Kondisi tubuh Azure menjadi lebih baik setelah beberapa hari istirahat dan tidak melakukan hal-hal berat, namun luka di tubuhnya masih tidak sepenuhnya sembuh. Jadi untuk menghindari agar luka jahitannya tidak terbuka kembali, Azure harus menggunakan kereta untuk kembali ke kastil.
Meski Azure merasa bahwa kondisi tubuhnya sudah cukup baik untuk mengendara kuda, Ratu Sophia masih mendorong Azure dan Ruby ke dalam kereta dan tidak membiarkan mereka mengendarai kuda.
"Aku dan Ayahmu akan berkunjung sesekali, hati-hati dan jangan berlatih dulu sebelum lukamu sembuh total."
Azure tertawa pelan dan menepuk tangan ibunya. "Aku mengerti ibu, jangan khawatir."
Ratu Sophia mengangguk dan menoleh ke arah Ruby. "Jika dia tidak mendengarkanmu, kirim surat padaku..." Ratu Sophia melambaikan tangannya dan seorang pelayan datang dengan membawa seekor merpati putih di dalam kandang. "Dia mengirim surat berkali-kali lebih cepat dari seorang prajurit."
"....Oh baik Yang Mulia." Ruby mengangguk pelan dan menerima merpati itu.
Ratu Sophia akhirnya puas dan membiarkan rombongan mereka meninggalkan istana.
"Kenapa kau menatapku seperti itu?" Ruby menoleh ke arah Azure yang sejak dia menerima merpati dari Ratu Sophia tidak berhenti menatapnya.
"Kau sekarang berada di pihak ibuku?" tanya Azure.
Ruby tidak mengerti namun menggeleng. "Aku selalu di pihakmu."
Azure menatap Ruby dan merpati di sisinya lalu bertanya lagi, "Lalu kau akan melapor jika aku tidak mendengarkanmu."
Ruby mengangguk tanpa ragu.
"Dan kau mengatakan kau berada di pihakku?" Azure bersedekap.
"Hm. Aku selalu di pihakmu, tetapi jika kau bandel pada hal-hal yang menyangkut kesehatanmu, aku akan melapor pada Yang Mulia Ratu." Ruby juga bersedekap.
Bibir Azure melengkung ke bawah. "Tahukah kau bahwa sikap seperti itu seperti kau sedang melangkah di dua perahu yang berbeda (berselingkuh) secara terang-terangan?"
Ruby menggaruk memiringkan kepala dan menggaruk pipinya. "Sangat merepotkan untuk melangkah di dua perahu yang berbeda di saat yang sama. Aku lebih suka melompat, dengan begitu melangkahi tiga sampai empat perahu tidak masalah."
Azure "....."
Ruby yang biasa telah kembali, tidak lagi memperlakukannya seperti seorang pangeran, Namun entah mengapa Azure merasa dia telah menggali kuburan untuk dirinya sendiri.
Dia mungkin harus lebih banyak belajar untuk berdebat untuk menang dari Ruby.
Azure mendengus pelan dan mengalihkan tatapannya pada jendela kereta sedangkan Ruby menunduk untuk bermain dengan peliharaan barunya.
Untuk beberapa saat kereta yang hanya memuat mereka berdua itu hening, namun dengan suasana hening yang harmonis.
Hingga Ruby mendongak ketika mengingat sesuatu.
"Oh ya. Ibumu memberiku sesuatu yang tidak seharusnya."
Kata-kata Ruby menarik perhatian Azure dari jendela. "Apa?"
Ruby meletakkan kandang merpati ke lantai dan bergerak untuk duduk di sisi Azure yang duduk di hadapannya. "Dia memberiku ini."
Ruby mengeluarkan token kerajaan dari pinggangnya.
Azure mengangkat alis. "Token kerajaan?"
"Sssttt... " Ruby mendekat dan meletakkan jari telunjuknya ke bibir Azure untuk membuat pria itu diam. "Seseorang bisa mendengarmu."
Azure yang tidak siapa dengan jarak mereka yang memendek tiba-tiba tidak tahu harus meletakkan mata dan tangannya di mana. Dia berkedip beberapa kali dan meletakkan kedua tangannya ke pangkuan dengan posisi duduk yang sedikit kaku.
Bau ramuan aromaterapi perlahan menguar dari tubuh Ruby dan memenuhi penciuman Azure.
"Memangnya kenapa jika mendengarkan?" Azure menormalkan nafasnya begitu Ruby melepas jemarinya dari bibirnya.
"Aku tidak ingin siapa pun tahu kalau Yang Mulia Ratu memberikan token ini padaku."
"Kenapa?"
Ruby menggeleng. "Aku tidak bisa menerimanya." Dia kemudian menyodorkan token itu ke tangan Azure untuk meletakkannya di sana. Namun Azure menghindarinya dengan cepat.
"Ibu memberimu, terima saja."
"Benda sepenting ini sangat tidak pantas di pegang olehku."
Ruby bukannya takut memegang token itu, dia hanya tidak ingin menyebabkan masalah. Meski dia selalu percaya diri dengan kemampuannya untuk menjaga sesuatu. Namun dia tidak akan terlalu arrogan untuk bangga karena memegang token kerajaan yang berkuasa.
Dia tahu pengetahuannya tentang kerajaan timur masih sangat minim, masih banyak peraturan yang tidak dia ketahui. Jika dia memegang token kerajaan seperti ini dan menyebabkan masalah, maka semua kesalahan akan di limpahkan kepada Azure.
Jika itu dulu, Ruby mungkin akan cukup percaya diri bahwa dirinya tidak akan menyebabkan masalah untuk Azura. Namun sekarang, melihat bagaimana manusia bisa melakukan apa saja untuk menjatuhkan lawan mereka, Ruby cemas jika seseorang tahu dia memegang token kerajaan, orang itu akan menyebabkan masalah menggunakan token itu.
Azure mengerti apa yang Ruby cemaskan, namun dia masih menolak untuk mengambil kembali token itu.
"Ruby, kau ini tabibku, penyelamat juga orang kepercayaaanku. Bahkan jika ibu tidak memberimu token, ayah dan aku pasti akan memberikannya." Dia menepuk Puncak kepala Ruby dengan pelan.
"Kenapa? Benda ini sangat penting."
"Token itu akan sangat penting. Selain mendapatkan apa pun yang kau mau, token itu juga bisa membuat beberapa prajurit yang tidak tidak menghargaimu bisa patuh."
Ruby tertegun.
Azure berkata, "Saat ini, Boo dan Demien tidak ada di sisiku. Beberapa tugas yang biasanya mereka lakukan akan secara otomatis menjadi tugasmu. Tapi kau hanya seorang diri, kau tentu tidak akan mampu melakukan semuanya namun prajurit dan penjaga tidak akan serta merta melaksanakan tugas dari seorang tabib. Jadi saat itu terjadi, token ini bisa membantu."
"Aku bisa melakukannya."
"Huh?"
"Aku bisa melakukan semua tugas Boo dan Demien seorang diri," kata Ruby penuh keyakinan.
"Kau juga perlu meneliti ramuan dan berlatih bersama Miss Susan."
Ruby mengangguk tanpa ragu. "Aku bisa melakukan semuanya."
Azure menghela napas dan tersenyum tipis. "Ruby, semampu apa pun kamu, kau juga seorang manusia yang...
"Aku seorang penyihir." Ruby memotong perkataan Azure. "Kemampuanku untuk melakukan sesuatu jauh lebih baik dari manusia pada umumnya."
".....Apa kau sedang bertikah arrogan?"
"Tidak. Aku hanya mengingatkan, aku seorang penyihir yang juga seorang manusia. Aku bisa melakukan kesalahan sebagai manusia, namun aku juga adalah seorang penyihir yang bisa melakukan sesuatu lebih baik dari manusia." Ruby tersebut dengan lebar. "Aku akan menjagamu dengan baik."
Deg..
Sinar matahari menembus kaca jendela kereta dan menyentuh wajah Ruby, menciptakan fatamorgana kilauan di wajah gadis itu, menyebabkan parasnya berkali-kali lebih memikat terlebih dengan senyumannya itu.
Ini bukan pertama kalinya Azure berpikir tawa Ruby terlalu berbahaya untuk jantungnya, namun dia tidak pernah bisa kebal.
"Aku tidak mengizinkannya." Azure memaksa matanya untuk beralih dari wajah memesona di hadapan lalu kemudian bergeser dan duduk di sisi yang berlawanan dari Ruby.
"Huh? Tapi...
Azure tidak mendengarkan dan mengalihkan tatapannya kembali ke luar jendela.
Saat berhadapan dengan Ruby, wibawa Azure sebagai putra mahkota selalu berubah menjadi buih.
Bersambung...