Tentang Penyihir Di Masalalu

1124 Kata
Di antara rasa dingin yang mulai menusuk tulang itu, Ruby merasakan seseorang menggenggam pergelangan tangannya, lalu memeluk pinggangnya kemudian menariknya perlahan melalui tarikan air. Namun Ruby tidak bisa lagi mengontrol pergerakan tubuhnya. Ketika keduanya muncul ke permukaan, puluhan prajurit datang menghampiri Azure dan berusaha membantunya menarik Ruby ke arah kapal. "Siapkan air hangat dan selimut." Azure menarik tubuh Ruby ke atas geladak dengan bantuan Boo juga Demien. "Baik Yang Mulia." Dua gadis yang berdiri di sana segera berlari ke dalam kapal. "Ruby!" Azure menepuk-nepuk pipi Ruby dan berusaha keras membangunkannya. Namun Ruby masih tidak bergeming, bibirnya membiru dan tertutup rapat , nafasnya yang tidak berhembus membuat semua orang panik. "Yang mulia, aku akan memberinya nafas buatan." Boo datang dan duduk di sisi Azure, mengulurkan tangan berniat menangkup wajah Ruby namun segera di tepis oleh Azure. "Aku akan melakukannya. "Tanpa basa-basi lagi, Azure mengangkat dagu Ruby, membuka dua bibir gadis itu lalu menundukkan kepala dan mempertemukan bibir keduanya. Bibir Ruby sangat dingin sehingga Azure sedikit menggigil ketika pertama kali menyentuhnya. lalu perlahan menghangat seiring dengan nafas yang Azure hembuskan ke dalam mulut gadis itu. "Y-yang mulia!" Boo menutup mata, Demien menyipitkan mata lalu membuang muka sedangkan yang lainnya telah mengalihkan tatapan sejak tadi. Azure mengabaikan detak jantungnya yang berdetak kencang dan masih berusaha untuk memberikan nafas buatan,  sesekali memompa paru-paru Ruby lalu meniupkan udara ke mulut gadis itu lagi. "Ruby! bangun!" Azure berseru panik begitu tak ada respon baik dari semua usahanya sedangkan wajah Ruby semakin pucat seolah semua darah telah menghilang dari tubuhnya .Tapi itu tak lantas membuat Azure menyerah, dia kembali menunduk, lagi dan lagi membuat nafas buatan, meski yang lain mulai pesimis itu akan berakhir. Ketika Azure mulai putus asa dan menggeram dengan mata yang memerah, Ruby akhirnya terbatuk. Seumur hidup Azure, ini adalah pertama kalinya suara batuk seseorang membuatnya begitu bahagia.  Azure menghela nafas lega dan duduk bersimpuh di hadapan Ruby, akhirnya bisa merilekskan sarafnya yang sejak tadi sangat tegang. Ruby terbatuk keras hingga beberapa air keluar dari celah bibirnya. Boo dengan antusias meraih selimut dari tangan seorang gadis dan meletakkannya di kedua bahu Ruby. Azure menela nafas berat dan menyodorkan air hangat ke arah gadis itu. "Minumlah dulu." Ruby menerimanya tanpa ragu dan minum beberapa teguk sebelum meletakkannya kembali. "Terima kasih." Suara Ruby sedikit serak. "Aku akan berganti baju dulu," katanya lagi, lalu tanpa menunggu jawaban dari Azure, dia beranjak dan meninggalkan semua orang yang menatap punggunya tanpa niatan untuk menoleh. "Yang Mulia, kau harus mengganti pakaianmu juga." Boo yang menyadari suasana hening itu membuka suara dan memperingatkan Azure akan kondisi tubuhnya. "Hm." Azure menjawab lalu bangkit dan berjalan menuju kabin juga, di ikuti oleh Boo juga Demien. Setibanya di depan salah satu ruangan, Azure menghentikan langkahnya dan menatap pada pintu yang tertutup rapat di sisi ruangannya. Di sana adalah kamar yang awalnya di sediakan untuk Ruby, namun semenjak Azure sakit, gadis itu lebih banyak menghabiskan waktu di kamar Azure untuk menjaganya. Azure menghela nafas lagi. "Aku tidak tahu apa yang kau ragukan darinya," katanya tanpa berbalik, namun Boo dan Demien mengerti untuk siapa kata itu di tujukan. Demien menunduk sebelum berkata, "Dia memang bukanlah orang yang membunuh semua korban di Dark Forest, namun satu hal yang pasti juga, dia adalah seorang penyihir." "lalu?" Azure berbalik untuk berhadapan dengan Demien. "Apa masalahnya jika dia seorang penyihir?" "Yang Mulia. Kita semua tahu bagaimana sejarah seorang penyihir bagi ke empat kerajaan." "Kejadian itu ratusan tahun yang lalu, kenapa sekarang kau menyangkut pautkan Ruby di dalamnya?" Azure menyipitkan mata. "Yang Mulia, tidak ada yang bisa menjamin Ruby tidak akan bersalah di masa depan. Fakta bahwa dia adalah seorang penyihir, seharusnya sudah cukup untuk membuat kita waspada." Azure tertawa pelan hingga bahunya bergetar, namun siapa pun tahu tawa yang Azure keluarkan bukan tawa bahagia sama sekali. "Demien, sejak kapan kau mulai berpikiran sesempit itu? Hanya karena memiliki ras yang sama dengan penjahat di masa lalu, kau lalu dengan begitu saja memperlakukan seseorang seperti pendosa." "Yang Mulia aku... Semua orang tahu sejarah empat kerajaan kita, lalu kau juga seharusnya tahu bahwa yang memberi para manusia kehidupan baru adalah seorang penyihir juga." Azure menatap  Demien dengan marah yang tidak dia sembunyikan di matanya. Tatapan yang pertama kali Demien dan Boo lihat selama mereka berdiri di samping Azure. "kejahatan para penyihir gelap di masa lalu adalah kejahatan mereka sendiri, jangan menempatkan kejahatan itu di kepala orang lain di saat dia tidak melakukan apa pun!" Demien diam dan menatap lantai "Apakah kecurigaanmu membuatmu buta Demien?" Azure membentangkan tangannya. "Usaha Ruby untuk menyembuhkanku selama berhari hari, apakah kau benar benar tidak melihatnya?" Demien masih tidak bersuara dan memilih diam. "Kau mengecewakanku Demien." Azure berbisik pelan lalu berbalik dan masuk ke dalam kamar.  Meninggalkan Demien dan Boo yang mematung di depan pintu. "Ini adalah pertama kalinya aku melihat Yang Mulia begitu marah." Boo bergumam lalu menghela nafas "Ini juga pertama kalinya aku tahu bahwa Yang Mulia adalah perenang yang handal." Boo tidak mengatakannya secara langsung namun arti dari kata katanya adalah, bahwa untuk pertama kalinya, pangeran Azure berenang dan menyelamatkan seseorang, alih-alih di selamatkan. Yang berarti kondisi tubuh Pangeran Azure sangat baik Beberapa hari kemudian, mereka akhirnya mencapai provinsi Bania, sebuah daerah terbesar kedua setelah ibu kota Kerajaan Timur. Provinsi Bania sendiri biasanya di sebut sebagai daerah dagang. Tempat di mana orang dari penjuru kerajaan datang untuk berbisnis. Karena itu jugalah, julukan kedua dari provinsi Bania adalah daerah terpadat di seluruh kerajaan timur. Rombongan pria kekar turun dari sebuah kapal dagang bukanlah sebuah pemandangan asing. Karena itu, ketika Azure dan yang lainnya turun di sana, mereka tidak banyak mengundang perhatian. Namun desa Bania ini berbeda dari daerah kecil lainnya. Bukan tidak mungkin untuk bertemu seseorang yang mengenali Azure di sini. Karenanya, sebelum turun dari kapal, Azure telah menggunakan cadar dan topi jerami yang menyembunyikan wajahnya. Sepanjang perjalanan, Azure, Ruby, Demien dan Boo tidak membuka suara sama sekali. Hal itu telah berlangsung sejak Ruby tenggelam. Gadis itu menjadi sangat pendiam. Walaupun di awalnya dia memang tidak terlalu banyak bicara, namun semenjak tenggelam waktu itu, Ruby lebih sering termenung dan memandang di kejauhan. Seolah jiwanya sedang berkelana entah sejauh apa. "Ruby, daerah ini terkenal dengan barang-barang yang datang dari segala penjuru Kerajaan, kita bisa berjalan-jalan untuk mencari sesuatu." Boo bergeser ke sisi Ruby dan mencoba untuk mencairkan suasana. "Kau ingin berjalan-jalan?" Ruby termenung sejenak sebelum menggeleng. "Aku sedikit lelah," jawabnya singkat lalu diam lagi. Boo meringis dan menatap Demien juga Azure dengan penuh harap. Berharap mereka bisa mencairkan suasana. Jujur saja, Ruby mungkin masih terhitung orang baru bagi mereka semua, namun gadis itu telah menyelamatkan Azure dan melewati beberapa hal bersama selama berhari-hari dan meski Ruby bukalah seseorang yang mudah di di dekati, tapi gadis itu juga adalah wanita tangguh yang pantas di kagumi. "Beristirahatlah dulu untuk hari ini." Azure akhirnya bersuara. "Kalian bisa berjalan-jalan besok." "Baik Yang Mulia." Boo menghela nafas lega dan berharap dalam hati bahwa perang dingin ini akan segera berakhir.   Bersambung...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN