“Jadi Ayah kamu tinggal di sini?” Daffa mengangguk pelan. “Iya Ayah ngontrak di sini.” Mita menatap pemukiman kumuh di depan matanya, lalu meneguk ludah. Dia sama sekali tidak menyangka bahwa ayah Daffa akan tinggal di tempat padat penduduk yang kumuh seperti itu. Deretan rumah itu terletak di tepi hamparan sungai yang sudah terlihat menghitam. Di berbagai sudut terlihat tumpukan sampah yang menggunung. Kebanyakan penghuni kawasan itu sepertinya bekerja sebagai pemulung. Hal itu terlihat dari banyaknya tumpukan barang berkas dan juga kardus-kardus yang menumpuk di depan rumah mereka. “Tapi kenapa ….?” Mita kembali bersuara. Daffa tersenyum. “Karena semua harta gono-gini jatuh ke tangan Bunda. Karena sejatinya semua itu memag hasil dari kerja keras Bunda seorang diri. Karena itulah ay