5

1029 Kata
Aku begitu panik ketika mendapat telpon dari Bulan kalau Bintang panas tinggi sedangkan dirumah tidak ada seorangpun. Hari Sabtu Mentari biasanya pergi bersama teman-temannya, sedangkan aku sedang bersama Mery hari ini. Sebagai seorang lelaki dewasa kehadiran Mery sangat berarti buatku. Meskipun tidak ada cinta diantara kami tapi setidaknya dia mampu memberiku kehangatan disaat aku membutuhkan. Tidak ada yang dirugikan dari hubungan ini, dia butuh uangku, dan aku butuh tubuhnya. Sesungguhnya bisa saja aku membayar orang untuk memberikan aku kepuasan, justru malah lebih murah daripada aku membayar Mery tapi aku memikirkan kesehatanku dan takut akan berdampak buruk pada anak-anakku kelak. Untuk itulah aku lebih memilih membayar mahal Mery dengan rumah, mobil, dan handphone asal dia hanya setia pada satu pasangan saja yaitu aku. "Kenapa sayang ?" Tanya Mery. "Aku harus pergi, Bintang panas tinggi." Jawabku sambil membenarkan pakaianku. "Tapi kamu baru datang, katamu kamu rindu sayang." Mery merayu sambil menciumiku. "No Mery, Bintang lebih membutuhkan aku. Aku pergi dulu." Kutinggalkan Mery sendiri di rumah yang telah kuberikan padanya 2 bulan lalu. Bukan rumah mewah tapi setidaknya rumah itu mampu merogok dompetku sebesar 350 juta. Aku melajukan mobilku dengan kecepatan tinggi. Perjalanan Sragen -Solo Baru membutuhkan waktu 80 menit jika sedang tidak ramai. Aku coba terus menghubungi Mentari agar dia pulang tapi tetap saja tidak ada jawaban dari Tari. Jika sedang bersama teman-temannya memang dia tidak pernah mau diganggu. "Bintang !" Aku langsung berlari memeluk Bintang. "Bulan kamu sudah memberinya obat ?" Tanyaku pada Bulan. "Sudah pa, tadi panasnya sempet turun tapi ini naik lagi." Jawab Bulan. "Kakak sudah pulang ?" "Belum pa." "Anak itu." Entah kenapa aku sungguh geram pada Mentari. Anak itu sungguh susah diatur. "Mama ..... Mama ..... " Bintang mengigau. "Sayang, ini papa. Bangun nak." Aku mengusap lembut pipi Bintang. "Pa, Bintang kangen sama mama." Kata Bintang pelan setelah membuka matanya. "Kalau kamu sembuh kita ke makam mama ya sayang." "Bintang mau mama Senja disini pa." "Dengar Bintang ! Mama kamu hanya mama Rosa ! Tidak ada yang lain ! Senja itu hanyalah orang asing yang tidak kita kenal ! Jadi STOP kamu memanggil dia mama dan berhayal dia jadi mama kamu ! Paham !" Kutinggalkan Bintang yang masih terkulai lemah di temlpat tidurnya. Aku sungguh emosi kali ini, entah kenapa aku sangat begitu tidak suka kepada bocah kecil itu. Apalagi saat Bintang berharap dia menjadi mamanya. Aku melihat poto keluarga kami kembali, tetap tak ada kemiripan dari diri Rosa dengan Senja. Siapa sebenarnya wanita itu ? Bagaimana bisa denga begitu cepat mengambil perhatian putriku Bintang. **** Aku mendengar sayup-sayup suara dari taman belakang. Aku mulai membuka mata, kulihat ponselku sudah menunjukkan pukul 9 pagi. Rupanya aku ketiduran semalam. Terjaga sampai hampir dini hari karena panas Bintang naik turun membuatku ketiduran dan tidak menyadari jika hari sudah siang. Aku merubah posisiku menjadi duduk, tak kulihat ada Bintang di tempat tidurnya, begitupun Bulan yang dari tadi malam tidur berdua bersama Bintang. Aku beranjak keluar kamar mencari sumber suara keramaian. Betapa kagetnya aku ketika aku melihat ada Senja di rumahku. Aku mencoba mengucek mataku berkali-kali meyakinkan bahwa itu bukanlah Senja, tapi ternyata memang benar itu Senja. Dia duduk diayunan belakang bersama Bulan dan Bintang, bahkan dia sedang menyuapi Bintang makanan. Aku melangkah menghampiri mereka. "Ehem ..... " Aku sengaja berdehem saat sampai di belakang mereka. Suasana yang tadi penuh canda tawa langsung menjadi sunyi saat semua menyadari kehadiranku. "Pagi om." Sapa Senja padaku. "Ngapain kamu dirumah saya ?" Tanyaku ketus. "Saya ..... " "Aku yang meminta tante Senja untuk kesini pa." Jawab Bulan. "Kamu ?" "Papa tidak akan pernah bisa ngrasain apa yang dirasain Bintang. Bintang cuma pengen ketemu tante Senja, itu gak salah pa. Lihat sekarang Bintang udah sehat kan ?" Jelas Bulan. "Aku tadi naik taksi online pa, aku pergi ke salon tempat tantr Senja kerja, aku yang minta tolong sama tante Senja untuk kerumah sebentar saja melihat keadaan Bintang." Bulan melanjutkan lagi. "Maafkan saya kalau saya lancang om. Tapi tujuan saya kesini murni cuma mau melihat keadaan Bintang saja." Senja membuka suara. Aku terdiam. Entah kenapa aku menjadi tergugu mendengar mereka berbicara. "Bintang mama pulang dulu ya. Bintang cepet sembuh, sehat dan ceria lagi ya, biar bisa sekolah dan ketemu teman-teman lagi." Kata Senja sambil kembali duduk bersama Bintang. "Mama jangan pulang, Bintang masih kangen sama mama." Bintang merengek. "Nanti kalau Bintang sudah sembuh kita main-main lagi ya. Sekarang Bintang istirahat dulu lagi biar cepet sembuh. Mama juga harus kerja lagi, nanti kalau tidak kerja mama bisa kena marah." "Iya mama. Makasih sudah mau menjenguk Bintang, nyuapin Bintang dan mandiin Bintang." "Sama-sama anak cantik. Mama pulang dulu ya." "Ngapain lo dirumah gue Ja ?" Mentari marah melihat kehadiran Senja di rumah kami. "Bulan ajak Bintang masuk ke kamar buat istirahat ya." Perintah Senja yang langsung diiyakan oleh Bulan. "Dijemput Bulan buat nengok Bintang yang sakit." Jawab Senja begitu Bintang dan Bulan sudah pergi. "Apa urusannya sama elo ? Anak kecil aja elo ladenin. Adek gue lebay. Jangan elo jadiin bahan buat ngedeketin bokap gue ya!" "Om maaf sebelumnya saya minta maaf kalau sudah lancang datang ke rumah om, saya juga minta maaf sudah masuk ke kamar Bintang, tapi ini semua karena permintaan Bulan dan Bintang. Oh iya tadi saya udah beliin bubur buat Bintang, dia udah makan dan udah minum obat, udah mandi juga, jadi sekarang saya mau pamit dulu. Semoga Bintang segera sembuh dan kembali ceria lagi." Senja berbicara padaku. "Heh ! Berhenti loe !" Cegah Mentari yang melangkah ke luar rumah. "Berapa duit yang elo keluarin buat beliin adek gue makan ? Gue gantiin. Gue gak mau ya nanti elo nagih yang lebih ke bokap gue!" Mentari mengeluarkan uang ratusan ribu dan memberikannya pada Senja. "Mentari !" Bentakku. "Apa sih pa ? Senja tu cewek miskin. Kasihan dia kerja di salon biar bisa kuliah, kalau uangnya berkurang buat beliin Bintang makanan kasihan tabungan dia berkurang nanti. Aku gak mau ya dia suatu saat nagih balas budi dengan morotin papa!" Kata Mentari sadis. Senja berbalik badan melangkah ke arah Mentari. Dia mengambil uang yang diberikan oleh Mentari, kemudian berdiri tepat di depan wajahku, menarik tangan kananku dan menaruh uang tersebut di tanganku. "Tolong ajari putri kesayangan anda untuk lebih menghargai orang lain om. Permisi !"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN