15. Karena aku mencintaimu

1875 Kata
Bibir Tristan bergerak ke telinga Caramella dan berbisik,"Aku mencintaimu." Napas Tristan dan kata-katanya terasa panas di kulit Caramella. Bagian dirinya yang masih agak sadar menyadari bahwa pria itu menperlakukannya dengan rasa hormat. Tatapan Tristan kuat, panas, dan sangat jantan menyapu seluruh wajahnya. Ketika pria itu menariknya mendekat, ia menyukai kenyataan bahwa jantung pria itu berpacu sama kencangnya dengan jantungnya. Panas tubuh Tristan juga membakar Caramella. Tristan mengigit bibir bawah Caramella, membelainya dengan lidah, menggodanya tanpa mengenal belas kasihan sampai napas wanita itu memburu. Jari-jari Tristan sibuk membuka resleting di belakang gaun Caramella dan dalam satu gerakan cepat gaun itu turun ke pinggang. Tubuh wanita itu tersingkap di hadapan Tristan. Ia pun membuka pakaiannya memperlihatkan tubuh kuat dan berbaring di ranjang. Tubuh Tristan yang b*******h menempel di tubuhnya yang putih dan mulus. Caramella terkesiap dan merangkul leher Tristan, kulitnya berubah hangat karena sentuhan pria itu. Jiwanya yang nyaris padam hidup kembali oleh sentuhan-sentuhan yang diberikan oleh pria itu. Caramella merasakan sentuhan bibir Tristan di buah dadanya, gigitan lembut, sentuhan menggoda hingga ia berteriak nikmat membuat gairah Caramella terbakar. Wanita itu melengkungkan tubuhnya. Caramella merasakan getaran yang menyakitkan muncul dibagian bawah perutnya dan melesat ke seluruh tubuhnya. Ia ingin merasakan tubuh Tristan lebih dekat lagi dengan tubuhnya. Sambil merangkul punggung pria itu, ia mencoba menariknya lebih dekat. Tristan menahan diri, menunduk menatapnya dengan sorot mata tajam dan tangannya membelai tubuh Caramella . Dengan takut-takut Caramella menyentuh Tristan, rasa penasarannya mengalahkan rasa malunya. Jari-jari ramping Caramella mengeksplorasi setiap bagian yang sensitif dan Tristan menyebut nama Caramella dengan suara yang serak. Tristan meremaas rambut Caramella dengan kuat dan menguburkan wajahnya di rambut yang tergerai itu. Gairah menguasai Tristan dan ia tidak berdaya di bawah belaian tangan Caramella. Setiap syarafnya bergelenyar nikmat. Pria itu menjauhkan tangan Caramella dari tubuhnya. Tangan Tristan menyentuh perut Caramella, lalu bergeser dari perutnya menuju ke pangkal pahanya sambil mengerang puas, Tristan membelainya dengan lembut . Caramella berteriak tertahan ketika Tristan menyentuhnya. Ujung jari pria itu membelai kelembutan tubuhnya, menjelajah, bergerak perlahan, lalu ia mencium bibir Caramella, membisikkan namanya, dan mengumamkan kata-kata cinta. Tristan menatap mata Caramella ketika menyatukan tubuh mereka. Tekanan yang lebih besar serasa membakar. Kekuatan terpendam yang merobek dan menghunjam dirinya. Caramella mengerang merasakan sakit yang tiba-tiba, lalu Tristan berhenti bergerak. Pria itu terkejut Caramella masih perawan. Wanita itu terguncang dan mencoba menyampaikan kekagumannya, karena tubuh Tristan yang indah menyatu dengan tubuhnya. Irama pelan Tristan memenuhi diri Caramella. Seluruh rasa sakitnya terlupakan. Tubuh mereka saling melilit dan menyatu, menimbulkan gelombang kenikmatan besar . Wanita itu tersesat dalam serbuan sensasi, bibirnya terbuka menjerit tanpa suara. Segera setelah itu Tristan mencapai puncaknya, membiarkan ledakan kenikmatan itu menghangatkan sekujur tubuhnya. Ia memeluk Caramella dengan erat dan menghujani wajah wanita itu dengan ciuman, sementara tangan Tristan membelai punggung Caramella dengan gerakan naik turun. Wanita itu kemudian tertidur dilekukan lengannya. *** Pada siang hari, Kristin yang sedang berada di pusat perbelanjaan secara tidak sengaja bertemu dengan Alexis yang saat itu baru saja keluar dari toko perhiasaan bersama seorang wanita. Ia segera menghampiri pria itu dan pria itu terkejut melihat Kristin berada di sana. Wanita yang berada di samping Alexis menatapnya tidak suka. "Hai!"sapa Kristin. "Hai!"balas Alexis. "Bagaimana kabarmu?" "Baik. Sepertinya kamu terlihat sangat baik." Kristin memasang senyum manis. "Iya kamu benar." "Apa yang sedang kamu lakukan di sini? Apa kamu pergi sendirian?" "Aku sedang mencari pakaian yang akan kukenakan malam ini. Aku diundang ke pesta ulang tahun salah satu temanku dan aku pergi sendirian." Kristin kembali melihat wanita yang ada di samping Alexis dan wanita itu umurnya lebih muda dari Alexis. "Apa kamu tidak ingin memperkenalkan dia padaku?"tanyanya sambil tetap tersenyum. Alexis yang baru menyadarinya cepat-cepat memperkenalkannya. "Oh ya ini Gabriella, adik perempuanku." "Hai! Aku, Kristin." Wanita itu mengulurkan tangannya pada Gabriella, tapi adik Alexis itu menanggapinya dengan sinis dan menolak berjabat tangan dengan Kristin. "Aku tahu siapa kamu. Kamu adalah mantan kekasih kakakku." "Itu benar." "Ayo Kakak, kita pulang saja,"katanya sambil memandang Kristin dengan tatapan tidak suka. "Maaf. Kami harus pergi. Senang bisa bertemu denganmu lagi." "Aku juga." Tangan Alexis ditarik-tarik oleh oleh adik perempuannya yang masih terlihat cemberut. "Seharusnya kamu bersikap lebih ramah kepadanya." "Aku tidak suka dia. Wanita itu tidak baik untuk Kakak." "Kristin wanita baik." "Kakak masih saja membelanya. Aku tidak mengerti kenapa Kakak bisa jatuh cinta kepadanya seperti tidak ada wanita lain lagi. Umurnya pun 10 tahun lebih tua darimu. Aku tidak mengerti kenapa harus dia." Alexis menatap sayang pada adik perempuannya. "Wajahmu jadi jelek selalu cemberut terus." "Gara-gara melihat dia di sini perasaanku menjadi buruk, tapi aku senang Kakak sudah putus hubungan dengan wanita itu." Alexis merangkul adik perempuannya. "Apa kita sekarang pulang saja atau mau mencari hadiah ulang tahun untuk temanmu, Ailana?" "Aku akan mencari hadiah untuknya setelah itu kita pulang." "Baiklah. Kamu jangan cemberut terus." Gabriella mengangguk. *** Kristin pergi ke banyak butik untuk membeli gaun, tapi tidak ada satu pun gaun yang harganya cocok dengannya. Ia melamun mengingat pertemuannya dengan Alexis tadi dan adiknya yang menyebalkan itu. Ia menjadi ragu telah memutuskan hubungan dengannya. Entah kenapa setelah pria itu bukan kekasihnya lagi, Alexis menjadi tampak seksi dan lebih tampan dari sebelumnya. Seorang pelayan butik mendekatinya dan memperlihatkan koleksi gaun pesta terbaru. Kristin menyukainya dan harganya pun cocok. Ia langsung membelinya. Setelah membeli gaun, ia berencana akan pergi ke klinik perawatan kulit agar ia selalu tampil cantik dan awet muda, tapi niatnya itu tidak jadi setelah ia melihat berita di TV, ada foto-foto masa mudanya sebelum ia operasi plastik ketika ia melewati toko elektronik. Kristin berdiri terpaku di depan etalase. Ia terkejut dan tidak mengerti kenapa foto-fotonya ada diberita dan menyebutkan dia berada di dalam daftar pencarian orang. Berita juga mengatakan bahwa Kristin adalah pembunuh Karina dan George Ramsey. Ia menggelengkan kepalanya dan mundur menjauhi etalase dan cepat-cepat pergi dari sana. "Bagaimana bisa ini terjadi?"gumamnya. Kristin memberhentikan taxi dan menaikinya. Di dalam taxi, ia duduk termenung. Ia sama sekali tidak mengerti. Kasus pembunuhan suami istri Ramsey sudah lama ditutup, kenapa sekarang dibuka lagi? Kristin menggigit bibir bawahnya dan merasa khawatir. Ia membayar dan turun dari taxi setelah tiba di depan apartemennya. Suara langkah sepatu hak tingginya menggema di lorong apartemen yang nampak sunyi. Dengan perasaan gugup dan dengan tangan gemetar, ia membuka pintu dan merasa kesal, karena kunci selalu tidak dapat masuk ke lubang kunci. Kristin panik dan cemas. Kunci akhirnya terjatuh ke lantai menimbulkan bunyi yang cukup nyaring. "Siial!" Ia cepat-cepat mengambilnya dan mencoba memasukkannya lagi ke lubang kunci. Kali ini berhasil dan pintu terbuka. Kristin cepat-cepat menutup pintunya lagi setelah berada di dalam. Ia melepaskan sepatunya secara sembarangan dan berjalan menuju sofa. Belanjaannya di lempar begitu saja ke atas sofa. Ia berjalan mondar-mandir sambil memikirkan apa yang harus dilakukan selanjutnya. Ia masih ingin hidup bebas dan tidak ingin di penjara. Dua puluh enam tahun yang lalu, Kristin secara tidak sengaja membuat Karina dan George Ramsey meninggal. Ia tidak bermaksud membunuh mereka, jika keadaannya tidak terdesak. Kristin mengira tindak kejahatannya tidak akan pernah diusut lagi dan ia dinyatakan hilang. Baru saja Kristin merasa senang sudah lolos dari kejahatannya, tiba-tiba sekarang pencarian dirinya dimulai lagi. Ia merasa khawatir mereka akan menemukannya dan berusaha menenangkan dirinya sendiri kalau mereka tidak akan bisa menemukannya, karena wajahnya sekarang sudah banyak yang berubah. Gedoran di pintu mengejutkannya dan Kristin tahu siapa yang datang. Setelah menghela napas kesal, ia membuka pintu. "Mau apa kamu datang lagi? Bukannya aku sudah bilang padamu, aku yang akan menghubungimu." Robie masuk begitu saja tanpa izin. "Kita harus bicara. Ini penting." "Jika kamu membicarakan perceraianku sebaiknya kamu pulang saja." "Bukan masalah itu yang ingin aku bahas." Robie duduk di sofa dan seperti biasa ia meminta air minum. Kristin memandang kesal pada Robie. "Apa yang ingin kamu bicarakan denganku?" Robie memicingkan matanya. "Apa kamu pernah membunuh seseorang?" Kristin tersentak. Ia panik. Rahasia gelapnya diketahui oleh Robie, tapi bukan Kristin namanya kalau ia tidak bisa bersikap tenang. "Kenapa kamu bilang seperti itu?" "Kemarin ketika aku baru pergi dari apartemenmu, aku diberhentikan oleh seorang detektif yang sedang mencari tersangka pembunuhan. Dia memperlihatkan sebuah fotomu ketika masih muda dan ketika kita pertama kali bertemu di klub malam, wajahmu sama dengan di foto itu." "Mungkin kamu salah lihat." "Aku rasa tidak. Aku yakin itu kamu." "Lihat aku! Apa menurutmu aku seorang pembunuh?" "Jika dilihat dari penampilanmu, kamu tidak mungkin seorang pembunuh." "Wanita yang ada di foto itu mungkin wanita yang mirip denganku." "Tapi hatiku mengatakan kamulah orangnya." Kristin duduk di samping Robie dan menggenggam tangannya. "Percayalah padaku! Aku tidak mungkin melakukan perbuatan sejahat itu. Selama ini aku mungkin sudah berbuat masalah dengan orang lain, tapi aku tidak pernah sampai membunuh orang." "Sebenarnya aku tidak percaya kamu tersangka pembunuhan dan itu mengusik pikiranku sejak kemarin, jadi aku datang ke sini untuk memastikannya." "Sekarang kamu sudah tahu, aku bukan tersangka itu." Robie menatap Kristin mencari kebenaran di mata wanita itu. Jikalau pun itu benar, ia tidak bisa membiarkan wanita itu masuk penjara. Ia tidak ingin berpisah lagi dengannya. Ia tahu Kristin sedang berbohong kepadanya. Robie berniat untuk menyimpan rahasia Kristin saat ini dan bisa menjadikannya sebuah senjata, jika wanita itu mencoba kabur darinya. "Sekarang aku ingin sendirian dan beristirahat." Robie berdiri. "Aku akan pergi sekarang, tapi maukah kamu makan malam denganku besok malam? Aku tidak ingin ada penolakan darimu." "Kamu pemaksa juga. Baiklah." "Aku akan menjemputmu tepat pukul tujuh malam." "Sekarang pergilah!" Robie keluar dan Kristin cepat-cepat menutup pintu. Ia bisa kembali bernapas dengan lega. "Hampir saja ia tahu rahasiaku,"gumamnya, tapi ia tidak yakin Robie percaya padanya. Sorot matanya memancarkan kekhawatiran dan ia takut pria itu akan membocorkan rahasianya. *** Caramella pelan-pelan mulai terjaga, ketika ia merasakan sinar matahari masuk ke dalam kamarnya. Ia membuka kelopak matanya, lalu menguap. Tiba-tiba matanya terbelalak lebar. Ia sedang berbagi tempat tidur dengan Tristan. Kepalanya terasa pusing dan ia tidak ingat apa yang telah terjadi semalam. Saat ia melihat tubuhnya tanpa mengenakan pakaian sehelai pun, ia menjerit kaget dan berusaha bergerak menjauhi pria itu. Tristan mendadak terbangun dan tersenyum kepadanya. "Selamat pagi!" "Apa yang telah terjadi? Kenapa aku dan kamu sama-sama telanjang? Apa kamu melakukan sesuatu terhadap diriku?" Seketika itu juga ia merasakan sakit di antara pangkal pahanya dan di sana ia melihat bercak darah di sepreinya. Caramella shock. "Apa semalam kita bercinta?"tanyanya dengan suara pelan. "Tenanglah! Apa kamu sama sekali tidak ingat semalam?" Caramella menggelengkan kepalanya. "Kamu sangat mabuk semalam dan kamu ingin aku tetap tinggal di sini, bahkan kamu ingin dicium olehku dan aku lepas kendali." Caramella mengerjap-ngerjapkan matanya tak percaya. "Pasti kamu bohong, aku tidak mungkin memintamu menciumku. Itu tidak mungkin." "Tapi semalam kamu menginginkanku." Dengan mata berkaca-kaca, Caramella menatap pria itu dan Tristan menjadi salah tingkah. "Aku tidak tahu kalau kamu masih perawan." Caramella menatap Tristan dengan kesal. Ia tidak juga tidak bisa marah pada pria itu. Ini terjadi, karena kesalahannya juga. "Apa kata orang nanti kalau aku tidur dengan klienku sendiri? Mereka akan menganggapku wanita murahan." Tristan menatap wanita itu dengan sorot mata penuh cinta. "Aku tidak akan memberitahu kepada siapa pun apa yang terjadi di antara kita semalam." Wajah Caramella berubah cemberut. "Pasti kamu semalam mengambil kesempatan untuk bercinta denganku." Tristan menyunggingkan senyuman. "Aku melakukannya, karena aku mencintaimu." Tentu saja pengakuan Tristan membuat Caramella kembali shock. Ia kehilangan kata-katanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN