4

1043 Kata
~Langit ~ Aku tak menyangka jika putri kecilku Bintang memanggil seseorang dengan sebutan mama. Kala itu saat aku menjemputnya sekolah aku kebingungan saat mencari-cari dia tidak ada di sekolahan. Aku sempat memaki guru dan kepala sekolah karena telah lalai menjaga Bintang di sekolahan. Aku hampir saja melapor ke polisi jika saja saat itu Bintang tidak segera kembali, tapi untunglah Bintang sudah kembali kepadaku dengan keadaan sehat tanpa suatu apapun. "Papa !" Panggil Bintang. "YaAllah Bintang!" Kuraih dia dan kudekap erat dalam tubuhku. "Kamu darimana sayang ? Papa kuatir sama Bintang. Kenapa Bintang ga ada di sekolah ?" Tanyaku bertubi-tubi padanya. "Bintang tiba-tiba kangen mama. Teman-teman semua kalau sekolah diantar sama mama, kenapa Bintang tidak pernah diantar sama mama ?" Bintang Kejora Putri, kami biasa memanggilnya Bintang. Dia adalah putri terakhirku bersama almarhumah istriku. 7 tahun yang lalu istriku harus meregang nyawa karena kehabisan darah saat melahirkan putriku Bintang. Bintang tidak pernah tau siapa ibunya, dia hanya melihat dari foto yang ada dirumah kami. Aku Awan Langit Cakrawala. Nama yang sangat berat disematkan oleh kedua orang tuaku. Mereka menginginkan seorang anak laki-laki kuat yang memiliki cita-cita setinggi langit dan seluas cakrawala. Aku seorang duda beranak 3. Ketiga anakku seorang perempuan, panggil saja Mentari, Bulan, dan Bintang. Kenapa namanya kami semua saling berkaitan dengan angkasa raya ? Itu permintaan istriku Rosa. Dia ingin anak-anaknya sama sepertiku, pekerja keras dan peraih cita-cita setinggi langit. Anak pertamaku Mentari Aurora, anak keduaku Bulan Permata, dan Binta Kejora Putri. Aku pemilik pabrik kue terkenal di SoloBaru, banyak orang di Solo, Jogja, Karanganyar,Sragen, Boyolali sering memakai kue kami jika ada pesta besar atau hajatan sederhana, harga kue di toko kamipun bervariasi sehingga semua orang bisa menjangkau makanan ditempat kami. Menduda selama 7 taun membuatku berjuang sendiri untuk merawat dan membesarkan anak-anakku, aku tidak tau apa saja yang mereka butuhkan, tapi jika mereka meminta sesuatu aku berniat harus selalu mewujudkannya. Mentari yang paling dewasa, dia yang paling banyak meminta ini itu, tapi wajar untuk usia remaja seperti dia yang selalu ingin tampil cantik, berbeda dengan Bulan yang mungkin selain memang cuek juga karena dia yang masih kecil jadi belum terlalu banyak menuntut ini itu, sama seperti putri bontotku Bintang yang tidak pernah meminta apapun kecuali memintaku mengantarkannya bertemu dengan mamanya. Bintang sudah kuberitahu berkali-kali bahwa ibunya telah tiada, makamnyapun juga kutunjukkan pada Bintang, tapi tetap saja mungkin karena usianya yang masih kecil sehingga dia belum mengerti apa itu kehidupan lain. Tapi hatiku sangat terkejut ketika aku mendengar cerita Bintang bahwa dia bertemu dengan mamanya. Aku berfikir jika mungkin itu hanyalah halusinasi yang dimiliki Bintang karena keinginannya untuk bertemu ibunya. "Mau sampai kapan kita disini sayang ?" Tanyaku pada Bintang. "Sampai mama datang papa, kemarin Bintang ketemu mama disini. Pasti hari ini mama kesini lagi." Selama seminggu terakhir Bintang selalu mengajakku ke sebuah bengkel kecil di pinggir jalan, dia bilang dia ketemu mamanya disitu. Aku sudah berusaha untuk meyakinkan bahwa orang yang dia sebut mama itu tidak akan mungkin kembali ke bengkel setiap hari, tapi tetap saja Bintang ngeyel. Hingga lada suatu hari saat aku harus mengantar anak gadisku Mentari ke salon bersama Bulan dan Bintang, Bintang kembali melihat seseorang yang dia panggil mama. Aku sungguh tak menyangka bahwa gadis yang selama ini dia ceritakan dengan penuh keceriaan itu adalah bocah kecil seumuran anakku Mentari. Bahkan dia adalah teman sekolah Mentari putriku. Bertemu demgannya pun aku hanya sekali dua kali, berbincangpun aku tak pernah bagaimana bisa aku menjadikan dia istriku seperti permintaan Bintang ? "Bintang mau mama tinggal di rumah ini papa barengan sama Bintang, biar Bintang sekarang kalau tidur ada yang nemenin kaya temen-temen Bintang yang lain." Kata Bintang sepulang kami dari salon. "Tidak akan ya Bintang ! Dia itu seumuran kakak ! Temen sekolah kakak! Gak lucu kalau dia nikah sama papa !" Gertak Mentari. "Kakak jahat!" Bintang menangis berlari kekamar diikuti oleh Bulan. "Mentari ! Jangan sekeras itu sama Bintang ! Dia masih kecil, belum ngerti apa-apa. Jangan seperti itu kamu !" Bentakku pada Mentari. "Pa, mending sono deh papa cari istri lagi ! Kali ini Tari restuin papa nikah lagi, asal jangan sama Senja ! Mentari tidak setuju titik !" Mentari pergi. Menikah ? Dengan Senja ? Aku saja bahkan baru mengetahui namanya. Bagamaimana bisa aku akan menikah dengan bocah ingusan itu ? Akupun juga tidak mau dinilai p*****l oleh semua orang hanya karena menuruti keinginan Bintang. Kubuang kemejaku ke sembarang arah. Rasa lelah menyerang tubuhku. Kusandarkan tubuhku di sofa ruang keluarga. Disaat seperti ini aku rindu Rosa. Kuraih album poto keluarga kami, melihat senyumannya membuatku sedikit lebih tenang. Rosa pribadi yang lembut, aku sungguh mencintainya. Senyumnya mirip dengan bocah bernama Senja itu. Tunggu ! Kutegakkan dudukku, kulihat jelas poto Rosa di bingkai itu, entah kenapa aku terbayang bocah ingusan itu, tidak ada kemiripan sama sekali antara Senja dan Rosa, tapi bagaimana bisa Bintang menganggap Senja adalah ibunya? Tidak ! Aku salah ! Ada kemiripan disana, di sudut yang tak bisa kusebutkan, di senyuman Rosa dan gurat wajah Rosa, ada kemiripan yang nyarih tak terlihat jika tak diperhatikan dengan seksama, aku percaya bahwa memang ada makluk yang diciptakan hampir mirip di dunia ini, mungkinkah itu Senja ? "Papa, bangun pa. Papa!" Bulan membangunkan aku yang tak sengaja tertidur di sofa sambil memeluk poto kami. "Iya sayang. Maaf papa ketiduran. Bulan mau apa ?" Tanyaku pada putri keduaku tersebut. "Gak ada apa-apa kok pa. Cuma mau ngasih tau aja kalau Bintang baru aja tidur." "Daritadi ?" "Nangis terus pa. Sampai Bulan bingung gimana ngehiburnya." "Kamu kakak yang baik nak." "Pa, tante itu siapa ? Papa kenal ?" "Tante ?" "Yang tadi pa, yang dipanggil Bintang mama." "Oh, enggak. Papa gak kenal sama sekali, dia teman kakakmu katanya. Jujur papa juga kaget saat Bintang menganggapnya mama." "Senyumnya mirip mama pa. Suaranya juga." Jawab Bulan singkat. "Kamu tau ?" "Tadi ngobrol sebentar pa. Ya mungkin selain karena itu emang dasarnya Bintang udah kangen sama sosok mama pa." "Papa tau. Nanti biar papa ngobrol sama Bintang." "Papa nikah lagi aja. Siapa tau nanti Bintang udah ga ngayal-ngayal lagi punya mama. Kali ini Bulan setuju, asal jangan sama tante Mery ya pa." Uhuk uhuk uhuk aku langsung terbatuk mendengar Bulan berbicara tentang Mery, sekertaris pribadiku yang sesungguhnya telah mencuri hatiku. Namun sayangnya anak-anakku tak pernah mengijinkanku menikah lagi dan mereka tak menyukai Mery.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN