Kemarin tiba – tiba saja salah seorang teman perempuannya yang juga berkecimpung di dunia modelling menghubunginya dan mereka memiliki janji temu sore ini di salah satu cafe yang ada di Mall. Sesampainya Irna di sana, ternyata wanita itu sudah lebih dulu datang. Irna segera menghampiri temannya itu dan menyapanya. “Hai Paula. Apa kabar lo?”
Paula tersenyum dan mereka cipika – cipiki sebelum Irna mengambil tempat tepat di depan Paula. “Baik nih. Lo bagaimana? Gue dengar keluar dari agensi.”
“Iya nih. Gara – gara Abang gue tuh!”
“Lo juga sudah lama nggak clubbing. Tumben banget sih Na? Di kurung sama Abang lo? Sampai segitunya banget.”
Irna mengedikkan bahu dengan wajah memelas. Setelah itu Paula memanggil seorang pelayan dan Irna memesan minuman juga cake sebagai pengganjal perutnya. “Anak – anak pada nyariin lo sebenarnya. Mereka coba chat lo tapi lo abaikan. Untung aja waktu kemarin gue chat lo, lo balas. Emang ada apa sih sama lo, Na? Jangan sok misterius deh.”
Irna menghembuskan napasnya pelan, “Gue dijodohin sam—“
“Apa? Dijodohin? Na! Ini bukan jamannya Siti Nurbaya. Oh my god! Jangan bilang lo sudah nikah sekarang!”
Irna meringis kecil sebagai jawaban dan itu sukses membuat Paula melotot menatapnya. “WHAT? Gilaaa!!! Apa kata teman – teman kita waktu dengar lo nikah!”
“Ya maka dari itu. Jangan cerita ke mereka. Cuma lo yang gue kasih tahu.”
“Berengsek banget sih lo Na! Nambah dosa gue aja!”
Minuman juga cake yang ia pesan datang. Irna memilih meminum minumannya terlebih dahulu sebelum memusatkan pandangannya lagi untuk menatap Paula. “Siapa sih laki – laki sial yang sudah dapetin lo?”
“Lo nggak akan kenal deh, kalau gue memaksa cerita.”
“Apa jangan – jangan lo sama dia sudah ML?”
Irna mengangguk dengan tampang polosnya yang membuat Paula melotot menatapnya. Sungguh. Menurut Irna ekspresi Paula sudah sangat berlebihan. “La.. dia itu normal ya. Gue juga. Wajar kali suami – istri berhubungan.”
“Dia perjaka Na?”
“Kayaknya sih gitu. Pertama kali main tegangnya minta ampun.”
“ANJRIT BANGET SIH!”
Berdecak Irna melototi Paula. “Suara lo jangan kenceng – kenceng deh!”
“Nggak ada yang denger juga!”
Memang Paula sengaja memilih cafe yang lumayan sepi pengunjung karena ia ingin mengintrogasi Irna karena menghilangnya wanita itu dari peradapan. “Sumpah gue kasihan banget sama suami lo Na.”
“Alah.. alay banget lu sumpah. Lo terlalu hiperbolis jadi wanita, orang dianya aja selow kok.”
“Terus Rendi bagaimana Na?”
Ah Rendi.. Irna baru ingat dia cukup dekat dengan lelaki itu. Rendi itu cowok yang cukup asik yang ia temui di club. Hubungan mereka cukup dekat, bahkan Irna pernah satu kali (karena khilaf) tidur dengannya dan di tambah kekhilafan lain yang tak terhingga. “Ya nggak gimana – gimana. Gue nggak ada hubungan sama dia kok selama ini. Kecuali pernah tidur bersama sih!”
“Dia galau tau mikirin elu.”
“Ya itu urusan dia sih, La. Lo tau sendiri gue nggak pernah melibatkan hati sama cowok yang main sama gue.”
“Terus setelah ini lo mau gimana?”
Irna mengedikkan bahu dan memakan cake di depannya. “Gue nggak tau mau apa setelah ini. Gue bingung sendiri. Hampir sepuluh hari gue nikah, gue ngerasa ini bukan gue. Lo tau apa yang berubah dari dalam diri gue?”
“Ya mana gue tau, apaan?”
“Gue jadi penurut. Gue mau aja di suruh – suruh sama dia dan mengiyakan segala keputusannya. Lo tau itu bukan gaya gue banget kan La?”
Suamiku
Lagi di mana? Kok belum pulang – pulang Na? Ini sudah sore loh..
Oke. Seingat Irna, dia menyimpan nomor Miko dan memberinya nama Miko. Kenapa tiba – tiba berubah menjadi suamiku?
Cih menggelikan sekali. Pasti kerjaannya tuh laki. Gerutu Irna dalam hati.
Irna
Main ke Mall. Suntuk di ruko terus.
Suamiku
Di Mall mana? Gue jemput. Mumpung lagi longgar nih!
Irna
Nggak perlu. Gue sudah pesan taxi online. Lo mau di bawain apa buat makan malam?
Suamiku
Gue pengen gurame nih! Lo masih ada waktu buat beli ke Supermarket nggak?
Irna
JANGAN NYUSAHIN! LO TAHU GUE NGGAK BISA MASAK!
Suamiku
Becanda, Sayang. Beli nasi padang aja dekat ruko. Buruan pulang ya?