10 - Tombak

2128 Kata
           Sudah satu minggu berlalu sejak ayahnya mengatakan kalau Syville akan menjadi penerus keluarga mereka. Selama satu minggu itu pula, tumpukan kertas yang biasanya dikerjakan oleh Syville setiap harinya bertambah lebih banyak dibandingkan dengan sebelumnya.            Ayahnya tidak pernah mengatakan suatu hal yang tidak akan ia lakukan, begitu pula dengan menarik kembali semua perkataan yang sudah ia ucapkan, ia juga tidak akan mengatakan suatu hal yang tidak masuk akal. Meski begitu, langsung menjadikan Syville sebagai penerus keluarga dan mengerjakan seluruh urusan keluarganya sendirian … Syville anggap hal itu benar-benar tidak masuk akal.            Pekerjaan yang terus bertambah itu membuat sedikit perubahan. Kali ini, Syville memiliki ruang kerjanya sendiri. Seorang gadis yang bahkan belum melakukan debut yang sering dilakukan oleh kaum bangsawan dan belum bisa disebut sebagai seseorang yang sudah dewasa … memiliki ruang kerjanya sendiri dan mengerjakan seluruh urusan keluarganya.            Kepala keluarga mana yang akan memilih untuk melakukan hal itu selain ayahnya sendiri?            Syville kira, setelah mendapat tugas yang lebih banyak dibandingkan dengan sebelumnya, ia tidak perlu ikut latihan lagi dengan kakaknya. Tetapi, semua itu hanya harapan miliknya yang tidak akan pernah terwujud.            Suatu hari, kakaknya sempat mengunjunginya di ruang kerjanya. Tetapi, setelah kepala pelayan tahu kalau Vayre mengunjunginya dan berniat untuk membantu Syville untuk mengerjakan sebagian tugasnya … ia langsung diusir keluar dari ruangan itu.            Lagi-lagi, Syville kembali dibanjiri oleh tumpukan tugas yang sudah membentuk bukit kecil pada meja kerjanya. Meski begitu, ia yang terus mengeluh tidak memiliki pilihan lain selain menyelesaikan semua pekerjaannya.            Setidaknya, setelah mengerjakan tugas tambahan yang diberikan oleh ayahnya, saat ini Syville lebih mengetahui perkembangan kota yang berada di bawah kekuasaan keluarga Lyttleton. Akhirnya, ia bisa merasa puas ketika melihat hasil kerja kerasnya membuahkan hasil.            Ketika tumpukkan kertas yang ada di mejanya sudah berkurang setengahnya, Syville mendengar pintu ruang kerjanya dibuka oleh seseorang. Sedikit memanjangkan lehernya, ia melihat siapa yang baru saja memasuki ruang kerjanya tanpa mengetuk terlebih dahulu.            Hanya satu orang yang akan melakukan hal itu, dan orang itu adalah pemilik rumah ini. Seseorang yang baru saja memasuki ruang kerjanya adalah ayahnya sendiri. Tidak hanya itu, ia juga membawa oleh-oleh. Ya, oleh-oleh tumpukkan kertas lain yang harus dikerjakan oleh Syville …            Tanpa mengatakan apa pun, ayahnya hanya menaruh tumpukkan kertas itu di meja kerja Syville, mengambil sebagian kertas yang sudah dikerjakan olehnya dan duduk di salah satu sofa yang ada di ruang kerjanya. Dengan wajah tanpa ekspresi, ia mulai membaca hasil pekerjaan Syville.            Jika ayahnya tidak memulai pembicaraan terlebih dahulu, itu berarti Syville tidak bisa berbicara dengan ayahnya. Sudah menjadi kebiasaan di keluarga ini ketika sikap ayahnya mulai berubah.            Menganggap ayahnya tidak pernah masuk ke dalam ruang kerjanya, Syville membenamkan dirinya pada pekerjaan yang belum juga ia selesaikan.            .            .            Entah sudah berapa lama waktu berlalu. Setidaknya, tumpukkan kertas yang harus Syville selesaikan terlihat berkurang. Untung saja masalah yang terjadi di wilayah keluarga Lyttleton tidak terlalu mengerikan. Hanya beberapa urusan kecil seperti memperbaiki saluran pembuangan air, sedikit masalah pada hasil panen bulan ini, dan juga pembagian bahan makanan pada keluarga yang kurang mampu.            Setelah melenturkan punggungnya yang kaku karena terus duduk seharian di meja kerjanya, ia akhirnya bisa melihat oleh-oleh yang dibawa ayahnya.            Laporan yang dibawa oleh ayahnya saat ini sedikit berbeda. Baru kali ini ia harus mengerjakan laporan yang bersangkutan dengan perbatasan kerajaan. Karena wilayah keluarga Lyttleton berada di bagian paling utara, dan juga wilayah yang berdekatan dengan salah satu wilayah milik kerajaan lain … hal itu membuat keluarga Lyttleton menjadi keluarga yang sering berperang untuk kerajaan. Cih.            Setelah memaki keluarga kerajaan di dalam hatinya, Syville kembali membaca laporan itu. Karena laporan itu berasal dari perbatasan, tidak seperti laporan yang sering ia kerjakan, laporan yang satu ini memiliki banyak masalah. Salah satunya menyangkut pedagang dari kerajaan lain bahkan sampai tahanan yang sengaja melarikan diri ke perbatasan kerajaan.            Mungkin ini yang menyebabkan ayahnya tidak pernah memberi Syville laporan yang berasal dari perbatasan langsung padanya.            Namun, sesuatu yang menarik perhatian Syville adalah harga besi yang tiba-tiba saja melesat tajam. Melihat hal ini, Syville kembali memeriksa laporan yang baru saja ia kerjakan. Entah bagaimana, ia melewatkan informasi yang sangat penting ini.            Ternyata, sudah tiga minggu lamanya harga besi mulai naik. Bahkan saat ini harganya lebih mahal dibandingkan dengan harga gula mau pun kopi dengan kualitas yang sangat bagus dan paling mahal yang pernah dijual di pasaran. Karena Syville baru mulai mengerjakan laporannya selama satu minggu, ia melewatkan informasi sepenting ini.            Meski begitu, sudah bertahun-tahun lamanya harga besi tidak pernah naik semahal ini. Ia langsung membuat catatan dan menyuruh beberapa kesatria yang bertugas untuk memeriksa apa yang terjadi di perbatasan. Setidaknya, harga senjata mau pun alat pelindung masih tetap sama. Ia khawatir jika harga besi menjadi sangat mahal karena tanpa sepengetahuannya orang-orang mulai membuat senjata.            Mungkin di dekat perbatasan ada seseorang yang mendapatkan penemuan baru dengan bahan utama yang menggunakan besi. Syville harap penemuan baru itu bukan senjata.            Akhirnya, ayahnya yang dari tadi terus diam membaca laporan yang selesai dikerjakan oleh Syville akhirnya berdiri dari duduknya. Ia melirikkan wajahnya melihat jam yang ada di ujung ruangan, kemudian menatap ke arah Syville. “Kerja bagus,” katanya singkat. Kemudian ia pergi keluar dari ruangan itu.            Syville hanya duduk terdiam di tempatnya, sambil melihat pintu yang saat ini sudah tertutup rapat setelah ayahnya keluar dari ruang kerja Syville.            Seumur hidupnya … ia tidak ingat kalau ia pernah mendapatkan pujian dari ayahnya. Apa ini baru yang pertama kali diberikan olehnya? Apa ayahnya benar-benar mengatakan kalau ia melakukan pekerjaan yang bagus sebagai ‘kepala keluarga’?            Setelah terdiam selama beberapa menit, Syville hanya bisa mendesah pelan dan berdiri dari posisi duduknya yang sudah lebih dari delapan jam. Mungkin ia salah dengar.            .            .            Mungkin Syville benar-benar salah dengar saat ayahnya memujinya. Saat ayahnya mengatakan ‘kerja bagus’ pada dirinya pertama kali dalam hidupnya. Karena, saat makan malam bersama, ayahnya sama seperti biasanya. Hanya diam sibuk dengan makanannya sendiri.            Syville mencoba untuk fokus pada makanannya juga, begitu pula dengan Vayre. Makan malam saat itu, tidak ada seorang pun yang mengatakan apa pun.            “Syville, ikut aku ke kantorku setelah ini,” kata ayahnya ketika piring makanan penutup diangkat oleh pelayan.            Syville yang sedang meminum teh hangatnya dengan santai sedikit terbatuk karena ayahnya tiba-tiba berbicara padanya. Meski tenggorokkannya sedikit sakit, Syville menjawab, “Baik, ayah.”            Setelahnya, Syville menatap Vayre yang saat ini juga sedang menatapnya. Ketika pandangan mereka bertemu, Syville bisa melihat kalau kedua mata kakaknya sedikit sedih. Melihatnya, Syville hanya bisa tersenyum miris.            “Kau juga ikut, Vayre,” kata ayahnya singkat.            Senyuman miris milik Syville langsung berkembang setelah melihat kakaknya yang juga terbatuk karena ayahnya berbicara padanya. “Baik,” jawab Vayre singkat.            Setelahnya, ruangan itu kembali sunyi. Untung saja sebelum suasananya semakin canggung, ayahnya berdiri dari duduknya dan keluar dari ruang makan.            “Kira-kira apa yang ingin dibicarakan oleh ayah, ya?” tanya Syville yang merasa kalau tingkah laku ayahnya sedikit aneh.            Vayre terkekeh pelan, kemudian menjawab, “Semoga saja tidak ada hubungannya dengan … ah, lebih baik kita langsung mendengarnya dari ayah secara langsung.”            Merasa Vayre sengaja memutus perkataannya, Syville mengerutkan dagunya dan berkata, “Ah, mungkin ayah akan kembali meneruskan pembicaraannya denganku di kantor tentang … ah, lebih baik kita langsung mendengarnya dari ayah secara langsung.”            “Pfft!” Syville dan Vayre sama-sama menahan tawa mereka saat Syville baru saja selesai mengatakan hal yang sama seperti Vayre.            “Ayolah, aku tahu kau kesal karena aku tidak melanjutkan kata-kataku,” kata Vayre.            Syville mendengus pelan, kemudian berkata, “Hmph, lagi pula kenapa kau mengatakannya jika kau tidak memiliki niat untuk menyelesaikannya?”            Vayre kembali terkekeh pelan, kemudian berdiri dari duduknya dan berjalan mendekati Syville. “Maafkan saya, Nona Syvillia d' Lyttleton. Sebagai permintaan maaf saya, izinkan saya yang rendah hati ini mengantar Nona.”            Syville hanya bisa tertawa geli mendengar perkataan dari kakaknya. Meski begitu, ia menerima uluran tangan dari kakaknya dan menuju ruang kerja ayahnya bersama.            .            .            Sayangnya, senyuman di wajah Syville langsung menghilang ketika ia mendengar apa yang dikatakan oleh ayahnya setelah ia dan kakaknya sampai di ruang kerja ayahnya.            “Tapi bagaimana mungkin? Bukankah sudah dipastikan bahwa keluarga kerajaan menandatangani persetujuan untuk genjatan senjata selama beberapa tahun?” tanya Vayre dengan wajah yang merah padam menahan marah.            Ayahnya mendesah panjang, kemudian berkata, “Informasi ini tidak sepenuhnya valid. Karena ini hanya kabar burung yang terdengar oleh salah satu pengintai kita yang menjadi mata-mata.”            “Tapi ayah, mata-mata yang kau tanam di kerajaan sebelah bekerja sebagai penjaga perbatasan, ‘kan? Bahkan seseorang yang bekerja di perbatasan mendengar berita tentang kerajaan sebelah yang sudah menyiapkan ratusan senjata untuk mulai menyerang …”            “Kemungkinan benarnya berita itu tidak kecil,” lanjut Vayre meneruskan kata-kata Syville.            Seketika, Syville tiba-tiba teringat dengan laporannya yang baru saja ia baca beberapa jam lalu. “Ayah, sebelumnya aku melihat laporan di daerah perbatasan kalau harga besi mulai naik. Tetapi … harga senjata mau pun pelindung tidak naik.”            “Harga besi, ya? Mungkin aku harus memeriksa apa yang terjadi di perbatasan,” gumam ayahnya pelan.            “Tidak perlu, ayah. Aku sudah meminta beberapa kesatria untuk pergi memeriksa apa yang terjadi di perbatasan tadi siang. Semoga saja mereka kembali besok pagi atau nanti malam,” kata Syville.            Ayahnya mengangguk puas, kemudian berkata, “Kerja bagus.”            Jantung Syville rasanya berhenti untuk beberapa detik. Kata-kata itu kembali didengar olehnya. Kali ini ia yakin, kata-kata itu keluar dari mulut ayahnya sendiri, dengan suara ayahnya sendiri. Ia tidak salah mendengarnya. Ayahnya … ayahnya benar-benar memuji dirinya?            Syville langsung menatap ke arah Vayre, yang dibalas oleh Vayre dengan sebelah alisnya yang terangkat. Sepertinya ia juga berpikir kalau ia salah dengar.            Ayahnya mengetuk buku jarinya pada meja kerjanya. Kebiasaannya jika ia sedang berpikir dengan keras. Setelah beberapa saat, akhirnya ia berkata, “Setidaknya siapkan sebuah rencana bila kemungkinan terburuknya akan terjadi. Aku harus pergi menemui keluarga kerajaan.”            “Tunggu, saat ini juga?” kata Syville yang melihat ayahnya langsung berdiri dari duduknya dan berjalan dengan langkah kaki yang cepat keluar dari ruang kerjanya.            “Ayah, setidaknya tunggu sampai besok pagi,” bujuk Vayre. “Kita juga perlu menunggu informasi yang didapatkan oleh kesatria yang sudah dikirim oleh Syville untuk memeriksa apa yang terjadi di perbatasan.”            Ayahnya menggelengkan kepalanya dengan pelan. “Tidak ada pilihan lain. Jika mereka benar-benar memiliki rencana untuk memulai perang, aku harus mengabarinya langsung pada keluarga kerajaan.”            Ayahnya sangat keras kepala. Sekali ia akan mengatakan ingin melakukan sesuatu, maka ia harus melakukannya dengan segera. Syville dan Vayre hanya bisa menerima hal itu dan melihat punggung ayahnya yang mulai menghilang ditelan kegelapan malam.            .            .            Malam itu, Syville tidak bisa memejamkan matanya sedetik pun di atas kasurnya. Entah mengapa … rasanya ia pernah mengalami hal ini. Entah mengapa … rasanya ia tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.            Perasaan tidak menyenangkan itu semakin lama semakin terasa. Dadanya seketika sesak dan perutnya seperti baru saja ditinju oleh seseorang. Meski keningnya dibasahi oleh keringat, seluruh bagian tubuhnya terasa sangat dingin.            Detik demi detik berlalu. Rasanya malam itu lebih lama dibandingkan dengan malam biasanya. Sampai akhirnya, sesuatu yang tidak ingin didengar oleh Syville terjadi. Sampai akhirnya, Nanny yang tiba-tiba membuka pintu kamar tidurnya dengan wajah yang panik datang.            Ketika suara terompet dan lonceng yang dibunyikan terdengar, Syville sudah berdiri dari kasurnya dan berjalan menuju lemari pakaiannya. Tangannya berkeringat, tubuhnya pun terasa sangat dingin, ketika ia mengambil pakaiannya untuk bertarung tangannya terlihat bergetar.            Dengan wajah paniknya, Nanny membantu Syville untuk mengganti pakaiannya. Meski gerakan mereka cukup hati-hati, karena kedua tangan mereka bergetar … kancing yang biasanya dapat dengan mudah dikaitkan terasa sangat sulit.            “Nona …” pekik Nanny pelan.            “Nanny, apa kakak sudah berangkat?” tanya Syville. Meski ia berusaha untuk membuat suaranya terdengar kuat, Nanny masih bisa mendengar kalau suaranya bergetar.            “Belum, Nona. Sepertinya Tuan Vayre membutuhkan beberapa waktu sampai ia selesai bersiap-siap.”            “Bagaimana dengan ayah?”            Nanny hanya menggelengkan kepalanya menjawab pertanyaan dari Syville. Gerakan itu cukup membuat tubuh Syville semakin dibanjiri oleh keringat dingin.            Kenapa … kenapa di saat yang penting ini ayahnya harus pergi menuju keluarga kerajaan!? Kenapa beberapa hari ini ayahnya selalu bertindak gegabah dan melakukan hal yang tidak masuk akal!? Apa yang terjadi padanya?            “Nona … Nona … apakah kau harus pergi?” tanya Nanny. Ia menatap Syville dengan kedua matanya yang sudah basah.            Dengan memaksakan senyuman, Syville menggenggam erat kedua tangan Nanny. “Aku harus menggantikan ayahku untuk memimpin pasukan, Nanny.”            “Tapi, ada Tuan Vayre yang bisa menggantikan Nona.”            “Sebagai kepala keluarga selanjutnya, aku yang harus melakukannya, Nanny.”            Air mata mulai mengalir di pipi Nanny. Dengan erat ia memeluk Syville. “Oh, Nona … bagaimana bisa bahumu yang sekecil ini harus menahan beban yang cukup berat.”            Syville tertawa miris, kemudian membalas pelukan dari Nanny. “Nona, aku menunggu kepulanganmu,” gumam Nanny pelan.”            “Tentu saja, Nanny. Tentu saja.”            Setelah melepaskan pelukan dari Nanny, Syville langsung menatap ke arah tombak yang yang berwarna perak seperti warna rambut milik ibunya, dan memiliki mata pisau yang terbuat dari batu tertajam dan lebih kuat dibandingkan dengan besi mana pun yang memiliki warna sebiru matanya.            Untuk sesaat, sebuah gambaran saling tumpang tindih tiba-tiba muncul di penglihatannya. Syville harus mengedipkan matanya beberapa kali sebelum gambaran itu menghilang. Setelah mendesah panjang, ia langsung menggenggam tombak emasnya tanpa ragu. []
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN