Akhirnya Bangun

1030 Kata
Azure tertidur selama 48 jam lebih, dan baru tersadar dua hari setelah pertarungan. Dia membuka matanya yang berat secara perlahan, menyesuaikan retinanya dengan cahaya matahari sore yang membias dari jendela besar di sisi tempat tidurnya.   Setelah mengumpulkan semua kesadarannya, dia kemudian menyingkap selimut dari tubuhnya dan merasakan seluruh otot-ototnya sekali lagi menjerit kesakitan sedangkan nafas lemahnya yang tidak lagi dia rasakan selam berhari-hari, kini datang secara tiba-tiba sehingga Azure sedikit tidak siap dan mengerutkan kening karena rasa pening. Tapi meski begitu, semangatnya sedang berada di tingkat tertinggi.   Di dalam tidurnya, Azure ingat bahwa dia bermimpi mengalahkan Rian yang sombong berkali-kali, membuatnya berlutut dengan wajah babak belur dan mengalahkannya dengan sangat memalukan di depan para prajurit. Dan begitu Azure terbangun dan melihat semua ingatan yang terjadi di Sanggar bela diri, Azure dengan senang hati menyadari bahwa semua mimpinya adalah kenyataan yang terulang di dalam mimpi.   Azure bangkit dari tempat tidur dengan senyuman tipis di bibirnya dan turun dari tempat tidur, bersamaan dengan itu, pintu kamarnya tiba-tiba terbuka.   Dari Luar, Ratu Sophia berjalan masuk dengan tergesa di ikuti oleh Raja Alfred. Keduanya memiliki wajah yang terlihat letih dan kantong mata hitam yang tebal di mata mereka, Namun begitu melihat bahwa Azure benar-benar telah bangun, keduanya menghela napas lega.   Ratu Sophia meletakkan semua beban tak kasat mata di pundaknya semenjak Azure jatuh pingsan dan menghampiri Azure dengan air mata yang berlinang. “Azure, bagaimana perasaanmu? Apakah kau tidak nyaman di suatu tempat? Kau ingin apa? Makan? Minum atau sesuatu?”   Ratu Sophia menahan keinginan untuk memeluk putranya dengan erat dan mulai merecoki Azure dengan banyak pertanyaan.   Azure tersenyum dan menatap pasrah kepada ayahnya lalu menepuk pundak ibunya untuk menenangkannya. “Aku baik-baik saja ibu.” dia merentangkan tangannya untuk memperlihatkan keseluruhan tubuhnya. “Aku merasa sangat luar biasa.” tawanya terdengar lembut.   Raja Alfred mendekat dan memeluk pundak istrinya. “Sudah aku katakan, putra kita adalah pria yang kuat. Kau seharusnya tidak perlu terlalu cemas.”   Ratu Sophia mendelik. “Memangnya siapa yang gelisah setiap malam dan bolak-balik memeriksa kamar Putranya di tengah malam?”   “Siapa? Kamu?” Raja Alfred berkedip-kedip seolah tidak bersalah yang menyebabkan Ratu Sophia mendengus namun akhirnya berhasil mengeluarkan senyum tipis.   Azure mengundang kedua orang tuanya untuk duduk di sofa lalu dia sendiri beranjak terlebih dahulu untuk membersihkan diri dan mengganti pakaian.   Dan begitu dia selesai, Boo serta Demien menjadi orang tambahan di dalam ruangan, membawa makanan dan minuman ke atas meja.   Azure tersenyum berterima kasih lalu duduk di samping orang tuanya.   “Kenapa kau tidak makan?”   “Aku ingin makan dengan kalian.” Kalian yang Azure maksud termasuk Boo dan Demien. “Ini untuk merayakan kemenanganku dalam pertarungan melawan Rian.”   Raja, Ratu dan Putra Mahkota, makan di meja yang sama dengan seorang pengawal sebenarnya adalah hal yang tabu dan akan mengundang banyak bisikan tidak setuju dari segala kalangan dan katanya akan menodai kehormatan para bangsawan. Namun Raja Alfred dan Ratu Sophia juga tahu bahwa Boo dan Demien bukan lagi hanya sekedar pengawal di dalam hati putranya, jadi mereka hanya saling memandang dan mengangguk dan menyetujui keinginan Azure.   Lagi pula, saat ini mereka sedang berada di ruangan tertutup tanpa orang lain selain mereka berlima, jadi seharusnya tidak ada masalah apa pun selama mereka sepakat untuk tutup mulut.   Saat Azure meminta untuk makan bersama, Demien telah memiliki perasaan tidak enak di dalam hatinya dan berdoa di dalam hati agar Raja dan Ratu menolak usulan itu. Namun, siapa sangka bahkan Raja Alfred akan mengangguk dengan senang hati.   Boo dan Demien tidak punya pilihan lain dan berlutut. “Tidak Yang Mulia, kami tidak berani.”   Mereka tentu tidak ingin melanggar peraturan yang telah mereka junjung dengan tinggi. Makan semeja denagn Putra Mahkota adalah garis bawah mereka, jika sekarang mereka juga duduk di meja yang sama dengan Raja dan Ratu kerajaan Timur, Boo dan Demien bahkan tajut membayangkan kisah tragis seperti apa yang menanti mereka.   Azure menoleh ke arah dua pengawalnya. “Kenapa? Kalian tidak ingin merayakan kemenanganku?”   Demien menunduk dan menggigit giginya. “Yang Mulia, Anda akan membuat kepala kami menggelinding di tanah.”   Azure tertawa pelan. “Siapa yang berani memenggal kalian?” Dia kemudian menatap ayahnya. “Apakah ayah akan melakukannya?”   “Tentu saja tidak.” Raja Alfred menjawab dengan pelan lalu menatap ke arah Demien dan Boo. “Anggap saja hari ini adalah hari spesial, duduk dan makanlah bersama kami.”   Jika Raja telah bertitah, siapa lagi yang mampu menentang?   “Oke, lalu kita bisa makan sekarang.” Ratu Sophia bangkit dan beranjak ke meja makan namun Azure menghentikannya. “Ada apa? Kau menginginkan sesuatu yang lain?” Ratu Sophia memiringkan kepala.   “Tentu saja, kita harus menunggu Ruby dulu.” Azure menjawab tanpa kehilangan senyumnya.   Raut wajah semua yang ada di dalam ruangan berubah kecuali Azure.   Perubahan wajah mereka sangat kentara sehingga bahkan jika Ratu Sophia langsung mengalihkan tatapannya, Azure masih menangkap raut wajah ibunya dan mengerutkan kening.   Seketika itu senyum Azure pudar. “Ada apa?” tanyanya.   Raja dan Ratu memiliki hak untuk menolak menjawab pertanyaannya, namun Boo dan Demien berbeda. Jadi alih-alih mencari tau dari kedua orang tuanya, Azure langsung bertanya kepada dua bawahannya.   “Kalian tidak lupa memberitahu Ruby bahwa aku sudah bangun kan?” Azure bertanya lagi.   Namun Boo dan Demein masih menunduk, tidak berani mendongak ke arahnya dan hal itu jelas membuat Azure memiliki firasat buruk, jadi dia berdiri langsung dan menghampiri Boo.   “Boo berdiri.”   Dengan sangat berat, Boo berdiri namun matanya masih menatap lantai sedangkan tangannya yang mengepal bergetar di bawah tatapan tajam Azure.   “Di mana Ruby?” tanya Azure dengan suara penuh penekanan.   Boo menunduk semakin dalam sedangkan kepalan tangannya semakin erat sehingga kuku-kukunya hampir menembus kulit dan dagingnya.   “Azure, ayo kita makan terlebih dahulu, setelah itu ayah akan menjelaskan semuanya kepadamu.” Mau tak mau, Raja Alfred harus maju dan meredakan sedikit amarah Azure yang mulai tersulut.   Namun Azire sama sekali tidak menghiraukanya, hanya menoleh sejenak dan berkata ke arah Boo. “Jawab!”   Suara bentakan itu menggema di dalam ruangan dan mengejutkan semua orang, hingga Ratu Sophia yang berdiri tak jauh dari sana berjengit dan mengelus dadanya.   “No-nona Ruby saat ini berada di istana dingin yang mulia.”   Bersambung...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN