tidak mengerti dengan jalan pikiran ayahnya. Dia juga tidak bisa membaca pikiran ayahnya seperti yang biasanya dia lakukan kepada orang lain. Dia tahu jika Fredrick memiliki kepribadian yang kuat dan tangguh. Dia tahu ayahnya bukan hanya sekedar seorang pemimpin perusahaan besar. Hanya saja, apakah yang barusan di katakana Letty adalah sebuah permintaan yang terlalu sulit bagi ayahnya? Tapi, kenapa Fredrick harus bersikap berlebihan? Dia masih bisa berdiskusi dengan nada rendah tanpa harus meneriakki Letty.
“Untuk pertama kali dalam hidupku aku melihatmu seperti itu, dad. Apakah … memang seperti itulah sifat aslimu?”