51 - Kebohongan

2028 Kata
           Dengan kedua tangannya yang dilipat di d**a, Lucius memandang jauh ke luar jendela kereta kuda yang sedang ia naiki.            Perkiraannya tepat, butuh dua hari untuk sampai ke kota di mana ia akan melakukan pekerjaan barunya. Lucius bisa melihat kota mewah dengan bangunan megah yang tinggi dari kejauhan.            Di hari biasa, kota itu memang selalu ramai karena kota itu sering dijadikan sebagai kota perdagangan dan menjadi kota penghubung antara kota lain di sekitarnya. Kota itu semakin ramai karena akan ada acara besar-besaran, ditambah dengan akan diadakan lelang—baik yang legal mau pun ilegal—yang akan Lucius kunjungi kelak.            Acara yang meriah itu membuat banyak barisan kereta kuda yang mengangkut penumpang berbaris cukup panjang di jalan utama untuk masuk ke kota itu.            Penumpang yang menaiki kereta kuda yang sama dengan Lucius sudah mulai merapikan barang-barang bawaan mereka, bersiap untuk turun. Setiap orang membawa dua sampai tiga tas dengan isi yang entah apa di dalamnya. Dilihat dari gaya bicara mereka, mungkin mereka seorang bangsawan baru atau orang biasa yang mencoba peruntungan mereka.            Lucius melirikkan matanya ke samping, melihat tas kulit yang diberikan oleh Lakra padanya yang tidak berisikan apa pun selain belati dan beberapa pisau lempar serta kantong yang berisi koin emas.            Dengan desahan pelan, ia kembali melihat ke luar jendela kereta kuda. Tempat ini cukup jauh dari desa kecil di mana Zoe berada, sehingga Lucius tidak bisa mengunjunginya sebentar dan menjelaskan kenapa ia tiba-tiba menghilang.            Lagi pula, kemungkinan besar dari suatu tempat Lakra sedang mengawasinya seperti sebelumnya. Atau mungkin ayahnya, yang kembali menilai apakah ia masih berguna atau tidak.            Dengan menumpu wajahnya pada bingkai jendela kereta kuda, Lucius kembali mendesah panjang sambil melihat matahari yang semakin lama semakin terbenam.            .            .            Karena banyak kereta kuda yang masuk ke dalam kota itu, kereta kuda yang dinaiki oleh Lucius akhirnya berhasil masuk ke dalamnya setelah mengantri selama tiga jam—ditambah tiga puluh menit untuk memeriksa semua barang bawaan penumpang yang ada di dalam kereta kuda itu.            Lucius yang sering membawa barang yang kemungkinan akan disita dalam pemeriksaan tersebut memiliki seribu satu cara untuk menyembunyikannya, sehingga setiap kali ia mendapatkan pemeriksaan itu, Lucius selalu lolos tanpa senjatanya di ambil satu pun.            Mencari tempat untuk beristirahat dalam acara besar seperti ini hanya akan menghabiskan waktunya, karena pasti semua penginapan sudah penuh disewa oleh orang-orang yang datang terlebih dahulu ke kota ini.            Lagi pula, dua hari sebelumnya Lucius sudah banyak istirahat. Luka dari gigitan makhluk melata yang ada di ruang bawah tanah rumahnya itu pun sebagian besar sudah sembuh, sepertinya ia harus berterima kasih pada obat yang diberikan oleh kakaknya sebelumnya. Akhirnya ia memilih untuk memeriksa tempat di mana lelang yang akan dikunjunginya itu berada.            Mengambil barang yang menjadi tugasnya kemungkinan besar akan lebih mudah dilakukan ketika acaranya belum dimulai. Setidaknya orang-orang yang menjaga di mana barang yang akan dilelang berada tidak terlalu banyak jika dibandingkan ketika lelangnya akan berlangsung.            Lelang ilegal semacam itu biasanya selalu diadakan di tempat terpencil, atau mungkin tempat yang memiliki tampilan luar yang berbeda dengan apa yang berada di dalamnya.            Contohnya seperti ini, bangunan tempat di mana lelang ilegal yang harus dikunjungi oleh Lucius terlihat seperti sebuah rumah sakit kecil yang sudah bangkrut dengan bangunan yang kemungkinan akan rubuh jika seseorang seperti Baron menyentuhnya …            Tunggu, siapa Baron?            …            Lucius menggelengkan kepalanya beberapa kali sebelum kembali berjalan untuk mencari jalan lain memasuki bangunan itu selain pintu depannya.            Di bagian belakang bangunan itu terdapat jendela kecil, tapi setidaknya bisa Lucius masuki dengan mudah jika ia melipat tubuhnya dengan tepat. Tidak banyak orang yang berada di dalam gedung itu, tentu saja orang-orang seperti mereka dibayar untuk meyakinkan orang lain bahwa bangunan ini benar-benar rumah sakit kecil yang sudah bangkrut.            Dengan santai Lucius mengelilingi gedung itu tanpa diketahui oleh siapa pun yang berada di dalamnya. Ia menyelinap ke beberapa ruangan untuk mencari jalan rahasia yang akan digunakan untuk menuju ruangan di mana lelang diadakan.            Dengan mengetukkan buku jarinya ke dinding dan juga ujung sepatunya ke lantai, akhirnya Lucius menemukan di mana jalan rahasia untuk sampai ke tempat di mana lelang ilegal itu diadakan.            Pintu masuk jalan rahasia itu disembunyikan di balik tumpukan kardus kosong yang berada di lantai. Dengan menggeser tumpukan kardusnya dan menarik beberapa potong kayu, Lucius bisa menemukan tangga yang menuju ke bawah.            Lucius menuruni tangga menuju jalan rahasia itu dengan hati-hati. Keadaan di sekitarnya cukup gelap karena tidak ada sumber cahaya, ia juga berpikir untuk tidak membawa sebuah lentera dan semacamnya. Hal semacam itu bisa membuat musuhnya sadar.            Seperti biasa, langkah kaki Lucius tidak terdengar sedikit pun. Ia hanya mengandalkan suara pantulan percakapan seseorang yang terdengar samar di telinganya. Dalam waktu kurang lebih lima menit, akhirnya Lucius berdiri di depan sebuah pintu besi.            Lucius bisa mendengar tiga sampai empat orang yang berbicara tanpa henti di balik pintu itu. Membuka paksa pintu besi ini sedikit rumit, ia juga tidak bisa membuat orang-orang yang ada di balik pintu ini mengetahui keberadaannya.            Akhirnya ia memilih untuk menunggu sambil mengumpulkan beberapa informasi dari orang-orang yang tidak berhenti bicara itu.            “… kau ini, bahkan tidak tahu siapa yang memperkerjakanmu?”            “Ayolah, orang-orang seperti kita ketika mendapatkan pekerjaan semacam ini dengan bayaran yang cukup besar, apa masih ada yang membaca kontraknya?”            “Oh, aku mengerti! Saat kau diberikan kontrak itu, kau hanya melihat nominal uang yang tertulis di atasnya, ‘kan?”            “Hehe, sepupu, kau juga mengerti, ‘kan?”            “Setidaknya aku tidak seperti kalian berdua, tetap membaca tugas apa yang harus dilakukan …”            “Tidak, kau juga sama seperti mereka berdua. Setidaknya bacalah siapa yang mempekerjakan kalian bertiga ketika mendapatkan kontrak di masa depan!?”            “Ah, seorang pengemis tidak bisa memilih-milih sesuatu yang diberikan oleh orang lain kepadanya. Mendapatkan pekerjaan yang cukup mudah dengan bayaran sebesar ini saja sudah cukup puas!”            “ … Kalian ini, bagaimana jika kalian menandatangani kontrak sebuah pekerjaan dan kalian digunakan sebagai kelinci percobaan sebuah obat terlarang atau semacamnya?”            “Ey, asalkan ada uang, apa masalahnya?”            “Tunggu … meski pun kita mendapatkan uangnya, tapi setelah kita dijadikan kelinci percobaan dan tidak bisa bergerak … bagaimana caranya kita menghabiskan uang yang baru saja kita dapatkan?”            “ … maaf, sepupu. Untuk yang satu ini aku setuju dengan perkataannya.”            “Tch, kalian ini penakut! Lagi pula, kapan orang yang membawa barang lelang itu datang? Apa kalian yakin orang itu akan datang dari pintu ini?”            “Tentu saja, tidak seperti dirimu yang tidak membaca kontrak pekerja dan langsung menandatanganinya karena uang yang kau dapatkan, aku membaca seluruh kontraknya dengan baik!”            “Apa penjelasan seperti itu ada di kontrak?”            “ … tidak, sih.”            “Mungkin orang itu sedikit terlambat. Apa kau lihat gerbang masuk kota? Banyak pendatang yang baru datang, ‘kan?”            “Oh, aku lihat. Tadi siang aku juga bekerja di tempat itu.”            “Tunggu, kau bisa bekerja di dua tempat berbeda? Bukankah itu melanggar kontrak!?”            “Hei, kau lupa, ya? Dia tidak membaca kontrak sedikit pun.”            “ … benar juga …”            “Yah … acara yang diadakan di kota ini cukup menguntungkan bagi para pedagang. Tentu saja, lebih menguntungkan untuk boss kita. Mereka keluarga yang selalu mengadakan lelang ilegal setiap tahunnya tanpa diketahui oleh pemerintah kota ini.”            “Alah … jangan bodoh. Mana mungkin lelang ilegal seperti ini belum pernah diketahui oleh pemerintah kota? Tentu saja pemerintah kota juga ikut mengambil untung dalam lelang ini, makanya lelang ini tidak pernah dihentikan oleh mereka!”            “Yang jelas, pasang telinga kalian baik-baik. Mereka akan memberikan kode empat ketuk, tiga ketuk, dan empat ketukan di pintu ini, ‘kan?”            “Bukannya tiga ketuk, dua ketuk, tiga ketuk, ya?”            “ … kenapa informasi yang kudapatkan hanya dua ketukan saja? Sepupu, apa benar kau mendapatkan informasi yang tepat?”            “Kalau aku tiga ketuk, dua ketuk, dan empat ketukan. Mungkin setiap pedagang memiliki kode yang berbeda? Dari informasi yang kudapatkan, pedagang dengan ketukan yang kukatakan tadi membawa organ tubuh manusia. Kalian harus sopan kepadanya.”            “Kalau aku barang antik …”            “Pedagang dengan ketukan yang kukatakan tadi membawa budak.”            “ … Jangan melihatku dengan pandangan seperti itu! Kalian tahu aku tidak membaca isi kontrak sedikit pun, mana mungkin aku ingat pedagang itu membawa apa.”            “Hoi, ayo kita laporkan orang ini ke bos, ia hanya memakan gaji buta.”            “Setuju, mungkin dengan begitu gaji yang akan diberikan padanya akan menjadi milik kita bertiga.”            “Maaf, sepupu. Sepertinya aku akan ikut mereka berdua …”            “Lagi pula, kenapa barang dagangan mereka belum sampai satu hari sebelum lelang itu dimulai, sih? Kenapa tidak beberapa hari sebelumnya?”            “Duh, karena mereka membawa barang yang ilegal, tentunya! Mereka harus lebih dan membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan dengan barang dagangan biasa.”            “Sepupu … meski kau tidak membaca kontrak pekerjaan, ternyata otakmu cukup pintar juga, ya?”            “Kau ingin kepalamu berakhir di dalam tanah, atau di dasar lautan?”            “Aku hanya bercanda, sepupu! Jangan memasang wajah menyeramkan seperti itu!”            “Eugh … bagaimana jika setelah ini kita pergi ke bar?”            “Besok kita kerja dari pagi sampai lelang ini selesai, ‘kan? Aku tidak bisa ikut, lebih baik aku tidur.”            “Aiyaa, kau tidak perlu tidur! Tidur hanya untuk orang – orang lemah!”            “Maaf, sepupu. Aku juga akan tidur karena dua hari kemarin aku tidak cukup istirahat …”            “Berdua saja pergi ke bar denganmu akan sangat canggung. Aku juga tidak akan ikut.”            “Baiklah! Aku akan pergi sendirian! Cih.”            Empat orang yang ada di balik pintu besi itu tidak pernah sekali pun berhenti bicara. Tapi karena hal itu, Lucius mendapatkan banyak informasi dari mereka. Apalagi tentang kode ketukan yang mereka sebutkan itu.            Setidaknya, dengan menggunakan salah satu kode dari apa yang di dengar Lucius, ia bisa masuk dengan mudah dan menyamar sebagai pedagang yang mengikuti lelang ilegal itu.            Lucius bisa menggunakan kode yang dikatakan oleh orang yang dipanggil ‘sepupu’ ini dengan mudah. Tiga ketuk, dua ketuk, tiga ketukan pada pintu besi yang ada di depannya.            Orang itu juga tidak memberi tahu yang lain barang apa yang akan dijual oleh pedagang yang menggunakan kode ketukan, membuat Lucius lebih leluasa untuk berbohong.            Ia menunggu selama sepuluh menit sebelum memulai rencananya, karena jika ia tiba-tiba datang setelah empat orang penjaga itu baru saja membicarakan kode rahasia untuk masuk ke dalam bisa-bisa mereka curiga.            Tidak lupa Lucius menutup sebagian besar wajahnya dengan kain, begitu pula dengan tubuhnya.            Untung saja meski sudah sepuluh menit berlalu, tidak ada pedagang sesungguhnya yang menggunakan jalan rahasia itu. Tanpa menunggu lebih lama lagi, Lucius mengetuk pintu besi yang ada di depannya.            Tiga ketuk, dua ketuk, tiga ketuk.            Untuk sesaat, ocehan yang ada di balik pintu besi di depannya ini berhenti seketika. Kemudian dengan suara yang lebih pelan dari pada suara yang mereka gunakan untuk mengobrol satu sama lain, seseorang berkata, “Siapa?”            Tentu saja, Lucius tidak akan menjawabnya. Ia kembali mengetuk pintu besi yang ada di depannya.            Tiga ketuk, dua ketuk, tiga ketukan.            Keheningan kembali untuk beberapa menit setelah Lucius mengetuk pintu besi itu. Akhirnya, pintu besi yang ada di depannya terbuka dengan perlahan.            Sinar dari ruangan yang ada di balik pintu itu membuat Lucius menyipitkan matanya. Kemudian, untuk menutupi kebohongannya. Lucius mendecakkan lidahnya dan berkata, “Kenapa lama sekali? Apa kalian ingin dipecat tanpa mendapatkan bayaran sedikit pun!?”            Keempat orang yang ada di balik pintu itu langsung menggelengkan kepala mereka dengan panik. “Maaf, Tuan. Kami akan mengantar anda dan barang dagangan anda ke tempat—”            “Tidak perlu! Aku tidak membutuhkan bantuan dari orang - orang yang tidak kompeten seperti kalian,” kata Lucius sambil berjalan melewati keempat orang itu. “Lagi pula, aku sudah kenal dengan tempat ini. Untung saja suasana hatiku sedang baik, jika tidak aku benar-benar akan melaporkan kepada bos kalian kalau kalian tidak bekerja dengan baik.”            “Ma-maafkan kami, Tuan! Kami tidak akan melakukannya lagi!”            “Benar! Kami akan melakukan apa pun asalkan tolong jangan beri tahu bos kami …”            “Itu benar, Tuan …”            “Maaf, Tuan!”            Lucius mendengus kencang dan berjalan meninggalkan keempat penjaga itu. Setidaknya untuk saat ini, kebohongan Lucius dipercayai oleh mereka semua. []                                      
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN