Membutuhkan waktu selama sepuluh hari bagi mereka untuk mengarungi lautan dan mencapai daratan, namun kondisi tubuh Azure juga semakin mengkhawatirkan. Dia semakin lemah dan pucat setiap harinya dan mulai demam di malam hari bahkan beberapa kali tak sadarkan diri akibat panas tubuhnya yang terlalu tinggi.
Semua orang mulai panik, sedangkan Demien dan Ruby semakin sering bertengkar, hingga bahkan Boo mulai kewalahan untuk melerai mereka.
Puncaknya adalah hari ini, ketika Azure tiba-tiba jatuh tak sadarkan diri setelah meminum ramuan herbal yang Ruby berikan.
Dek kapal telah berantakan, meja dan kursi tidak lagi pada tempatnya, beberapa hancur dan beberapa lagi terselamatkan oleh prajurit yang tidak menginginkan duduk di lantai sepanjang hari.
Dua orang bertarung dengan tangan kosong, melompat dan saling memukul hingga membentur barang-barang yang tidak bersalah. "Ramuan apa yang kau berikan padanya?!" Demien bertanya untuk kesekian kalinya dengan amarah. Pipi dan pelipisnya telah di nodai memar akibat dari benturan benda tumpul dan juga tendangan Ruby.
Keduanya kini berhadap-hadapan dengan siaga.
"Ramuan herbal tentu saja." Ruby menjawab sembari mengibas-ngibaskan tangannya yang sempat memukul sebuah kursi hingga terjun bebas ke laut.
"Lalu bagaimana bisa Yang Mulia tidak sadar hingga setengah hari?"
"Mana aku tahu, ini pertama kalinya aku membuat resep obat itu, aku perlu melihat reaksinya untuk tahu khasiatnya."
"Kau! Kau menjadikan Yang Mulia tikus percobaan! Aku akan memenggal kepalamu." Demien menyerang lagi dengan tinjunya, namun berhasil di hindari Ruby dengan sempurna dan memukulnya mundur untuk sementara waktu.
"Pangeranmu masih hidup, mengapa kau bertindak seolah aku membunuhnya?"
"Lalu apakah aku harus marah setelah kau berhasil membunuhnya!"
"Aku sedang berusaha mengobatinya!" Ruby mengepalkan tangannya hingga bergetar.
Demien mendengus. "Selama kau merawatnya, Yang Mulia sama sekali tidak mengalami peningkatan, dan kau mengatakan kau mengobatinya?"
Ruby tertawa miris. Dalam hati mulai berpikir, apakah manusia yang lain memang menghargai usaha seseorang hanya jika dia selalu berhasil? Namun jika kau gagal sekali, maka kegagalan itulah hasil akhirnya.
"Jika kau begitu tidak percaya padaku, mengapa kau tidak merawatnya sendiri sejak awal hah?"
"Karena Pangeran sangat mempercayaimu, aku pun berusaha untuk mempercayaimu juga. Tapi apakah hanya seperti ini kemampuanmu?" Demien menatap penampilan Ruby yang sedikit lebih acak-acakan dari sebelumnya.
Dia sebenarnya sadar bagaimana gadis ini berusaha keras, namun usaha saja tidak cukup. Demien selalu merasa jika gadis ini hanya akan membawa petaka bagi Pangeran Azure.
Telah terbukti bahwa bukan dia yang membunuh orang-orang yang mati di Dark Forest, namun juga terbukti bahwa Ruby memanglah penyihir merah yang orang-orang desa katakan.
Banyak hal tentang Ruby membuat Demien Khawatir. Mulai dari matanya yang selalu tertutup hingga ilmu sihirnya yang tidak diketahui.
Intinya segala sesuatu tentang Ruby terlalu misterius hingga membuatnya selalu siaga.
"Apa kau pikir aku tidak berusaha!?" Ruby memukul sebuah pecahan kayu hingga mengambang ke udara dan menendangnya ke arah Demien "Kau pikir aku bekerja siang malam untuk apa?"
"Tapi itu tidak serta merta membuatmu menjadikan Pangeran Azure alat untuk mencoba ramuan baru?"
"Lalu aku harus mencobanya pada siapa? di sini hanya dia yang memiliki tubuh lemah."
"Tutup mulutmu! beraninya kau mengatakan hal seperti itu tentang Pangeran kami!" Demien maju menyerang lagi, mengarahkan kepalan tangannya ke kepala Ruby.
Ruby melompat mudur dan menghindar. Menangkis dengan kedua lengannya lalu menendang kaki Demien.
Demian berhasil menghindar dan melompat ke atas sebuah peti sedangkan Ruby yang juga mulai kalap mengikuti.
Mereka bertarung dengan sengit namun Boo bisa melihat bahwa Ruby tidak benar-benar menyerang dengan seluruh kemampuannya. Jika tidak, dia bisa langsung menarik pedang dan pisaunya yang sejak tadi bergetar di meja alih-alih bertarung dengan tangan kosong.
"Apa yang harus kita lakukan?" Seorang prajurit dengan pakaian petani yang berdiri di sisi Boo berbisik. "Apakah kita tidak akan menghentikan mereka?" tanyanya.
Boo menoleh. "Siapa yang bisa menghentikan mereka? Jika ada yang tidak keberatan babak belur, silahkan maju," ujarnya menatap rombongan di belakangnya satu persatu.
Semua orang diam, lalu pelan-pelan melangkah mundur, hanya menyisakan Boo di tengah dan menjadi pusat perhatian.
Boo berdecih."Kalian semua kekurangan stok keberanian!" Ejeknya namun mengikuti yang lainnya melangkah mundur.
Pertarungan Demien dan Ruby masih berlangsung, bahkan tanpa mereka sadari, peti yang keduanya injak mulai bergoyang dan berderak.
Ketika Ruby menyadari ada sesuatu yang salah, sudah terlambat. Tumpukan peti itu mulai condong ke arah lautan dan jatuh membawa mereka berdua tanpa memiliki kesempatan untuk menyelamatkan diri.
"Tuan Demien!"
"Nona Ruby!"
Boo dan yang lainnya berlari ke ujung geladak, melihat ke bawah untuk mencari dua orang yang menghilang dari permukaan.
Air laut bergelombang sedangkan pecahan peti mengambang di permukaan, Namun tidak ada Ruby dan Demien di antaranya.
Ketika orang-orang mulai panik, akhirnya Demien muncul ke permukaan dengan nafas tercekat. Dia kemudian berenang cepat di antara pecahan peti yang mengambang menuju kapal.
Boo mengulurkan tangan ke arah Demien dan menariknya sekuat tenaga.
Begitu kaki Demien menginjak permukaan kapal, dia langsung berbaring lemas dan menarik nafas panjang lalu terbatuk beberapa kali dan mengibaskan pakaiannya yang basah.
"Bagaimana dengan Nona Ruby?" Seseorang bertanya di antara kerumunan.
Dengan mata yang membelalak lebar, Boo langsung berdiri dan kembali melihat ke permukaan air yang masih menyembuyikan keberapa Ruby.
"Apakah dia tenggelam?"
"Apa mungkin dia tidak bisa berenang?"
Demien berdiri dan ikut mencari di antara pecahan kayu yang mengambang, namun hingga beberapa waktu kemudian, Ruby masih tidak terlihat.
Boo mula panik dan membuka sepatunya. "Aku akan turun mencarinya." Dia memanjat ke atas pembatas kapal dan menarik nafas panjang.
Namun sebelum dia melompat, seseorang berlari dengan cepat mendahuluinya dan melompat ke dalam air.
" ... "
Hening.
Boo da Demien saling memandang horor lalu dengan mata terbelalak, keduanya berteriak panik. "Yang Mulia!"
Setelahnya, hampir secara bersamaan, semua prajurit dengan keahlian renang langsung melompat ke dalam air.
Ruby mengambang di dalam pelukan air laut yang dingin, yang perlahan tapi pasti menariknya turun semakin dalam menjauhi cahaya.
Dia telah berupaya berenang ke atas, namun entah bagaimana dia hanya jatuh semakin dalam. Dingin, pelukan air di sekitarnya sangat dingin dan sepi seperti tembok penjara yang mengurungnya sejak kecil.
Waktu itu, Luna datang dan mengeluarkannya dari penjara, lalu saat ini bagaimana? Adakah yang bisa menariknya naik?
Tapi siapa? Dia sendiri sekarang mulai ragu, apakah keputusannya mengikuti Azure untuk keluar dari hutan dan menghadapi dunia lagi adalah keputusan yang tepat.
Manusia sepertinya tidak begitu menghargai usaha seseorang.
Dia telah bekerja keras siang malam untuk belajar ilmu pengobatan, merawat Azure setiap saat dan bahkan tidak tidur beberapa hari. Namun begitu sesuatu yang salah terjadi, dia jugalah yang pertama kali dipersalahkan tanpa memandang bagaimana usahanya untuk membuat Azure membaik beberapa hari sebelumnya.
Tidak ada yang menghargai semua usaha yang dia lakukan. Lalu bagaimana jika semua manusia tahu tentang kutukan yang dia bawa? Apakah dia akan terbuang lagi.
Di antara pikirannya, Ruby merasakan paru-parunya mulai mencari oksigen, dia merasakan dengan jelas jantungnya mulai berdetak kencang dan air laut mulai membuat hidungnya perih.
Namun di antara siksaan dan ancaman kematian itu, Ruby tidak merasakan sedikit pun rasa ketakutan. Dia hanya merasa miris. Perjuangannya selama bertahun-tahun untuk melindungi diri akan berakhir hari ini, tidak di tangan musuh ataupun dalam pertarungan, namun di telan oleh kegelapan laut tak berdasar.
Bersambung...