Setibanya Ruby dan Susan di sanggar bela diri, arena pertarungan telah dikelilingi banyak orang hingga yang terlihat hanyalah sekumpulan kepala para prajurit dan juga suara kasak kusuk mereka.
Untuk sesaat, Susan kebingungan mencari celah untuk maju ke barisan depan agar bisa menonton dengan leluasa, setiap kali dia mencoba untuk menerobos barisan, dia akan terus terdorong ke belakang dengan kasar oleh orang-orang depan mereka.
Terlebih, mereka berdua hanyalah dua wanita yang tingginya di bawah para pria militer itu, jadi bahkan ujung kepala Azure di atas arena tidak terlihat.
Ketika sorak sorai semakin ribut, Susan menjadi sangat tidak sabar hingga mengumpat beberapa kali dan melupakan tata krama yang seharusnya dia perlihatkan di depan muridnya sendiri.
“Aisshh bagaimana kita bisa melihatnya jika kepala orang-orang ini sangat tinggi!” Susan menggerutu pelan dan mencoba untuk menerobos lagi hanya untuk berakhir dengan kegagalan lagi dan lagi.
Ruby yang tetap di belakang menggelengkan kepala, jika dia tetap bersama Susan, dia tidak akan melihat pertarungan Azure hingga selesai. Jadi dia mulai diam-diam memisahkan diri dari Susan, mencari jalan lain dengan memanjat gedung yang ada di sekitar dan memutuskan untuk memperhatikan dari atap.
Pertarungan di dalam arena telah di mulai. Azure membawa pedang dan berhadapan dengan Pangeran Rian yang bersenjatakan tombak besar.
Keduanya telah bertarung selama beberapa putaran dan masih tidak ada yang memperlihatkan kelemahan mau pun d******i yang menonjol.
“Sepertinya kondisi tubuhmu memang jauh lebih baik.” Rian mendengus di antara serangannya dan menyeringai. “Tapi sejauh mana kau bisa bertahan?”
Azure hanya menampakkan senyum tipis. “Selama kau masih berdiri tegak.”
Seperti kata Azure, Teknik bertarung Pangeran Rian berada di bawah rata-rata di bandingkan Azure, keuntungannya saat mengalahkan Azure adalah murni karena kondisi tubuh Azure yang lemah dan mudah lelah. Dan sekarang, begitu kondisi Azure sedikit lebih baik, Azure hanya seperti bermain-main dan menyeret waktu untuk memojokkan Rian, membuatnya merasakan bagaimana rasanya kalah setelah tenaga di dalam tubuhnya terkuras secara perlahan.
Azure orang yang bijaksana, namun bukan seorang saint yang tidak akan mengenal namanya balas dendam.
Di dalam dirinya yang selalu terlihat hangat, Azure juga manusia yang menyimpan sifat gelap di dalam hatinya.
Hingga matahari bersinar terik di atas kepala dan ketika bayangan tepat berada di bawah kaki, Rian telah menumpukkan tubuhnya menggunakan tombaknya dan menatap tak percaya pada Azure yang masih berdiri tegak. “Tidak mungkin, bagaimana bisa kau bertahan begitu lama?”
Jika itu Azure yang dia tahu sebelumnya, pria itu saat ini seharusnya telah berlutut di hadapannya dengan napas putus-putus karena lelah.
Jadi apa yang terjadi kepada Azure salam dia mengunjungi hutan perbatasan? Bagaimana dengan tubuh lemahnya yang selalu bisa dia cemooh?
Azure menikmati tatapan marah bercampur tak percaya Rian da mengarahkan pedangnya ke arah saudaranya itu. “Apa kau mengaku kalah?”
“Jangan Bermimpi!” Rian berteriak marah dan berusaha untuk berdiri, lalu mundur dari jangkauan pedang Azure dan mengeluarkan sebuah botol dari lengan bajunya.
Ketika tutup botol itu terbuka, bau yang tidak bisa di cium orang lain justru tercium oleh Ruby yang sedang duduk di atap.
“Bau ini?” Ruby mengerutkan kening, dia samar-samar merasa familiar dengan baunya namun ingatannya terlalu samar-samar untuk memastikannya dengan jelas.
Rian menyeringai ke arah Azure lalu meminum obat di dalam botol kecil itu dengan sekali tegukan.
“Pangeran Rian, meminum obat penambah stamina di dalam pertarungan menyalahi aturan.” Pria yang berperan sebagai wasit menyerukan suara dengan takut-takut, namun raut tidak senangnya masih terpancar di matanya.
Seluruh arena diam, para prajurit terdengar berbisik-bisik dan secara terang-terangan menatap tak setuju ke arah Rian.
“Apa kalian pikir dengan kondisi tubuh Putra Mahkota kalian ini, dia tidak meminum obat apa pun untuk bisa memiliki daya tahan tubuh seperti ini?” Pangeran Rian mendengus dan menuding Azure, menatapnya dari atas ke bawah dengan remeh. “Akui saja, aku mendengar kau memiliki tabib baru yang hebat. Apakah dia berhasil membuat ramuan penambah stamina untukmu?”
“Aku tidak meminum obat apa pun sebelum masuk ke arena pertarungan.” Azure berkata dengan suara yang lantang. Sejak meninggalkan kastilnya, Azure memang tidak minum ramuan apa pun lagi.
Lilin aromaterapi bukan sebuah ramuan obat.
Rian mendengus tak percaya. “Yang Mulia, jika ingin berbohong, katakan sesuatu yang masuk akal?” Dia menatap sekeliling dengan senyum miring. “Semua orang di kerajaan ini tahu bagaimana kondisi tubuhmu yang sebenarnya.”
Azure menatap para prajurit yang mulai meliriknya secara sembunyi-sembunyi, mereka jelas telah terhasut oleh kata-kata Pangeran Rian. Dengan kondisi seperti itu, Azure hanya bisa menghela napas. “Baiklah, jika kau bersikeras bahwa aku meminum ramuan sebelum pertarungan, maka karena kau telah meminum ramuan yang sama. Lalu mari buktikan apakah aku menang darimu hanya pengaruh dari obat penambah stamina atau kau memang lebih lemah dariku.”
Rian kembali memasang kuda-kuda untuk melanjutkan pertarungan ketika merasa energi di dalam tubuhnya bertambah secara signifikan. “Yang Mulia, aku tidak pernah tahu kau bisa bersikap sesombong ini.”
“Aku hanya menyombongkan sesuatu yang bisa aku banggakan.” Azure memasang posisi siaga. “Dan aku yakin bisa menjatuhkanmu hari ini.”
Ruby di atas atap semakin mengerutkan kening. Dia selalu merasa bahwa dia telah salah menilai sesuatu. Sepertinya dia harus meniti ulang penelitiannya.
Pertarungan hari itu telah di takdirkan untuk menjadi perbincangan seluruh kalangan di kerajaan Timur. Rian yang di kalahkan dengan memalukan hingga babak belur dan Azure yang masih berdiri kokoh di atas arena.
Dan berita paling menggembirakan adalah kabar bahwa Putra Mahkota Kerajaan Timur yang bertahun-tahun sakit telah sembuh dan telah memperlihatkan kekuatan bertarungnya yang hebat.
Namun berbeda dengan situasi bahagia para pendukung Putra Mahkota, di dalam istana kini tengah dihinggapi aura suram yang kental. Pasalnya, setelah kembali dari sanggar bela diri hari itu, Azure jatuh pingsan dan belum sadarkan diri hingga malam menjelang.
Untuk itu, Demien tidak lagi menyembunyikan kemarahannya, bahkan di hadapan Raja dan Ratu, dia masih memarahi Ruby dengan suara yang sama sekali tidak kecil. “Beginikah kau menjalankan tugasmu sebagia tabib pribadi Yang Mulia? membiarkannya bertarung di arena di saat kondisi tubuhnya masih sangat lemah?”
Meski seperti itu, Ruby masih berdiri tegak tanpa raut bersalah sama sekali di wajahnya. Mengarahkan wajahnya ke arah di mana Azure berbaring, seolah bisa melihat sosok pria itu dari balik penutup matanya.
“Apa kau mendengarku? Apa kau mengerti di mana kesalahanmu?” Demein semakin kesal begitu Ruby mengabaikannya.
“Di mana kesalahanku?” Ruby akhirnya menoleh, raut wajahnya sama sekali tidak mengalami perubahan. “Membiarkannya bertarung saat kondisi tubuhnya lemah? apakah kau melihat Yang Mulia terlihat lemah di arena siang tadi?”
Demien mengepalkan tinjunya. Dia memang untuk pertama kalinya melihat Azure bersinar di arena, berdiri kokoh layaknya panglima perang. Tetapi jika Azure harus mengorbankan kesehatannya, Demien lebih baik tidak pernah melihat sosok Azure yang seperti itu. “Dia terlihat kuat karena kau memberinya ramuan, dan sekarang lihatlah apa yang terjadi!” tudingnya.
Ruby tersenyum. “Yang Mulia telah mengatakan bahwa dia tidak meminum obat apa pun, dan kau lebih percaya omongan pangeran Rian.”
“Kau!”
“Diam!”
Ratu Sophia menyela, raut wajah lelahnya berubah menjadi kemarahan ketika menatap ke arah dua orang yang sedang berdebat di hadapannya. “Jika kalian datang hanya untuk membuat keributan di sini, maka lebih baik jika kalian berdua keluar.”
Demien membungkuk dan meminta maaf lalu berjalan keluar setelah melempar tatapan tajam ke arah Ruby.
Ratu Sophia mengalihkan tatapannya ke arah Ruby. “Nona Ruby, aku benar-benar kecewa dengan tindakanmu hari ini. Aku berpikir bahwa setidaknya sebagai tabib kau bisa mendahulukan kesehatan Azure dan mencegahnya bertarung.”
“Jika aku tidak mengizinkannya bertarung hari ini, Yang Mulia Putra Mahkota akan selamanya berpikir dirinya inferior di istana ini.” Ruby membalas dengan tenang.
“Apakah itu penting? Aku hanya ingin putraku sembuh, tidak peduli bagaimana orang lain memandangnya!”
Ruby tidak menunduk. “Yang Mulia, itu adalah keinginanmu. Bukan keinginan Yang Mulia Putra Mahkota.”
“Nona Ruby!”
Raja Alfred akhirnya tidak tahan dan menegur ketidaksopanan Ruby terhadap Ratunya. Namun Ruby seolah tidak takut akan apa pun, mengangkat wajahnya ke arah Raja dan berkata. “Baginda, anda seharusnya lebih tahu bagaimana harga diri seorang pria sangat penting, jika Pangeran Rian selalu bisa mengoloknya karena kondisi tubuhnya, bahkan jika kau menempatkan Yang Mulia Putra Mahkota di tahta emas, dia akan tetap merasa dirinya jauh lebih rendah. Jika kalian ingin Yang Mulia Putra Mahkota memiliki semangat untuk bertahan hidup, kalian harus terlebih dahulu memberinya semangat untuk menjalani kehidupannya.” Ruby menarik napas dan menoleh ke arah Azure kembali. “Ini adalah tidurnya yang paling damai.”
Setelah itu, Ruby membungkuk dalam dan keluar dari ruangan.
Raja Alfred dan Ratu Sophia saling memandang namun tidak bisa tidak menatap ke arah senyuman manis di bibir Azure yang masih tak sadarkan diri.
Bersambung...