Mobil Lamborghini Huracan P610-4 Spyder berwarna biru yang dikendarai oleh Leeray nampak begitu mencolok di tengah jalan raya kota Perth. Para pengemudi di sekelilingnya memperhatikan ke arahnya.
Deasy pun merasa tak nyaman karena atap mobil sport itu dibuka oleh Leeray, membuatnya nampak dari luar. Dia tidak biasa show off dengan penampilannya.
Begitu kontras dengan Leeray yang tampak tenang karena sudah terbiasa mendapatkan perhatian serta kekaguman dari banyak orang.
Matahari hampir terbenam di balik awan, menyisakan semburat merah jingga dengan latar langit biru tua.
Deasy sangat suka memandangi langit senja karena itu nampak sangat artistik di matanya. Dia terdiam sepanjang jalan.
Leeray mengantarnya pulang ke apartmentnya masih dengan pakaian basah sehabis menceburkan diri di Swan River bersamanya.
Akhirnya mereka sampai di St. Catherine’s on Park, apartmentnya. Dia sangat menyukai lokasi apartmentnya yang sangat strategis, dia bisa ke kampus dengan bus. Apartment itu hanya 10 menit jaraknya dari CBD (Central Business District) dan hanya 5 menit dari Kings Park bila naik mobil pribadi.
Deasy lebih menyukai naik public transport karena menurutnya mengurangi polusi udara. Sekalipun dia memiliki sebuah Mazda 3 warna hijau yang terparkir di basement apartment. Deasy menamai mobilnya dengan nama ‘grasshopper’ karena warna hijaunya.
Sebenarnya Deasy belum begitu mengenal Leeray, dia hanya tahu bahwa pria itu kakak sulung dari iparnya, James. Segalanya terasa berputar begitu cepat sejak mereka berkenalan di jamuan sederhana pernikahan James dan Laura. Mereka berdansa dan bertukar nomor ponsel.
Leeray menghubunginya untuk berkonsultasi tentang desain kaca patri. Pria itu mengatakan bahwa dia sedang membangun sebuah rumah baru dan ingin mendesain kaca patri untuk hiasan di rumah barunya.
Deasy mengirimkan email beberapa desainnya dan beberapa desain yang sudah ada di publik. Tapi, Leeray menolak semua desain itu hingga membuat Deasy kesal dan menolak semua panggilan teleponnya. Pria itu terlalu perfeksionis!
Setelah beberapa bulan tanpa kabar, Deasy tanpa sengaja mengikuti rekrutmen desainer superblock di perusahaan milik keluarga Leeray.
Sejak hari itu, Leeray seolah tidak ingin berjauhan dengannya. Pria itu seperti mengembangkan sebuah keterikatan dengannya, mengikuti kemana pun ia pergi. Bahkan menjadikan Deasy pacar kecilnya, menjaganya dan mencurahkan kasih sayang yang begitu banyak kepadanya hingga membuat Deasy jatuh cinta perlahan-lahan kepada bosnya itu.
Leeray memarkir mobil Lamborghini Huracan berwarna birunya di basement lalu dia turun bersama Deasy dari mobilnya. Deasy tidak pernah menunggunya membukakan pintu mobil, dia akan naik dan turun sendiri secepat mungkin. Hal itu kadang membuat Leeray canggung karena terbiasa bersikap gentleman pada wanita yang naik ke mobilnya.
Gadis satu ini berbeda dari semua gadis yang pernah dia kencani sebelumnya, gadis ini terlalu mandiri. Deasy selalu mendorongnya melewati batasannya. Seperti hari ini, melakukan wisata adrenalin yang ekstrim yang membahayakan keselamatan jiwanya.
Ahhh kini dia ingin menagih janji manis gadis itu yang membuatnya bertaruh nyawa. Sepanjang perjalanan Leeray merasa begitu tak sabar ingin bercinta dengannya.
Mereka berdua naik lift ke unit apartment Deasy di lantai 7. Leeray baru kali ini berkunjung ke apartment Deasy, biasanya dia hanya menjemput gadis itu di lobi atau mengantarnya pulang hingga lobi.
Deasy membuka kode pass apartmentnya lalu mempersilakan Leeray masuk.
“Silakan masuk, Lee! Anggap saja seperti rumahmu sendiri. Aku tinggal sendiri di sini,” ucap Deasy.
Deasy pun berjalan masuk ke kamar tidurnya untuk mengambil baju ganti untuknya dan untuk Leeray.
“Lee, baju gantimu!" pinta Deasy tak terselesaikan ketika Leeray tiba-tiba menarik tubuhnya ke dalam dekapannya lalu menyandera bibirnya dengan lapar.
“Uughhh ....” Suara Deasy mengerang tertahan oleh bibir Leeray. Mereka saling memagut begitu lama hingga nyaris kehabisan napas.
Leeray menahan tubuh Deasy menempel di tubuhnya yang kekar. Dia menatap bola mata biru Deasy yang menggelap. “Aku ingin mengambil hadiahku, Cantik,” bisik Leeray lalu dia menggendong Deasy di dalam dekapannya menuju ke kamar tidur Deasy.
Leeray membaringkan Deasy dengan lembut di atas ranjang queen size milik Deasy. Kemudian melucuti pakaian yang menempel di tubuh Deasy tanpa tersisa. Leeray memagut bibir mungil Deasy lagi sambil menindih tubuhnya masih dengan baju lengkap.
Leeray melepaskan tautannya di bibir Deasy lalu bertanya, “Apa kau mau membantuku melepaskan pakaianku, Cantik?”
Deasy seolah kehilangan kata-katanya, dia hanya mengangguk cepat mengiyakan pertanyaan Leeray. Dia pun duduk dan melepas kancing kemeja Leeray satu per satu dengan jantung berdebar-debar.
Tubuh Leeray begitu sempurna dengan otot yang kekar dari d**a hingga perutnya, mulut Deasy kering menatap pemandangan indah itu.
Leeray melempar kemejanya yang kusut dan masih setengah basah itu ke lantai. Dia pun melepaskan celana kainnya dan celana dalamnya.
Deasy menjerit sambil membuang mukanya ke samping. Dia baru kali ini melihat tubuh pria utuh secara langsung.
Leeray menahan tawanya melihat reaksi Deasy saat melihatnya tanpa sehelai benang pun. Dia lalu bertanya, “Apa kau masih ingin bercinta denganku, Cantik?”
Deasy memberanikan dirinya untuk menatap Leeray dan mengangguk dengan yakin.
Setelah merasa yakin Deasy tidak menolaknya. Leeray pun mulai membuainya dengan sentuhan-sentuhan bibirnya dari bibir Deasy turun ke leher dan menjalar ke bagian d**a wanita itu yang seketika menggeliat karena sentuhannya.
Aroma tubuh Deasy seperti hutan yang penuh dedaunan itu seolah membius hingga membuatnya teringat akan mimpi tentang rusa betina di hutan yang sering hadir dalam tidurnya. Apakah mimpi itu pertanda bahwa gadis ini adalah pasangan hidupnya?
Leeray masih menjelajahi tubuh Deasy dengan bibirnya, merasakan tubuh gadis itu tersentak karena terkejut dengan sentuhan bibirnya. Kulit Deasy begitu halus dan berwarna putih seperti porselen di bagian yang biasa tertutup baju.
Leeray masih ingin berlama-lama memanjakan gadis itu. Namun, bagian bawah tubuhnya terasa begitu sakit karena menahan gairahnya yang meledak-ledak. Tanpa berlama-lama, Leeray mulai melakukannya. Permainan inti yang memang sejak tadi ingin dilakukannya.
“Apakah sakit, Deasy?” tanya Leeray cemas ketika melihat mata Deasy berkaca-kaca, padahal dia baru saja memasukkan miliknya.
“Ya. Itu sakit sekali, Lee! Milikmu besar sekali,” jawab Deasy sambil mengusap matanya yang berair.
Leeray tertawa mendengar komentar Deasy. Dalam hatinya dia mempertanyakan pendapat Deasy tentang ukuran miliknya, sepertinya itu sangat pas dengan milik Deasy.
“Jangan menangis, apa aku menyakitimu? Rileks, Sayang. Kau terlalu tegang, seperti malam pertama saja. Aku janji akan memuaskanmu, percayalah!” ujar Leeray sambil menatap wajah Deasy yang berada di bawah tubuhnya.
Keduanya pun saling bercinta. Menghabiskan waktu yang entah berapa kali mereka sudah mencapai puncak kenikmatan hingga tubuh keduanya pun terhempas di atas ranjang dengan tubuh basah yang penuh keringat.
Setelah menyelesaikan aktivitas bercinta mereka, Leeray dan Deasy kini sudah berada di dalam kamar mandi. Pria itu pun langsung menghidupkan shower dan mendekap Deasy dari belakang. Air hangat dari shower pun mulai menghujani tubuh mereka berdua.
“Diamlah sebentar, Cantik! Rasanya aku ingin memelukmu sebentar saja,” kata Leeray dengan nada yang tidak ingin dibantah.
Deasy terdiam sembari memejamkan matanya bersandar di tubuh Leeray yang kokoh, sesuai permintaan Leeray. Dia sebenarnya ingin protes. Leeray telah menjadi bosnya di kantor, sekarang setelah mereka bercinta pun dia masih begitu bossy. Sepertinya pria itu terlalu dominan dan sulit untuk ditaklukkan oleh siapa pun.