Prolog
Prolog
#Hujan, Ajarkan Aku Lupa
Mimpi buruk
Di sebuah kamar hotel yang sangat mewah, Nadine menunggu orang yang sudah membelinya dengan gelisah. Keringat dingin mulai menjalar dari pelipis gadis itu. Sesekali Nadine mondar-mandir mengusir perasaan takut. Ini kali pertama untuk Nadine. Tapi sejauh yang Nadine dengar, orang yang sudah membelinya adalah orang yang sudah sangat berpengalaman.
"Apa yang harus ku lakukan? Bagaimana ini?" tanya Nadine pada dirinya sendiri.
Nadine kembali mondar-mandir sambil menggigit ujung kukunya. Kentara sekali kalau gadis itu gelisah. Wajahnya pucat, kakinya gemetar. Nadine semakin ketakutan saat pintu kamar tiba-tiba di buka.
"Ka-kau? Kenapa kau disini?"
Nadine terbata sembari memundurkan tubuh secara perlahan. Devan, laki-laki yang baru saja membuka pintu, menampakan senyum mengejek ke arah Nadine. Perlahan tapi pasti, Devan melangkah ke arah gadis itu.
"Kau pikir siapa lagi yang akan datang selain orang yang sudah membeli tubuhmu, Nadine?"
Devan tersenyum sinis dan menatap Nadine tajam. Diperhatikannya Nadine dari kepala sampai kaki. Cantik, terlihat jauh berbeda dengan Nadine yang pernah ditemuinya di night club beberapa waktu lalu.
"Ja-jadi kau Devan?"
Nadine bertanya untuk memastikan. Wanita itu memang tidak pernah melihat foto Devan sebelumnya. Bukan karena tidak punya, tapi Nadine tidak sanggup melihat wajah orang yang akan menidurinya. Dalam bayangan Nadine, Devan adalah laki-laki paruh baya dengan perut buncit dan kumis melintang di wajahnya. Membayangkan wajah Devan saja sudah membuat Nadine mual, jadi Nadine memutuskan untuk tidak melihat foto laki-laki itu.
"Menarik sekali. Tapi aku sedikit kecewa, wanita yang ku beli dengan harga 1 triliun, ternyata tidak menyambut kedatanganku secara pantas." ucap Devan sambil menarik ujung dagu Nadine hingga gadis itu menengadah.
Pandangan mereka bertemu. Nadine menahan napas saat wajahnya dan wajah Devan hanya berjarak beberapa inci. Jika Devan menunduk sedikit saja, Nadine yakin, bibir laki-laki itu pasti akan menyentuh bibirnya.
"Jangan mengecewakanku, darling. Aku akan membersihkan diri terlebih dahulu sebelum menyentuhmu."
Devan menghisap bibir Nadine sekilas sebelum menghilang di balik pintu kamar mandi. Sepeninggal Devan, Nadine menghirup napas panjang. Gadis itu hampir roboh jika tidak segera berpegang pada dinding. Lututnya lemas, jantungnya berdetak 2 kali lebih cepat dari biasa. Berkali-kali Nadine menepuk d**a untuk menenangkan debaran jantungnya.
"Bagaimana ini? Kenapa harus dia?"
Sekelebat pertemuan-pertemuan tidak menyenangkan antara dirinya dan Devan, membuat Nadine menjambak rambutnya frustasi. Gadis itu memegang sudut bibirnya yang baru saja di cium oleh Devan.
"Apa sudah terlambat jika aku mengingkari kesepakatan?"
To be continue...