Episode 1
#Hujan, Ajarkan Aku Lupa
Awal mula masalah.
Prang. Nadine terbangun saat mendengar suara kaca pecah di lantai bawah. Pelan-pelan, Nadine keluar dari kamarnya untuk memastikan asal suara tersebut.
"Mama pikir papa bangkrut karena siapa?" bentak Heru pada istrinya.
"Oh jadi papa menyalahkan mama? Bukankah sudah tugas suami untuk mencukupi kebutuhan istri dan anaknya? Kalau memang papa tidak mampu, seharusnya papa ceraikan saja mama sejak dulu." teriak Fatma.
"Bukan seperti itu maksud papa, ma. Mama tau sendiri kondisi hotel kita seperti apa, harusnya mama dan Gloria bisa menahan diri. Bukan malah menghambur-hamburkan uang tidak jelas." bentak Heru.
"Apa papa pikir papa tidak menghambur-hamburkan uang untuk sesuatu yang tidak jelas? Untuk apa papa membeli apartemen buat Nadine? Kalau memang papa butuh uang, kenapa tidak jual saja apartemen gadis itu." Fatma balas membentak.
Kali ini Heru kehabisan kata-kata. Jika menyangkut Nadine, Heru tidak bisa melawan istrinya. Nadine adalah kesalahan yang tidak bisa pak Heru perbaiki. Dia anak yang lahir dari rahim wanita lain setelah Heru dan Fatma menikah. Heru berselingkuh tepat setelah Gionino, anak sulung mereka, lahir.
Perdebatan mereka terhenti sejenak saat Gloria turun dari lantai atas dengan pakaian yang membuat Heru kembali naik darah. Gloria mengenakan dress hitam tanpa lengan dengan panjang yang nyaris tak bisa menutupi seluruh pahanya.
"Ganti pakaianmu Gloria!" perintah Heru.
Gloria mendengus. "Astaga, ini keren Pa. Apa papa tau kalau harga baju ini sangat mahal, masa iya harus diganti." rengek gadis itu.
Fatma melotot dan mendorong Gloria agar segera pergi. Fatma tau, pagi ini Gloria punya jadwal pemotretan.
Gloria tersenyum senang ke arah ibunya sambil melayangkan kecupan jarak jauh. Melihat itu, Heru geleng-geleng kepala sambil memijat pelipisnya.
Di tempat persembunyian, Nadine menghela napas berat. Sudah seminggu keadaan rumah tidak tenang. Ayahnya selalu pulang larut dengan kondisi yang sangat lelah. Paginya beliau akan marah dan menyalahkan semua orang. Perekonomian keluarga mereka memang sedang kacau.
Hotel milik Heru, menjadi tidak begitu diminati setelah bermunculan hotel-hotel terbaik dengan kualitas kamar yang luar biasa. Heru sudah berencana merombak dan memperbaiki hotel miliknya agar bisa menarik minat pengunjung. Tapi sayang, Heru malah di tipu temannya sendiri yang sampai sekarang menghilang beserta uang yang sudah Heru berikan.
Dari sanalah masalah bermula. Uang yang Heru gunakan untuk merenovasi hotel, ternyata adalah uang hasil pinjaman. Selain rencana renovasi hotel yang gagal, Heru juga diwajibkan untuk membayar hutang yang tidak sedikit.
"Apa menguping sudah menjadi kebiasaan barumu?" tanya Gionino yang sejak tadi juga mendengar perdebatan orang tuanya.
Nadine berdecak sebal. "Akan lebih baik jika kau bersikap dingin dan pura-pura tidak tau."
Nadine berlalu dari hadapan Gionino. Laki-laki itu mengepalkan tangan menahan kesal. Sejak kedatangan Nadine ke rumah mereka beberapa tahun yang lalu, keharmonisan keluarga mereka retak. Hal itu yang membuat Gionino sangat membenci Nadine.
Karena terbiasa diperlakukan buruk, Nadine berubah menjadi pribadi yang kuat dan pembangkang. Gadis itu hanya menurut jika ayahnya yang meminta. Bagaimanapun, Nadine dan ayahnya punya hubungan darah yang tidak bisa dipungkiri. Mereka sudah melakukan tes DNA untuk membuktikan kalau Nadine benar-benar anak kandung Heru.
***
"Kau datang?" tanya Nadine sambil terkekeh.
Pengaruh alkohol yang diminumnya, membuat wanita itu kehilangan setengah kesadaran.
"Kenapa kau mabuk? Apa yang terjadi padamu, Nad?" tanya Jordy sambil memegangi Nadine yang bergerak seirama dengan musik.
Nadine tak menjawab. Wanita itu terus menari dan menyeret Jordy ke tengah kerumunan. Night Club yang mereka kunjungi terbilang cukup padat. Jordy sedikit kesulitan menjaga Nadine. Tak mau mengambil resiko, Jordy memeluk Nadine dari belakang dan membiarkan wanita itu bergerak liar.
"Sebaiknya kita pulang Nad, kau mabuk." bisik Jordy.
Nadine kembali terkekeh. "Aku belum mabuk, Jo. Aku bahkan masih bisa mengingat kalau papa terjerat hutang ratusan miliar."
"Apa kau bilang?" tanya Jordy tidak percaya.
Nadine membalik tubuhnya hingga menghadap ke arah Jordy. Kedua tangan gadis itu melingkar di leher Jordy dan menariknya mendekat.
"Papa ditipu sahabatnya dan terjerat hutang yang sangat besar. Menurutmu, dimana aku bisa mencari uang 1 triliun dengan mudah?" teriak Nadine di telinga Jordy.
Suara musik yang menggema, membuat Nadine harus membesarkan suaranya.
"Jadi kau mabuk karena masalah itu? Jika kau mengizinkanku untuk membantu, 1 triliun bukan masalah besar Nad." Jordy balas berteriak.
Nadine melepaskan diri dari pelukan Jordy sambil tertawa kecil.
"Jangan ucapkan kata-kata seperti itu, Jo. Aku tidak ingin terlihat seperti lintah darat yang tengah memeras sahabatnya."
Nadine ikut berteriak sebelum akhirnya pamit ke toilet. Langkahnya sedikit terhuyung. Meski masih cukup sadar, Nadine tetap kesulitan menjaga keseimbangan.
Matanya yang semula berat, kini terbuka lebar saat melihat pemandangan panas di lorong menuju toilet. Seorang perempuan tampak dengan ganas melumat bibir seorang pria dengan tangan yang menjalar kemana-mana. Sedangkan sang pria, cuma diam dengan tangan berada di dalam saku celana.
Alih-alih pergi, Nadine malah menyandarkan tubuhnya di dinding dengan tangan terlipat di d**a. Nadine ingin melihat sejauh mana permainan sepihak yang tengah berlangsung di depan matanya itu.
Menyadari ada yang memperhatikan, sang pria menoleh ke arah Nadine. Karena sudah ketahuan, Nadine tersenyum mengejek sebelum akhirnya berlalu menuju toilet. Setelah mencuci muka, wajah Nadine terlihat lebih segar. Pengaruh alkohol sedikit banyak mulai berkurang. Dengan langkah tegap, Nadine meninggalkan toilet.
Belum jauh melangkah, tangan Nadine di cekal oleh seseorang. Bukan hanya itu, tubuh Nadine juga disudutkan ke dinding lorong. Nadine mematung saat mengenali siapa orang yang sudah mengungkung tubuhnya.
"Cih, apa b******u dengan wanita tadi masih belum cukup?" sindir Nadine.
Laki-laki itu menatap Nadine dengan seringai licik. "Seharusnya aku yang bertanya, Nona. Apa menyaksikan orang lain sedang b******u sudah cukup memberimu kepuasan? Apa kau tidak tertarik untuk jadi pemain?"
Nadine tertawa mengejek. "Tidak semua orang ingin mencumbu tubuhmu, Tuan. Jangan terlalu percaya diri."
Ujar Nadine sambil mendorong tubuh Devan. Laki-laki yang tidak sengaja Nadine lihat tengah b******u di lorong tadi, bernama Devan Abraham Mahesa. Pria panas yang digilai banyak wanita. Bukan hanya tampangnya yang rupawan, Devan adalah pemilik ratusan hotel mewah dan pusat perbelanjaan ternama yang tersebar di seluruh kota di Indonesia.
Bukan hanya itu, hampir seluruh gedung apartemen mewah yang di bangun di kota Jakarta, adalah milik Devan. Untuk itu, Devan menjadi pria paling diminati. Tampan, mapan, berkarisma, Devan laki-laki yang nyaris sempurna. Hanya saja, sejak di vonis tidak bisa memiliki keturunan, Devan berubah menjadi pria dingin yang menakutkan.
Hampir setiap hari laki-laki itu bermain wanita. Mulai dari yang masih perawan sampai wanita yang sudah berpengalaman. Devan bahkan rela mengeluarkan banyak uang demi mendapatkan wanita yang dia mau.
Kembali ke keadaan di lorong toilet. Devan tersenyum miring saat Nadine berhasil mendorong tubuhnya. Sebelum Nadine menjauh, Devan lagi-lagi mencekal tangan Nadine dan menarik tubuh gadis itu hingga terbentur ke d**a bidangnya. Nadine melotot saat tangan Devan beralih memeluk pinggangnya secara posesif.
"Astaga, apa Tuan mabuk?" tanya Nadine sarkas.
"Sedikit alkohol tidak akan membuatku mabuk, Nona." jawab Devan menyeringai.
"Hanya orang mabuk yang bisa melakukan hal-hal diluar kendali, Tuan. Lepaskan, atau aku akan berteriak!" ancam Nadine dengan raut wajah berubah sangar.
"Menurutmu, apa yang akan terjadi jika kau berteriak?" tanya Devan.
Nadine tertawa. Tangannya terulur menyentuh wajah Devan sebelum akhirnya turun ke jas mewah yang tengah Devan pakai. Bukan hanya itu, Nadine melepaskan pelukan Devan sembari mengangkat tangan kiri laki-laki itu.
"Jas seharga puluhan juta dan jam tangan seharga ratusan juta rupiah, menurutmu siapa yang akan dirugikan jika aku berteriak? Hanya kau Tuan, kau bukan laki-laki sembarangan. Akan sangat memalukan jika laki-laki sepertimu berakhir menjadi pria m***m yang mencoba menggagahi wanita di lorong toilet." ujar Nadine sambil berlalu. Kali ini Devan membiarkan Nadine pergi.
"Menarik, jika kita bertemu lagi, akan ku pastikan kau akan mengerang nikmat dibawah tubuhku, Nona." janji Devan pada dirinya sendiri.
To be continue...