“Rendi nanyain lo mulu nih! Gue jawab apa coba?” Tanya Paula dengan nada frustrasi di seberang sana.
“Ya bilang aja gue sudah nikah. Beres.”
“Lo yakin?”
“Yakin lah. Gue juga malas punya urusan sama tuh cowok.”
“Sekarang lo lagi di mana sih?”
“Di rumah mertua.”
“Hah?”
“Rumah mertua dodol! Budeg banget sih lo masa gitu aja nggak dengar.”
Di seberang sana Paula tertawa terbahak karena masih tidak menyangka. “Lo serius? Di nyinyirin nggak lo sama mertua lo?”
“Sampai sejauh ini belum sih. Kenapa?”
“Ya karena menurut gue lo bukan mantu idaman. Lo kan nggak bisa ngapa – ngapain, Say. Modal terbesar lo kan Cuma tampang dan s**********n aja.”
“Eh sialan lo!”
Kembali terdengar tawa di seberang sana sampai membuat Irna mendengkus karena kesal ditertawakan. “Baik – baik dah lo di sana. Kalau lo udah balik ke Jakarta, kontak gue ya? Kita ketemuan.”
Setelah itu sambungan telepon terputus. Irna segera meletakkan ponselnya di ranjang dan keluar kamar. Dia berencana mencari keberadaan Miko, namun tidak di temukannya bahkan Irna juga tidak menemukan ibu mertuanya yang terkadang sedang berkutat di dapur. Sedangkan Disa, remaja itu tadi sempat berpamitan mau jalan – jalan ke kota bersama teman – temannya.
Irna pun kembali lagi ke kamar dan mengambil ponselnya untuk menghubungi Miko.
“Di mana sih?”
“Antar ibu ke pasar. Baru juga setengah jam keluar. Sudah kangen ya?”
“Najis deh! Buruan pulang! Gue sendiri di rumah..”
“Pakai aku-kamu, Na. Kalau kamu masih pakai lo-gue, aku janji nanti sepulang dari pasar aku akan cium kamu.”
“Dasar mesummmm!!”
Irna mematikan sambungan telepon itu dan melempar kembali ponselnya di atas ranjang. Wajahnya sudah memerah seperti kepiting rebus sekarang. Dalam hatinya ia pun membatin, “Kenapa sih lo suka banget bikin gue blushing Ko!” Jeritnya penuh kefrustrasian.
Miko dan Lastri sampai rumah satu jam kemudian, melihat belanjaan Lastri yang banyak, membuat Irna yang sejak awal menonton televisi di depan berlari keluar dan membantu Lastri membawa barang belanjaannya.
“Nggak apa – apa Nduk biar Ibu saja.”
“Ini banyak banget loh Bu. Biar Irna bantu. Ini di taruh di meja yang ada di dapur kan?”
“Iya Nduk.”
Irna melirik Miko yang masih berada di atas motor tengah mengerling padanya penuh godaan, membuat Irna mendengus dan melengos karena tidak ingin menatapnya. Irna lalu membawa dua kantong keresek berukuran besar ke dalam dan meletakkannya di meja dapur. “Belanjanya kok banyak banget Bu?” Tanya Irna ketika Lastri juga membawa belanjaannya yang lain dan ia letakkan di atas meja.
“Ibu mau adain syukuran, Nduk. Kecil – kecilan aja asal orang – orang tau kalau Miko sudah ada yang punya.”
Irna tertawa kecil dan merangkul Ibu mertuanya. Lastri juga tersenyum dan mengusap punggung tangan Irna di bahunya. “Baik – baik ya sama anak Ibu, Nduk? Terima kekurangan dia. Kalau ada masalah di omongkan dengan baik – baik.”
“Iya Bu. Irna akan ingat pesan Ibu.”
“Dan kalau bisa jangan nunda momongan ya, Nduk? Nggak baik nunda – nunda. Anak itu titipan, rezeki yang harus di terima.”
Terkejut, Irna menatap Lastri, “Ibu tau?”
Lastri tertawa kecil dan mengangguk, “Lha wong tadi pas ke pasar Ibu lihat Masmu beli pengaman. Kalian benar – benar ada rencana nunda ya?”
Menunduk, Irna mengangguk, “Irna yang minta, Bu. Karena Irna belum siap.”
Lastri menghela napas seolah mengerti. “Nggak apa – apa. Ibu mengerti. Sudah jangan merasa bersalah.”
Lastri memeluk Irna dengan pandangan menerawang jauh ke depan.
“Pertama kali ketemu Mas Miko di mana Mbak?” Tanya Disa sore itu di saat mereka tengah berjalan ke warung untuk membeli gula sesuai perintah ibu.
“Bertemu pertama kali ya?”
Irna meringis kecil dalam hati jika mengingat pertemuan pertama mereka yang mungkin saja cukup merugikan bagi Miko secara materi.
“Ada murid Mas Miko yang numpahin minum di baju Mbak. Terus Mbak minta ganti rugi dong, nggak tahunya Mas kamu jadi pahlawan yang ganti rugi baju Mbak yang kotor. Gitu deh pokoknya.”
“Terus kenalannya sama Mas sudah lama?”
“Nggak juga sih, Dek. Bentaran aja terus nikah.”
Irna memaksakan senyumnya, dia bingung sekali jika harus menjawab pertanyaan – pertanyaan seputar pernikahannya dengan Miko, takutnya nanti jawabannya dan jawaban yang di berikan Miko berbeda. “Tapi nikahnya masih siri ya Mbak? Mbak nggak hamil kan?”
Astaga anak kecil! Jerit Irna dalam hati. “Nggak kok, tenang aja. Kalau seandainya Mbak hamil kan biasanya muntah – muntah atau apalah itu sebutannya. Memang Mbak terlihat begitu ya Dek?”
Untuk sesaat Disa tampak berpikir lalu menggeleng, “Nggak sih Mbak. Ya udah, yuk buruan pulang, ibu pasti sudah nunggu lama.”
“Sumpah ya Ko, aku nggak habis pikir loh sama adik kamu.” Ujar Irna malam itu ketika mereka sudah berbaring di ranjang dengan Miko yang memeluknya.
“Ada apa memangnya?”
“Masa dia curiga aku hamil duluan gara – gara nikah kita buru – buru.”
Miko terkekeh kecil, sesekali dia menghidu puncak kepala Irna yang beraroma apel. “Terus kamu jawab apa?”
“Ya aku jawab enggak dong ya. Kita aja baru begituan di hari berikutnya setelah akad.”
Lagi Miko terkekeh kecil, dia membalikkan tubuh Irna sehingga wajah wanita itu berada tepat di dadanya. “Sudah ah tidur.”
“Iya tidur. Tapi tangan kamu itu loh.”
Miko meringis dan menjauhkan tangannya yang tadi sangat nakal karena meremas p****t Irna. “Awas ya pegang – pegang yang lain dan ngelakuin sesuatu kaya kemarin! Kasihan Disa kalau harus tidur sama Ibu.”
“Iya iya. Bawel banget sih kamu, Na.”
“Aku ini bawel soalnya mesumnya kamu itu keterlaluan Ko.”
“Tapi kamu kan juga suka Na..”
“Loh kan! Jawab aja terus. Kesal aku sama kamu! Sudah tidur sana! Jangan peluk – peluk!”
“Nggak mau. Aku sekarang nggak bisa tidur kalau nggak meluk kamu.”
Gemas, Irna memukul lengan Miko hingga suaminya itu mengadu kesakitan. “Gombalin aja terus!”
Masih sangat pagi ketika Irna sudah bangun dan ketika ia akan ke kamar mandi. Di dapur sudah ada beberapa orang yang tengah memasak untuk acara syukuran yang diadakan nanti malam. “Waduh.. itu istrinya Miko, Las? Ayu bener yo?”
Lastri yang tengah membersihkan daun bawang tersenyum dan menatap menantunya. “Sini dulu, Nduk. Kenalan sama ibu – ibu ini.”
Irna mendekat dan menyalami sekitar empat orang ibu – ibu yang membantu Lastri memasak. “Pantas saja Miko nggak mau di jodohkan sama Ita, lha wong pacarnya di Jakarta cantik begini.” Jelas Inem.
“Apa lagi sekarang jadi istrinya,” Celetuk ibu – ibu lain yang bernama Uti.
“Masmu sudah bangun Nduk?”
“Belum Bu.”
“Jangan di bangunin dulu. Pasti masih capek, kan manten baru.” Goda wanita paruh baya lain bernama Sri.
Irna tertawa kecil, “Bangunin aja Masmu. Kemarin katanya mau lihat kebun. Sekalian aja kamu ikut biar tau.”
“Kebun apa ya Bu?”
“Lho Miko belum cerita? Miko itu punya usaha perkebunan di sini lho, Nduk. Begitu – begitu suamimu uangnya banyak.” Ujar wanita paruh baya yang tadi memperkenalkan sebagai Mbok Ya.
Lastri mengelus pundaknya dan tersenyum kecil, “Kamu beres – beres aja dulu, setelah itu bangunin Masmu. Terus tanya – tanya tentang usahanya di sini,”
Irna mengangguk dan menurut dengan berbagai pertanyaan yang berkecamuk di kepalanya.
Irna yang baru selesai mandi dan langsung masuk ke kamar mendapati suaminya itu tengah duduk di pinggiran ranjang sedang memainkan ponselnya, kesal karena Miko telah membohonginya, Irna melempar handuk basah yang ia gunakan untuk mengeringkan rambut ke arah suaminya itu. “Haduh! Nggak sopan kamu sama suami, Na!”
Mendengkus, Irna mengambil duduk tepat di samping suaminya. “Ngakunya guru honorer. Tau tau punya bengkel. Bilangnya nggak ada uang buat beli rumah. Nggak taunya banyak uang. Dasar pelit lo sama gue Ko!”
“Ya ampun. Pelit apa sih Na! Ini masih pagi lho. Masak ngajak berantem sih?”
“Salah siapa bohong sama gue!”
“Na, semalam kamu sudah beraku – kamu lho. Masa sekarang balik ke gue – lo lagi sih?”
“Terserah gue lah. Malas gue sama lo!”
“Bohong apa sih Na?”
“Lo punya perkebunan kan?”
Untuk beberapa saat Miko tertegun menatap istrinya cukup lama. “Lho kan lo nggak bisa jawab! Emang dasarnya lo aja yang pelit. Takut gue porotin ya?”
Miko terkekeh, dia tidak menyangka jika wanita yang harus ia nikahi secara mendadak ini begitu menggemaskan. “Emang kenyataannya gitu kan? Dulu aja baru ketemu tiga jutaku hilang dalam sekejap.”
“Oh jadi kamu nggak ikhlas?”
“Bukannya gitu—”
“Terus siapa Ita?”
Miko menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Anak gadis RT sebelah.”
“Katanya kalian dijodohin. Kenapa kamu nggak mau?”
“Nggak cocok.”
“Bohong, coba jujur sama aku. Kenapa kamu nggak mau?”
“Astaga Irna itu Cuma masa lalu. Bahkan perjodohan itu udah tiga tahun yang lalu.”
Gemas. Miko mendaratkan kecupan berkali – kali di bibir istrinya itu. Diperlakukan seperti itu oleh suaminya, membuat rasa marah Irna menguar karena tak lama dia menarik tengkuk suaminya dan menciuminya dalam. Ciuman mereka begitu memburu dan tergesa. Bahkan Irna tidak sadar jika dirinya kini berada di pangkuan Miko. “Emhh—“
Salahkan saja pria itu yang begitu pandai merayunya. Sampai masing – masing dari mereka lupa daratan hingga membuat remaja putri yang berada di ambang pintu kamar menatap mereka dengan mata membulat lebar.
“IBUUUKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKK MASSS MIKOO MESUUMMMMMMMMMMMM!!!!”
“Kamu itu gimana to Le. Kalau mau begituan itu mbok ya pintunya di tutup. Ibu tau kamu penganten baru. Tapi ya harus tau tata krama to ya, ini sudah pagi bukannya mandi malah begituan.”
Tidak ada yang lebih memalukan bagi Irna ketika untuk kesekian kalinya dia kepergok berciuman dengan Miko. Sekali kepergok Lastri dan tadi kepergok Disa. Tolong sekarang selamatkan wajah Irna yang sudah memerah seperti tomat apalagi kini dia dan Miko sedang di sidak Lastri di ruang tengah rumah.
“Iya Bu. Maaf, habisnya mantu Ibu bikin anak Ibu nggak tahan.”
Terdengar cekikikan dari balik tempok pembatas ruang tengah dan dapur. Tentu suara itu berasal dari suara ibu – ibu yang mungkin mencuri dengar pembicaraan mereka. Sungguh. Bolehkah Irna sekarang menenggelamkan dirinya di kolam karena sudah sangat malu?
“Ya dari kamunya harus bisa jaga nafsu Le. Haduh, pusing Ibu sama kamu Le. Sudah buruan mandi dan ke kebun. Sekalian ajak istrimu.”
Lastri beranjak dari duduknya dan berlalu ke belakang meninggalkan Irna yang memandang Miko dengan amarah yang tertahan. “Bukan salahku. Salahmu juga yang lupa tutup pintu..”
Irna mendengkus dan tertawa tak habis pikir. Dengan kaki di hentak karena kesal yang mendalam, wanita itu meninggalkan Miko menuju ke kamar.