Caramella yang dibekap mulutnya di bawa ke taman labirin yang berada di belakang mansion. Ia memberontak berusaha untuk melepaskan diri.
"Diamlah!"
Ia diam dan sambil mencari cara untuk melarikan diri. Pria itu terus membawanya ke taman. Saat pria itu lengah, Caramella mengigit tangan yang membekap mulutnya dan berteriak minta tolong. Pria itu langsung membekapnya lagi dan membawanya masuk ke labirin.
Setelah berada di tengah labirin, pria itu melepaskan Caramella dan memandangnya dengan penuh nafsu. Caramella yang ketakutan melangkah mundur dan pria itu memojokkannya di dinding tanaman. Seketika bayangan masa lalunya yang kelam kembali muncul dalam ingatannya. Dulu ia pernah diculik oleh pria yang begitu ia percaya.
"Jangan mendekat! Apa yang kamu inginkan dariku?"
"Aku ingin dirimu."
Pria itu tersenyum menyeringai dan semakin mendekatinya.
"Jangan coba-coba mendekat kalau tidak...."
Belum sempat Caramella meneruskan kata-katanya, pria itu sudah mendekap Caramella. Ia berusaha melepaskan diri, tapi sia-sia. Tenaga pria itu lebih besar darinya. Pria itu berusaha menciumnya dan Caramella berteriak lagi meminta tolong.
"Tidak ada orang yang akan mendengarmu. Itu percuma saja."
Caramella berteriak lagi dan pria itu kembali memaksa untuk menciumnya. Kepala pria itu dibenamkan di lehernya dan menghirup aroma feminimnya. Caramella yang sudah sangat ketakutan masih berusaha menghindar pria itu mencium lehernya. Napasnya memburu dan terasa panas. Ia melawan sekuat tenaga pria itu. Bibir pria itu menempel ke bibirnya dan Caramella berjuang untuk untuk tetap mengunci mulutnya.
Pria itu bisa saja merenggut harga diri dan kendalinya, tapi ia paling tidak akan melindungi satu bagian dirinya dari pria itu. Pria itu menggencetnya ke dinding tanaman. Jari-jari pria itu menancap di lengan atasnya.
"Lihat aku sudah berhasil menciummu,"katanya dengan senyuman menyeringai penuh kemenangan.
Caramella menatapnya dengan membangkang.
"Pergilah ke neraka!"sembur Caramella. Ia seharusnya tidak memprovokasi pria itu yang hanya akan membuat pria itu melampiaskan amarahnya.
"Sekarang kamu tidak berdaya dan tak seorang pun yang akan menolongmu."
Pria itu menarik Caramella dan melemparkannya ke atas rumput. Tubuhnya yang baru sembuh terasa sakit kembali. Ia berusaha bangkit, tapi pria itu terlalu cepat dan menimpanya dengan kekuatan yang mendesak udara keluar dari tubuhnya. Caramella memberontak sekuat tenaga menyingkirkan pria itu dari atas tubuhnya yang hendak memperkosanya.
"Lepaskan aku!"
Pria itu kembali membekap mulutnya, lalu mereka mendengar suara.
"Caramella, kamu di mana?"
Suara Tristan.
Caramella kembali memberontak sejadi-jadinya. Ia menemukan kekuatan yang tidak pernah dibayangkannya. Ia berhasil menonjok perut pria itu dengan salah satu kakinya dan pria itu berteriak kesakitan.
Tristan yang mendengar suara itu langsung berlari menuju suara itu berasal. Ia terkejut melihat pemandangan di depan matanya. Caramella memanfaatkan kelengahan pria itu untuk melepaskan diri dan pergi menjauh dengan mencengkeram gaunnya yang compang-camping. Rohan dengan sigap membuka jasnya dan memakaikannya pada Caramella. Ia mengajak Caramella pergi dari sana. Tinggal Owen bersama Tristan di labirin taman itu.
Tristan bagaikan orang kesurupan menghajar pria itu dengan pukulan-pukulan tanpa ampun. Matanya tampak liar dan ganas ketika mendorong wajah pria itu ke rerumputan.
"Kamu sudah berani-beraninya menyentuh Caramellaku."
"Apa kamu kekasihnya?"
"Aku suaminya, jadi jangan coba-coba menganggunya, menyentuhnya atau pun menyakitinya dan aku akan membuat hidupmu menderita."
Tristan mendorong wajah pria itu lebih jauh lagi, menggiling wajah pria itu ke rumput dan tanah. "Aku bisa saja mematahkan lehermu."
"Tristan hentikan! Kamu bisa membunuhnya,"kata Owen memperingatkan.
Keheningan tajam menyelimuti mereka yang hanya disela oleh napas Tristan yang memburu dan kasar.
"Kamu beruntung. Kali ini kamu selamat, tapi aku tidak akan membiarkanmu bebas begitu saja setelah apa yang kami lakukan tadi."
"Aku mohon lepaskan aku! Aku tidak bermaksud untuk menyakiti wanita itu. Aku hanya ingin menggodanya sedikit."
"Kamu bilang ingin menggodanya. Dasar kamu pria kurang ajar."
Tristan semakin membenamkan wajah pria itu ke tanah.
"Tristan hentikan!"
Tristan menarik pria itu berdiri dan menarik kerahnya. Wajah mereka begitu dekat. "Kamu tidak akan lolos dari hukuman. Penjara saat ini pantas untukmu."
Tristan menatap pria itu dengan tatapan mengancam dan membunuh yang membuat pria itu nyalinya menciut.
"Aku mohon jangan penjarakan aku."
Sudut bibir Tristan terangkat dan menatap sinis pada pria itu. "Seharusnya sebelum kamu berbuat sesuatu, kamu memikirkan konsekuensinya dulu."
"Aku tidak menyangka akan berbuat serendah itu Mr. Bing. Aku kira Anda seorang pria terhormat. Itu sebabnya aku mengundang Anda ke pesta ini,"kata Owen yang nampak kecewa.
"Apa kamu kenal dengannya?"
"Iya. Dia salah satu kolega bisnisku di bidang properti."
"Sebaiknya kamu putuskan saja kerja sama bisnismu dengannya. Dia tidak layak menerimanya."
Tristan menarik pria itu keluar dari taman labirin. "Jangan coba-coba untuk kabur."
Sesampainya di ruangan keluarga, Tristan melepaskan cengkraman tangannya dan mendorongnya di hadapan Caramella. Wanita itu terkejut. Di sana juga sudah terdapat banyak orang. Rohan terlihat khawatir.
"Minta maaf padanya."
Pria itu melihat ke sekeliling dan merasa takut melihat beberapa orang sedang menatapnya dengan marah dan kesal.
"Ma-maafkan aku!"
Seorang pelayan memberitahu polisi sudah datang. Tristan kembali mencengkeram kerah baju pria itu, lalu ia berbalik menghadap Caramella. "Aku akan membawanya ke polisi. Aku akan segera kembali."
Caramella mengangguk gemetar dan seandainya Tristan tidak datang tepat waktu mungkin ia akan....
Wanita itu tidak sanggup meneruskan kata-katanya meskipun di dalam pikirannya. Ia hanya bisa menangis untuk saat ini dan merasa bersyukur atas apa yang sudah dilakukan oleh Tristan. Pria itu sudah menyelamatkannya dari pria jahat.
Begitu Tristan kembali, ia mendengar Caramella menangis. Ia menghampirinya dan sama sekali tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Ia hanya tahu wanita itu membutuhkannya. Kedua sepupunya dan istri-istri mereka pergi meninggalkan mereka berdua atas isyarat Owen.
Clare dan Grace nampak cemberut dan kesal. Mereka penasaran apa yang akan terjadi diantara mereka. Setelah mereka semua keluar dan kembali ke pesta Tristan berjalan lebih mendekat dan merangkul bahu Caramella.
"Polisi sudah membawanya pergi. Sekarang kamu aman. Pria itu tidak akan pernah menyakitimu lagi,"bisiknya.
Caramella hanya diam, tetapi Tristan merasakan otot-otot wanita itu menegang. Tristan menatapnya. Gaun yang dikenakan wanita itu robek dan jas milik Rohan yang sekarang menutupi tubuhnya. Ia merasa lega pria itu tidak berhasil memperkosanya. Apa pun yang sudah dilakukan pria itu pada Caramella, membuat ia menggeram marah membayangkan pria itu sudah menciumnya dan ia ingin menghapus bekas ciuman pria itu dari bibir wanita itu.
Tangannya mengepal dengan kuat menahan emosi yang bergolak di tubuhnya. Suatu keajaiban ia tidak sampai membunuh pria itu. Ia juga bisa merasakan kengerian yang dialami oleh Caramella.
"Apa yang harus aku lakukan supaya kamu kembali tenang,"bisiknya.
Caramella masih tidak bersuara. Tristan yang sudah tidak tahan lagi melihat kesedihan wanita itu sudah meremas hatinya. Ia memeluknya dengan erat, lalu ia menguraikan pelukannya dan menatap wanita itu yang matanya bersimbah air mata.
"Kamu adalah wanita yang sangat kuat."
"Aku tidak sekuat yang kamu pikirkan. Dulu aku pernah diculik dan hampir putus asa bisa menjalani hidupku kembali setelah bebas."
Bibir Tristan membuka karena terkejut dan amarah membara. Ia tidak tahu peristiwa buruk apa yang sudah menerpa Caramella yang membuat wanita itu menjadi putus asa.
"Tapi kamu berhasil melakukannya."
"Karena aku berusaha begitu keras."
Tristan melihat kepedihan di mata Caramella. Entah mendapatkan keberanian dari mana ia mendaratkan ciiuman di bibir wanita itu.
Caramella yang mendapatkan ciiuman tak terduga dari Tristan hanya bisa membelalak lebar. Sentuhan pertama mulut Tristan terasa hangat, menuntut, dan mendesak. Caramella meremas kerah pria itu. Ia pikir Tristan akan berhenti, tapi tekanan mulut pria itu semakin menguat, memaksa bibirnya membuka membuat Caramella terkesiap. Ciiuman mereka sekarang bertambah panas dan intim, membuat wanita itu bergetar oleh kombinasi penolakan dan kenikmatan. Ini pertama kalinya ia berciuman dengan seorang pria seintim ini.
Caramella yang masih terkejut dan bingung, ia merasakan sapuan lembut lidah Tristan di lidahnya, merasakan dengan cara yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Tristan memeluknya. Caramella bergetar bukan karena kedinginan, tapi karena panas yang membakar dari dalam dirinya. Dengan suara teredam, Tristan mengakhiri ciiuman itu. Sorot matanya sayu. Ia menangkup sebelah wajah wanita itu dengan tangannya yang besar.
"Jangan coba-coba melakukan itu dengan pria lain!"kata Tristan dengan nada penuh peringatan.
Caramella menarik diri dari Tristan dengan cepat. Ia memandang pria itu. Tadi adalah hal gila yang pernah ia lakukan dengan seorang pria. Entah kenapa ia membiarkan pria itu menciumnya bahkan menawarkan bibirnya untuk disentuh olehnya, bahkan ia masih merasakan hangatnya bibir pria itu di bibirnya. Caramella yakin ada sesuatu yang aneh dengan dirinya dan kebodohan apa yang menguasai akal sehatnya?
Tidak ingin menatap mata Tristan, Caramella memandang tangan pria itu yang kuat yang sedang menggenggam tangannya. Ia merasakan kekuatan dibalik cengkeraman tangannya. Ketika ia mengangkat kelopak matanya, mata mereka beradu pandang. Napasnya sesak, tubuhnya terasa hangat, dan jantungnya berdebar-debar.
Sementara itu Tristan merutuki kebodohannya, karena sudah berani mencium Caramella. Ia hanya ingin menghapus ciuman Mr. Bing dengan ciiumannya. Ia menunggu reaksi wanita itu setelah dicium olehnya, tapi Caramella tidak mengatakan apa pun. Reaksi yang ditunjukkannya hanya rasa terkejut.
"Aku tidak akan minta maaf sudah menciummu."
Tristan memberikan senyuman jahilnya tidak mempedulikan rasa kesal yang sekarang diperlihatkan oleh Caramella, meskipun ia tahu tidak boleh melakukannya, tapi ia tetap akan menciumnya.
"Sebaiknya kamu segera berganti pakaian dan kita makan malam bersama. Kamu belum makan apa pun kan?"tanyanya dengan suara rendah dan merayu.
Caramella menggelengkan kepalanya.
"Tunggu di sini! Aku akan memanggil Clare dan Grace untuk membantumu berpakaian."
Caramella mengangguk dan jatuh terduduk di sofa setelah Tristan pergi. Beberapa menit kemudian Clare dan Grace datang, mengajak Caramella ke kamar Clare untuk berganti pakaian.
"Aku akan mendandanimu lebih cantik lagi,"kata Grace.
Mereka meraih kedua tangan Caramella dan berjalan beriringan.
***
Rohan, Owen, dan Tristan berada di balkon. Suara musik waltz masih mengalun. Mereka duduk di kursi dan kedua sepupu Tristan memandanginya meminta penjelasan atas pertanyaan Owen tadi. Apakah Tristan sudah jatuh cinta pada Caramella?
Tristan tidak langsung menjawabnya. Ia ingin menyakinkan dirinya sendiri sebelum menjawab pertanyaan itu.
"Iya."
Mereka berdua terkejut.
"Sudah aku duga, kamu memang jatuh cinta pada Miss Hewitt,"kata Owen. "Itu sebabnya kamu mengaku sebagai suaminya pada Mr. Bing dan kamu juga menyebutnya dengan Caramellaku."
"Benarkah?"tanya Rohan tak percaya.
"Itu benar. Andai kamu lihat bagaimana ekspresi Tristan yang marah saat itu. Aku belum pernah melihatnya semarah itu pada seseorang."
Tristan berjalan ke meja yang menyediakan banyak macam minuman, lalu membuka tutup karaf kristal. Ia tidak bertanya kepada kedua sepupunya mereka ingin minum atau tidak. Ia kembali ke kursinya.
"Beritahu kami sejak kapan kamu mulai jatuh cinta kepadanya?"tanya Rohan.
Tristan mengangkat gelasnya, lalu menyesap anggur yang agak manis namun pekat itu.
"Mungkin sejak pertama kali aku melihatnya."
"Jatuh cinta pada pandangan pertama,"timpal Owen. "Itu luar biasa. Cepat sekali kamu menemukan pengganti Sherly,"sindirnya.
"Awalnya aku tidak menyadari kalau aku sudah mencintai Caramella, tapi kejadian tadi di mana dia hampir diperkosa dan disakiti, membuatku sadar kalau ternyata aku mencintainya dan tidak ingin pria mana pun merebutnya dariku."
"Ternyata pengacara cantik itu sudah berhasil merebut hatimu dan membuatmu tergila-gila kepadanya,"ujar Rohan.
"Selama ini tidak ada wanita yang bisa membuatmu jatuh cinta lagi selain Martha Jilian, cinta pertamamu itu."
"Itu salah satu masa laluku yang tidak ingin aku ingat lagi."
"Wanita itu memang benar-benar keterlaluan meninggalkanmu di altar,"ujar Owen geram. "Seharusnya sekarang kamu sudah bahagia dengannya. Itu sebabnya Paman George menjodohkanmu dengan Sherly."
"Takdir tidak mengizinkan kami bersatu." Tristan kembali menyesap sisa wine yang ada di gelasnya.
"Apa kamu akan berencana mengungkapkan isi hatimu pada Caramella?"tanya Rohan ingin tahu.
"Tentu saja, tapi tidak sekarang."
Pandangan mata Tristan menerawang jauh ke dalam kegelapan malam. "Ada dua masalah yang harus aku tangani terhadap Caramella."
"Apa itu?"tanya Owen.
Tristan meletakkan gelasnya yang telah kosong di atas meja.
"Pertama, aku harus membuat Caramella percaya dengan adanya cinta dan membuatnya mencintaiku. Kedua, aku harus meyakinkan dia agar tidak takut menikah."
"Sepertinya itu tidak akan mudah,"ucap Rohan.
"Aku harus berusaha keras untuk mendapatkan hatinya."
"Kami akan selalu mendukungmu. Bukan begitu Rohan?"
"Iya tentu saja ."
"Aku peringatkan kalian jangan memberitahu hal ini pada Caramella atau pun istri kalian."
"Kami akan tutup mulut."
"Terima kasih." Tristan menyisir rambutnya dengan tangan. Ia merasa hidupnya menjadi jelas lagi dan Lebih bersemangat, karena sudah menemukan arah yang baru dan pilihan-pilihan yang ada.
Untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun ini, ia menginginkan sesuatu. Ia menginginkan seseorang dan orang itu adalah Caramella. Ia terpikat pada wanita itu, terpesona dan terobsesi ingin menikahinya. Sejak wanita itu hadir dalam hidupnya, kekosongan dalam dirinya mulai terisi. Ia tahu tidak akan merasakan kedamaian hidup dan tenang sampai ia menjadikan Caramella miliknya sampai setiap sudut jiwanya dan setiap bagian tubuh wanita itu. Tristan membutuhkan wanita itu.
***
Clare dan Grace masih sibuk mendandani Caramella. Clare mengeluarkan beberapa koleksi gaun pestanya.
"Pilih saja gaun yang kamu suka."
Caramella terlihat bingung memilih gaun yang akan dikenakannya nanti. Akhirnya ia memilih gaun panjang tanpa lengan berwarna krem dengan dihiasi oleh manik-manik. Ia yakin gaun itu harganya pasti sangat mahal dan harus hati-hati memakainya, karena gaun itu adalah gaun pinjaman, tapi ia terkejut, ketika mendengar Clare memberikannya.
"Gaun ini untukku?"tanyanya tak percaya.
"Iya. Gaun itu untukmu." Clare tersenyum.
"Terima kasih. Kalian sangat baik padaku."
"Karena kamu adalah wanita baik. Tristan tidak akan membawa sembarangan wanita untuk ia ajak ke pesta keluarga dan ini pertama kalinya ia membawa wanita lain selain istrinya. Sepertinya kamu sangat spesial bagi Tristan,"kata Grace.
"Kami hanya berteman dan dia adalah klienku."
Grace tersenyum. "Mungkin bagimu hubungan kalian seperti itu, tapi bisa saja bagi Tristan berbeda."
Caramella termenung memikirkan kata-kata Grace, lalu ia teringat saat Tristan menciumnya dan kemudian ia menyadari sesuatu, tapi mungkin saja ia bisa salah. Tristan tidak mungkin jatuh cinta padanya.