50 - Bukan Pesulap

1851 Kata
           Untunglah sebelum Syville kembali, ai sempat menanyakan cara untuk membaca arah mata angin dengan menggunakan rasi bintang kepada Key. Karena saat ini Syville dapat dengan mudah kembali menuju markasnya.             Melihat keadaan markasnya dari jauh, di sekitarnya tidak terlihat terlalu heboh atau semacamnya. Sepertinya Vayre dan yang lainnya belum tahu kalau Syville dikurung di suatu tempat oleh Cain dan bawahannya yang lain.            ‘Sepertinya orang-orang yang ada di markas masih sibuk mencari tahu siapa yang membunuh ayah.’            ‘Apa kau akan menjelaskannya terlebih dahulu kepada kakakmu dan yang lainnya?’ tanya Luna.            Syville membatalkan Aero pada kakinya, dan dengan perlahan ia kembali turun ke atas tanah. ‘Aku yakin jika aku melakukan hal itu tanpa bukti, hanya kakak yang akan mempercayai perkataanku …’            ‘Kalau begitu … bagaimana?’            ‘Aku tidak terlalu suka untuk menyelesaikan masalah dengan kekerasan. Tetapi saat ini aku akan melakukannya.’            ‘Ei! Sudah kukatakan jangan melakukan hal yang berbahaya! Apa kau akan menyerang markas anak dari keluarga Livanto itu sendirian?’            Syville melirik ke arah tombak yang masih ia genggam dengan erat di tangannya. ‘Membawa senjata, sudah. Memeriksa kemampuanku untuk menggunakan sihir, sudah. Dari kedua hal itu, aku tidak melihat adanya masalah untuk menyerang langsung markas itu sendirian.’            ‘Tapi tetap saja kau akan kalah jumlah …’            ‘Kalau begitu, aku hanya perlu membawa Cainelle. Tubuh Cainelle terlihat sangat mirip dengan Zeth, sedangkan Key berbeda juga cukup tinggi.’            ‘ … Lalu? Kenapa kau tiba-tiba menyebut mereka?’            ‘Apa kau ingat aku pernah menggendong Key dengan menggunakan Aero ketika kita berada di Ouralius? Meski tinggi Key dan Zeth tidak terlalu sama, otot pada tubuh Key lebih banyak dibandingkan dengan Zeth. Jadi aku pikir Key memiliki berat tubuh yang hampir sama dengan Zeth.’            ‘Syville … jangan singgung masalah ini kepada Key.’            Syville terkekeh pelan, kemudian membalas, ‘Aku tahu. Meski Key terlihat seperti itu, ia juga tetap seorang wanita.’            ‘Jadi dengan melihat tubuh mereka … kau yakin anak dari keluarga Livanto itu juga bisa kau bawa dengan mudah?’            Syville menganggukkan kepalanya. ‘Itu benar. Tentu saja, sebelum membawanya aku tidak akan membiarkan orang itu menggunakan pelindung tubuh yang sangat berat.’            ‘Tapi apa kau tetap yakin akan menerobos ke markas itu sendirian?’            ‘Tentu saja. Lagi pula, dengan menggunakan Aero aku tidak perlu menerobos ke dalam dari depan, ‘kan?’            ‘Jangan bilang kau akan masuk dari atas?’            Ujung bibir Syville sedikit terangkat. ‘Aku tidak bisa ragu lagi, Luna … setelah kembali dari tempat ini, kita akan berperang dengan pasukan Grimlace itu, ‘kan? Aku tidak bisa ragu untuk melukai seseorang, atau bahkan membunuh mereka seperti yang pernah dikatakan oleh kakak.’            ‘Ta-tapi aku tidak tahu kau akan langsung menggunakan cara barbar seperti ini …’            Syville terkekeh pelan sambil mengangkat kedua bahunya. ‘Mungkin karena sebelumnya aku terus menggunakan bahan peledak, aku jadi seperti ini. Sebaiknya aku menyelesaikan ini secepat mungkin.’            .            .            Karena matahari belum terbit, langit masih sangat gelap ditambah dengan tidak adanya sinar dari bulan mau pun bintang. Membuat Syville dapat dengan mudah menggunakan Aero di atas markas milik keluarga Livanto.            Melihat prajurit dari keluarga Livanto yang sedang santai duduk di dekat api unggun, makan dengan semangat dan bercanda dan tertawa karena lelucon satu sama lain membuat amarah Syville kembali.            Mereka baru saja membunuh ayahnya tanpa merasa bersalah sedikit pun. Mereka baru saja membunuh seseorang yang masih memiliki tanggung jawab untuk melindungi kerajaan mereka sendiri. Tanpa adanya keluarga Lyttleton, mungkin mereka harus terus dihantui oleh peperangan dari kerajaan lain.            Prajurit yang tinggal di bagian terdalam kerajaan akan sangat jarang mengikuti perang. Mengingat keringat, darah, dan luka yang selalu terlihat di prajurit keluarganya sendiri semakin membuat Syville kesal.            Tanpa ragu sedikit pun, ia turun dengan cepat menuju tenda di mana Cainelle seharusnya berada. Wajah Syville diterpa oleh angin malam yang cukup dingin. Jantungnya berdebar dengan cepat, bukan karena ia takut ketinggian atau apa, tetapi ia sudah tidak sabar untuk memberi Cainelle pelajaran.            Tenda di mana ruangan Cainelle berada tentu saja langsung roboh, membuat orang-orang yang ada di dalamnya langsung berteriak dengan panik. Tidak hanya itu, beberapa prajurit yang menjaga di dekat tenda itu langsung berlarian dan berkumpul di sekitarnya.            Tidak ingin rencananya diganggu, Syville melapisi kakinya dengan Mana dan menghantamnya ke tanah. Dari kakinya, retakkan tanah mulai terlihat dengan goncangan yang cukup keras, dalam waktu singkat dinding yang terbuat dari tanah setinggi tiga meter muncul dari bawah, menghalangi prajurit keluarga Livanto yang mencoba untuk menyerang Syville.            Setelah membersihkan lengan bajunya yang sedikit terkena serpihan tanah, Syville langsung membakar kain tenda yang ada di bawahnya. Api langsung menyebar, membuat orang-orang yang terjebak di bawahnya semakin panik.            Tidak terlalu jauh dari dekatnya, sebuah bilah pedang merobek kain tenda. Membuat lubang yang cukup lebar untuk seseorang keluar dari sana.            Ternyata, orang yang baru saja melakukannya adalah Cain. Ujung bibir Syville langsung terangkat, setidaknya ia tidak perlu menghabisi waktu lebih lama untuk mencarinya.            “Apa yang terjadi!? Kenapa tiba-tiba ruanganku roboh dan terbakar?” gerutu Cain sambil memasukkan kembali pedang miliknya ke dalam sarungnya. “Siapa yang membangun tenda—”            Mulut Cain langsung terbuka dengan lebar ketika matanya tertuju pada Syville. Dengan tangan yang bergetar, ia menunjuk ke arah Syville dan mundur satu langkah. “Kau … kenapa kau ada di sini!? Siapa yang menyuruhmu masuk? Tidak … bagaimana kau bisa keluar … dari … tempat itu …”            Syville mengangkat tombaknya, membalas jari Cain yang menunjuk ke arahnya. “Sebenarnya aku ingin menebas kepalamu sekarang juga. Tapi, sebagai penduduk kerajaan yang menaati peraturan, aku memberikanmu kesempatan untuk mengakui perbuatanmu, Cainelle ‘iz Livanto.”            Cain tertawa satu kali sambil menyisir rambutnya ke belakang dengan jari tangannya. “Apa yang bisa kau lakukan di tengah-tengah markasku? Meski pun kau pintar, ternyata kau sangat bodoh, ya?”            Syville memiringkan kepalanya ke samping, kemudian menurunkan tombaknya dan menunjuk ke sekelilingnya. “Apa kau tidak melihat sekelilingmu, Tuan Muda Livanto? Apa kau terlalu panik karena melihatku di tempat ini tanpa sadar bagaimana keadaanmu saat ini?”            Cain yang mungkin memang belum melihat sekelilingnya langsung menyebarkan pandangannya. Wajahnya seketika menjadi pucat, matanya terbelalak dengan lebar. “Ba-bagaimana mungkin … dari mana dinding tanah ini muncul!? Apa kau seorang pe-pe-pesulap!?”            Tawa pelan keluar dari mulut Syville. “Pesulap? Seseorang yang mengeluarkan burung dara dari topinya? Mengganti sebuah tongkat menjadi karangan bunga? Saat ini aku memiliki kemampuan yang lebih hebat dibandingkan mereka.”            Cain menelan ludahnya dengan susah payah, ia kembali mengeluarkan pedangnya. “Penjaga! Penjaga! Kepung orang ini!”            Suara balasan terdengar dari balik punggung Syville. Mereka yang masih terjebak dan tertindih kain tenda hanya bisa menggerutu kesal. Sepertinya Cain masih cukup pintar karena ia menggunakan pedangnya untuk merobek kain itu.            Syville kembali menambahkan Aero pada kakinya, kemudian melesat cepat ke arah Cain. Dengan sahutan kencang, Cain menebaskan pedangnya ke arah Syville.            Tentu saja, mengingat semua latihannya setelah kakaknya terpilih menjadi The Oblivion, dan juga hari-hari yang ia lalui ketika menjalankan misi sebagai seorang Pathfinder The Oblivion yang baru, Syville dapat dengan mudah menghindari serangan Cain.            Lalu dengan tombak miliknya Syville membuat pedang milik Cain terpental jauh darinya. Syville tidak pernah tahu kalau wajah seseorang bisa sangat pucat seperti apa yang diperlihatkan oleh Cain saat ini. Tangan dan kakinya bergetar, kemudian ia terjatuh ke tanah.            Dengan kening yang ditempelkan ke tanah seperti yang ia lakukan sebelumnya, Cain memohon, “Tolong … tolong ampuni aku! Syville … aku berjanji tidak akan melakukan hal yang seperti ini. Aku hanya iri kepada kedua kakakku yang akan menjadi penerus keluarga Livanto. Aku sebagai anak ketiga tidak akan mendapatkan apa pun!”            “Karena itu kau ingin merebut apa yang dimiliki oleh keluargaku dan membuatnya menjadi milikmu sendiri?” geram Syville sambil mengepalkan tangannya dengan keras pada tombaknya. Menahan diri agar tidak melukai orang yang membunuh ayahnya sendiri di depannya.            “Ya! Ya! Aku berjanji! Setelah mendapatkan nama keluarga Lyttleton dan menjadi kepala keluarga Lyttleton, aku tidak akan melukaimu lagi! Aku akan menyayangimu sebagai istriku! Satu-satunya istriku! Aku mohon!” Cain terus menerus memohon pada Syville sambil membenturkan kepalanya berkali-kali ke tanah. “Aku juga berjanji akan menjadi kepala keluarga Lyttleton yang baik! Yang tidak akan menyalah gunakan kekuasaannya dan menjaga semua penduduk kerajaan yang tinggal di area kekuasaan Lyttleton!!”            Syville mendecakkan lidahnya sekali, kemudian membalas, “Angkat kepalamu, Cainelle ‘iz Livanto.”            Dengan wajah panik dan mata yang bergetar, Cain mengangkat wajahnya dan menatap ke arah Syville dengan ketakutan.            Syville berjongkok di depan Cain, membuat tatapannya setara dengannya. Dengan suara yang pelan, Syville berkata, “Jika saja kau tidak melakukan hal ini, dan menjadi suami dariku dan menunggu ayahku benar-benar menemui akhirnya tanpa harus kau bunuh, mungkin semua akan berjalan dengan baik. Tetapi kau malah memilih cara yang salah.”            Saking bergetarnya, Syville bisa mendengar gigi Cain yang bergemeretak. “Maaf, tolong maafkan aku …”            Syville menarik dan menghembuskan napasnya beberapa kali, mencobba untuk mengendalikan amarahnya. Sayangnya ia gagal. Dengan melapisi Mana pada tangannya, Syville meninju Cain tepat di wajah.            Dengan teriak yang terdengar sangat kesakitan, Cain terpental beberapa meter dari tempat di mana ia berada sebelumnya. Untuk beberapa saat Syville bisa melihat ia yang kesakitan dengan memegangi mulutnya yang terus mengeluarkan darah. Ia juga sempat melihat giginya yang copot beberapa.            Tapi ia tidak merasa kasihan sedikit pun. Setelah memohon ampun kepada Syville beberapa kali lagi, mungkin karena ia tidak kuasa menahan rasa sakit atau karena ia terlalu takut, akhirnya Cain kehilangan kesadarannya.            Syville kembali menarik dan menghembuskan napasnya beberapa kali, akhirnya ia bisa menahan emosinya setelah melihat Cain yang berhenti berbicara dan bergerak.            ‘Dia … dia tidak mati, ‘kan?’            Pertanyaan Luna di dalam kepalanya membuat Syville sedikit panik, ketika melihat dadanya yang masih naik turun secara teratur, ia merasa sedikit lega. Tetapi juga kesal.            ‘Tentu orang seperti dirinya tidak akan mudah kehilangan nyawanya karena hal yang seperti ini,’ balas Syville sambil mengangkat tubuh Cain dengan bantuan Aero. Ia juga menambahkan Aero pada kakinya. ‘Saatnya kembali pada yang lain.’            .            .            Tidak ingin membuat heboh dengan mengejutkan orang-orang yang ada di markasnya, Syville sengaja menghilangkan Aeronya tidak jauh dari tempat pengawasan yang ada di markasnya. Tetapi ia tetap menggunakan Aero pada Cain.            Beberapa prajurit keluarganya melihat Syville yang berjalan ke arah mereka dengan Cain yang digendongnya di pundak seperti karung berisi kentang.            Entah karena melihat ‘Nona Syville’ yang menggendong seseorang yang tubuhnya lebih besar dibandingkan dirinya dengan mudah, atau Syville yang berjalan kaki ke arah markasnya saat hari masih gelap, atau kenyataan bahwa tubuh Syville sedikit kotor oleh debu dan tanah terlihat jelas ia habis bertarung, atau mungkin ketiganya secara bersamaan.            Lima prajurit yang menjaga tempat pengawas langsung berlari ke arah Syville  dengan panik, mereka sedikit gagap dengan gerakan canggung untuk membantu Syville yang menggendong Cain di punggungnya.            Syville langsung melempar Cain tanpa berhati-hati sedikit pun kepada lima prajurit itu. “Bawa orang itu ke tempat interogasi. Jangan lupa panggil kakak—Vayre juga. Lebih baik jika ada Dan.”            Kelima prajurit yang menggotong Cain bersamaan hanya bisa saling tukar pandang dengan bingung sambil menganggukkan kepala mereka dengan ragu. “Ba-baik, Nona!” []               
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN