Pesan dan Perpisahan Sementara

1487 Kata
Setelah penyerangan Yang Mulia Putra Mahkota dan Baginda Raja di lingkungan istana, penjagaan istana menjadi sangat ketat. Sejauh mata memandang, selalu ada dua prajurit yang berjaga berlalu lalang meski matahari telah tenggelam.   Lampu-lampu taman di letakkan hanya beberapa ratus meter dari satu dan yang lainnya agar tidak meninggalkan celah tersembunyi untuk orang-orang yang tidak di inginkan.   Ruby yang baru saja keluar dari istana sambil memeluk peta kuno di lengannya berjalan dengan langkah ringan melintasi taman, sesekali akan membalas sapaan pelayan yang menyapanya dengan anggukan pelan yang hampir tak terlihat.   Ketika melintasi jembatan lengkung di atas kolam teratai, Ruby menghentikan langkahnya. Mengerutkan bibir untuk sesaat sebelum melanjutkan langkahnya.   “Kalian menungguku?” Dia bertanya.   Prajurit yang baru saja melintas segera menoleh ketika mendengar itu, dia menatap sekeliling dan menoleh kepada rekannya yang juga menatap ke arahnya. Selain mereka bertiga, tidak terlihat orang lain di tempat itu.   Prajurit berzirah besi itu mengembalikan tatapannya ke arah Ruby. “Kami hanya sedang bertugas.” katanya sesopan mungkin, meski Ruby bukalah seorang bangsawan atau pejabat penting, posisinya sebagai tabib pribadi Azure cukup untuk membuatnya sedikit di hormati para penjaga dan pelayan.   Ruby berbalik dan memiringkan kepala. “Aku tidak sedang bertanya kepada kalian,” katanya.   “Eh?” kedua prajurit itu kembali saling memandang kemudian menatap sekitar lagi dengan lebih teliti namun masih tidak menemukan siapa pun di sekitar mereka, yang terdekat hanya dua prajurit lain yang sedang berjalan ke arah mereka.   Seketika dua prajurit merasakan bulu kuduk mereka berdiri.   Meski mereka adalah prajurit yang biasanya tidak bergosip, namun selama beberapa hari mereka bertugas di lingkungan istana, mereka cukup mendengar banyak rumor tentang tabib pribadi Putra Mahkota ini.   Beberapa rumor berkata bahwa Ruby menutup matanya bukan karena dia buta, namun karena matanya hanya bisa melihat sesuatu yang tidak bisa di lihat oleh manusia normal dan karena tidak tahan dengan pemandangan menyeramkan itu, gadis itu akhirnya menutup matanya.   Namun rumor yang paling terkenal adalah bahwa penyebab Ruby sangat penyendiri dan tidak suka berinteraksi dengan siapa pun karena dia memiliki lingkaran temannya sendiri yang selalu berada di sekitarnya, namun tidak bisa di lihat oleh manusia lain. Karena itulah, suhu tubuh Ruby jauh lebih rendah dari manusia lainnya.   Sebagai seorang prajurit yang telah melihat darah dan mayat di medan perang, rasa takut mereka jauh lebih sedikit dari manusia yang tidak pernah menodai tangan mereka dengan darah Namun selalu ada pengecualian untuk sesuatu yang tidak di ketahui seperti hantu.   Mereka adalah prajurit yang tak takut pada manusia sekejam apa pun namun masih merinding ketakutan ketika menyangkut tentang hantu.   Ruby yang merasakan ketakutan dari dua prajurit di hadapannya kebingungan. “Ada apa?” dia bertanya sembari memeriksa pakaian juga wajahnya, kalau-kalau sesuatu di tubuhnya bisa membuat dua prajurit itu ketakutan.   “Tidak... Bukan apa-ap....   Tap!   Sesosok bayangan hitam jatuh dari pohon besar.   !!!   Dua prajurit dengan tinggi seratus delapan puluh sentimeter, memegang tombak runcing kokoh di tangan mereka, melarikan diri luntang lantung dari sana, berteriak tanpa membuka mulut mereka hingga mengeluarkan suara seperti babi yang tercekik.   Ruby. “....”   Kondisi itu benar-benar lucu namun Ruby bahkan tidak bisa tertawa karena merasa miris dengan mental dua prajurit tadi.   Ruby tidak tertawa, namun pria di belakangnya tidak menahan tawanya.   Boo, sosok yang baru saja melompat turun dari pohon, tertawa terbahak-bahak hingga hampir berguling ke tanah.   Dua prajurit lain yang melintasi mereka tidak bisa menyembunyikan raut aneh mereka, namun tetap membungkuk hormat sebelum pergi.   “Hahahaha, kau lihat wajah mereka?” Boo menghapus air matanya akibat tawa yang berlebihan. “Lucu sekali.”   “Bukankah kau sama saja?” Sosok lain muncul dari balik pohon, bersandar dan menatap Boo dari atas ke bawah dengan mencemooh.   Boo kehilangan tawanya, dia berbalik dan melemparkan tatapan tajam ke arah Demien seolah memberinya ancaman mematikan jika dia mengatakan sesuatu.   Namun ketika melihat itu, seringai tipis justru muncul di sudut bibir Demien. “Apa? Kau sudah lupa? Perlukah aku...   “Demien!”   Boo berteriak sangat kencang sehingga beberapa ratus meter ke depan dan belakang, prajurit yang sedang berpatroli bisa mendengarnya dengan jelas.   Ruby menggosok dahinya lalu menghela napas. Jika dirinya dan Demien adalah minyak dan air yang tidak akan bisa menyatu namun tidak akan menimbulkan keributan, maka Boo dan Demien seperti Api dan angin, terkadang rukun hingga tidak menimbulkan suara, namun ketika ribut, mereka akan membuat ledakan besar.   Lihatlah sekarang, Boo sudah menarik pedang dari sarung pedangnya sedangkan Demien masih bertahan dengan seringaian mengejeknya.   Ruby baru menemukan tingkah mereka ini setelah beberapa kali di tinggalkan oleh Azure bersama mereka, karena saat bersama Azure kedua pengawal itu sangat patuh seperti anjing yang setia, namun ketika pemiliknya tidak ada, mereka terkadang akan berubah menjadi anjing gila yang tidak sabar untuk saling menggigit.   “Untuk apa kalian menungguku?” Ruby bertanya lagi ketika melihat Boo benar-benar akan menyerang Demien.   Dan untungnya, meski Boo masih memiliki banyak keraguan untuk Ruby, satu-satunya tempatnya menjadi sangat patuh selain Azure adalah Ruby.   Jadi dia sekali lagi melemparkan tatapan tajam pada Demien sebelum menoleh dan tersenyum pada Ruby. “Aku ingat bahwa di hutan waktu itu kau melumpuhkanku dengan jarum baja hanya dalam satu gerakan, jika kau masih memilikinya, bisakah kau membaginya kepadaku beberapa?” Boo menggaruk tengkuknya dengan sedikit malu. “Aku tidak ingin mengambil terlalu banyak penjaga dalam tim penyelidikanku agar kastil yang mulia memiliki lebih banyak penjaga, namun untuk melakukan itu, aku memerlukan beberapa ramuan yang berguna agar aku bisa menyelinap dengan mudah di mana pun.”   Setelah mendengar permintaan Boo, Ruby menyetujuinya tanpa berpikir banyak. “Aku punya banyak, beberapa juga memiliki fungsi halusinasi dan beberapa lainnya bisa membuat seseorang langsung kehilangan kesadaran. Apa kau mau?”   Senyuman Boo menjadi sangat cerah. “Aku mau! Ruby kau adalah yang terbaik!” dia mengulurkan dua jempolnya ke hadapan Ruby dengan antusias. Jika saja takut tidak sopan, Boo pasti juga akan membuka sepatunya untuk menunjukkan jempol kakinya.   Ruby hanya tersenyum tipis. “Tunggu di sini.”   Dia kemudian melompati pagar tinggi sanggar seni dengan satu lompatan dan menghilang di balik tembok. Dia kembali dengan cepat beberapa saat kemudian dengan membawa kantong berukuran sedang di tangannya.   “Botol dengan warna yang berbeda memiliki fungsi yang berbeda sedangkan kotak hitam yang di dalam adalah penawarnya jika secara tak sengaja kau terkena dampak ramuannya.” Ruby mengeluarkan kantong lain dari kantong berukuran sedang itu yang berisi beberapa macam botol berisi bubuk putih.   “Baik.” Boo mengangguk-angguk patuh dan menerima kantong dari Ruby dan menempatkannya dengan hati-hati di pingganya. “Terima kasih dan aku akan mengandalkanmu untuk menjaga Yang Mulia untuk sementara waktu ini.”   Ruby mengangguk. “Jalankan tugasmu dengan baik dan hati-hati.”   Boo mengangguk lagi, mengatakan dia mengerti lalu menghilang di telan malam dengan cepat.   Kini hanya tersisa Ruby dan Demien di sana.   “Kau ingin mengatakan sesuatu?” Ruby bertanya pada Demien.   “Apa yang ingin aku katakan tidak jauh berbeda dari Boo, sebaiknya kau menjaga Yang Mulia hingga aku kembali dan tidak membuat masalah...   “Atau apa?” Ruby menyela. Namun setelah itu, Demien hanya diam tanpa niat untuk melanjutkan perkataannya seolah dia memang tidak memiliki kata-kata mengancam apa pun yang ingin dia katakan sebelumnya.   Karena Ruby juga tidak ingin mengatakan apa-apa, taman itu untuk sementara waktu sunyi.   Sedangkan prajurit yang bertugas memilih untuk mengambil jalan lain ketika melihat keduanya sedang berbicara dengan serius.   Demien kemudian menghela napas. Setelah itu berdiri tegap dan menempatkan kepalan tangannya di d**a lalu membungkuk hormat. “Terima kasih sudah merawat Yang Mulia dan aku berharap kau bisa mencari cara untuk menyembuhkannya. Lalu aku akan berutang padamu.”   Ruby masih diam. Bahkan ketika Demien kembali meluruskan punggungnya dan berdiri tegap seolah menunggu sesuatu darinya, Ruby tidak mengeluarkan suara.   Demien bukan seseorang yang sabar, dia adalah seseorang dengan harga diri yang cukup tinggi dan ketika dia membungkuk tadi, dia telah menekan egonya dengan sekuat tenaga, jadi ketika dia tidak mendapatkan reaksi apa pun, dia mulai merasa marah dan juga malu.   Demien memutuskan untuk pergi saja. “Aku akan pe...   Namun sebelum kata-katanya selesai, gadis yang sejak tadi berdiri diam tiba-tiba melangkah maju ke arahnya, berjalan dengan cepat hingga Demien yang sedikit tidak siap melangkah mundur ketika Ruby berdiri tepat di hadapannya.   “A-apa?” apakah dia mengatakan sesuatu yang menyinggung?   Demien menatap wajah Ruby dengan cermat dan menghela napas lega di dalam hati ketika tidak melihat adanya kemarahan di wajah gadis itu.   Tanpa berkata apa-apa, Ruby mengeluarkan kantong lain dari kantong yang tadi dia bawa dan menyerahkannya kepada Demien. “Hati-hati saat memakainya, serbuk yang aku berikan semuanya sangat berbahaya. Pakai secukupnya dan gunakan penawarnya secepat mungkin ketika kau mulai merasa tidak enak setelah menggunakannya.”   Demien menatap kantong itu dan Ruby bergantian sebelum meraihnya. “Oh terima kasih.” katanya pelan.   Ruby mengangguk. “Serahkan keselamatan Yang Mulia padaku dan lakukan tugasmu dengan baik.” setelah itu dia berjalan pergi tanpa menoleh lagi, menghilang di balik tembok sanggar seni, kali ini tidak muncul lagi.   Meninggalkan Demien yang masih berdiri di sana menatap kantong di tangannya dengan pandangan kosong sebelum akhirnya beranjak pergi.    Bersambung...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN